Imam Androngi (35) tidak menyangka kakaknya, Siti Nurkhasanah (38) yang bekerja di Arab Saudi pulang dalam kondisi yang tidak wajar. Jika diajak berbicara tentang pekerjaannya di Arab Saudi, Siti Nurkhasanah akan melantur, bahkan marah dengan menyebut majikannya sebagai orang yang tidak baik dan gaji tidak pernah dibayarkan.
Siti Nurkhasanah adalah warga Dusun Bojong Maros RT. 03, RW. 17 Desa Pahonjean, Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap. Ia mengalami depresi setelah bekerja di Arab Saudi.
Imam Androngi mengetahui gejala depresi yang dialami siti sejak kepulangannya 1 Oktober 2011 lalu. “Kondisinya tidak seperti dulu ketika ia berangkat. Setiap kali disuruh makan, ia akan marah. Setiap kali diajak bercerita tentang pekerjaan dan majikan diarab saudi, siti akan marah-marah dan selanjutnya akan berbicara sendiri,” ungkap Imam Androngi, kakak Siti Nurkhasanah.
Depresi ini diperkirakan karena Siti selalu dilarang keluar rumah oleh majikannya. Siti yang berangkat pada 2005 lalu, juga dilarang berkomunikasi dengan keluarga di tanah air. “Dia bilang ke saya kalau dilarang keluar sama majikan. Imam menuturkan, jika ada telepon dari keluarga, majikan langsung tutup telepon. Padahal pada tahun pertama tidak seperti itu,” kata Mahrur, paman Siti Nurkhasanah dan Imam Adrongi.
Gaji Siti selama enam 6 tahun sejak keberangkatannya tahun 2005 juga tidak dibayarkan oleh majikannya. “Kadang-kadang, ia bisa diajak bicara normal kalau sudah agak tenang. Dari situlah saya tahu, ia hanya menerima gaji 1 bulan dari enam tahun ia bekerja. Gaji tersebut ia terima ketika mau pulang,” lanjut Imam Androngi.
Selain depresi dan gaji tidak dibayarkan, Siti Nurkhasanah juga kehilangan barang bawaanya ketika berada di bandara SUkarno Hatta. Tas besar yang ia titipkan lewat bagasi, tidak pernah ia temukan lagi. Ia hanya membawa pulang 1 tas kecil berisi surat-surat dan 2 buah mukena serta satu buah baju yang ia kenakan. “Paspor terkhir juga di minta di Bandara,” ungkap Imam Androngi. Siti Nurkhasanah sendiri sempat menjawab jika paspornya diminta orang yang mirip suster. Ketika sampai di rumah, Siti hanya membawa paspor tahun 2001 yang sudah tidak berlaku lagi.
Siti memang sudah dua kali ke Arab Saudi sebelum kepulangannya yang ketiga. Dua kali bekerja di Arab Saudi selama masing-masing 3 tahun bisa dikategorikan sukses. Jika dijumlahkan dengan keberangkatan yang ketiga ini, maka Siti Nurkhasanah sudah bekerja di Arab Saudi selama 12 tahun.
Sebelum dipulangkan ke Majenang, kepada Imam Androngi, Siti menceritakan Ia sempat berada di Rumah Ssakit (RS) Polri di Kramatjati, Jakarta selama kurang lebih 10 hari. Dia dikirim ke RS tersebut bersama sejumlah temannya yang lain saat baru turun di Bandara Jakarta. Setelah itu, dia dikirim kembali bersama satu orang TKW lainnya ke bandara untuk kemudian diantar pulang ke Majenang menggunakan jasa travel.
“Kami hanya berharap pemerintah mau membantu pengobatan kakak saya. Saya juga berharap gaji kakak saya dibayarkan, minimal sesuai dengan waktu yang ada di kontrak kerja tidak masalah. Intinya hak-hak dari kaka saya ditunaikan. Jika memang ada asuransinya, kami juga memohon hak tersebut bisa ditunaikan,” lanjut Imam.
Sesuai dokumen yang ada di tas Siti Nurkhasanah, ia pulang menggunakan exit final visa yang dikeluarkan imigrasi Arab. Selain dokumen paspor lama dan exit final visa, di tas Siti Nurkhasanah juga ditemukan kontrak kerja yang berlaku sejak bulan November 2005 dan juga surat medical check up. Melalui surat Kontrak kerja tersebut, bisa diketahuai jika Siti Nurkhasanah berangkat melalui PT. Amri Margatama Jakarta.
Kasus Siti Nurkhasanah semakin menambah buram potret buruh migran Indonesia yang bekerja di Arab Saudi. (Af)
Waaaaah apa sudah watak bangsa kita yang mulai kehilangan rsa dan naluri atas sesama. Kok tega-teganya melakukan pemerasan pada saudara yang sedang dalam kondisi semacam itu. Harus ada yang mendamou\ingi itu…