Kisahku Bekerja di Singapura

Author

Saya Nurhayati, 24 tahun. Saat ini, saya tinggal di Desa Kedungsalam RT. 20 RW. 04, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang. Saya merupakan mantan Buruh Migran Perempuan (BMP) di Singapura, tepatnya di perumahan Jurong East Singapura .

Di sana, saya bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Sengaja saya pilih kata “pekerja” dibanding kata “pembantu”, apalagi babu. Kata pekerja lebih mewakili keadaan karena saya benar-benar bekerja, bukan membantu, apalagi menjadi budak. Selama bekerja, banyak hal yang sudah saya lakukan, mulai dari mencuci pakaian (loundry), membersihkan rumah (cleaning service), memasak (cooking), hingga belanja kebutuhan sehari-hari. Semua pekerjaan itu membutuhkan ketrampilan dan keahlian.

Saya berangkat ke Singapura pada April 2007. Sebulan sebelumnya, saya mengikuti pelatihan di sebuah losmen selama 2 minggu. Selama pelatihan, saya diberikan beberapa materi oleh seorang pegawai hotel, di antartanya membersihkan kamar, mencuci, dan memasang bedsheet. Selain itu, saya juga mengikuti kursus bahasa Inggris yang diselenggarakan oleh perusahaan. Setelah menyelesaikan semua pelatihan, saya pun berangkat ke Singapura.

Saya termasuk salah satu pekerja yang beruntung. Seluruh biaya keberangkatan ditanggung oleh PT Tritama, sebuah perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS) yang berkantor di Kedungkandang Malang. Saya tidak menjalani masa penampungan, hanya mengikuti pelatihan selama 1 bulan. Untuk membayar semua biaya selama masa pelatihan dan keberangkatan, gaji saya dipotong selama 7 bulan. Setiap bulan saya mendapatkan gaji dari majikan sebesar 280 Dollar Singapura atau 1,4 juta rupiah, tetapi pada tujuh bulan pertama saya hanya menerima 50 Dollar Singapura.

Sayang, baru beberapa bulan bekerja saya sakit. Di bagian ketiak muncul benjolan yang mengeluarkan darah dan nanah. Kemudian saya pun periksa ke dokter di rumah sakit terdekat. Hasilnya, seminggu kemudian saya disarankan untuk pulang ke Indonesia. Meskipun kontrak kerja saya masih satu tahun.

Di Singapura banyak hal yang dapat dinikmati. Saya mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan majikan. Selain itu, saya juga dapat bersenda gurau dengan para pekerja di lingkungan tempat kerja, khususnya para pekerja dari Indonesia, sehingga tidak pernah merasa kesepian. Meskipun hanya merasakan setahun di Singapura dan tidak banyak uang dapat ditabung, saya sangat senang karena sudah mampu membantu beban keluargaku.

Saat ini, saya sudah menikah dan memiliki seorang anak. Aktivitas sehari-hari saya membantu suami bekerja. Meskipun begitu, keinginan untuk bekerja di luar negeri kembali masih ada. Hongkong adalah negara impian. Saya mendengar gaji PRT di Hongkong lebih  tinggi dibandingkan Singapura, serta menerapkan hari libur  dan perlindungan bagi para buruh migran.

Harapan ini tergantung apakah ada perusahaan yang mau menanggung biaya keberangkatan ke negara tujuan atau tidak. Saya memiliki keterampilan bahasa dan menangani pekerjaan rumah tangga. Saya juga sudah belajar komputer dan internet di Pusat Teknologi  Komunitas (Community Technologi Center/CTC Bina Mandiri Malang).

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.