Patung Asmat, Panen Order di Akhir Tahun

Author

Pembuatan Patung Keramik Asmat

Liburan akhir tahun layaknya panen raya bagi pengrajin keramik patung asmat. Order membumbung tinggi. Pesanan bertubi-tubi. Mad Rofingi (46) adalah satu-satunya pengrajin pemilik sanggar asmat di Banyumas, sebuah bengkel seni yang memproduksi berupa motif patung asmat dari bahan lempung tanah. Tiap akhir tahun, dia banjir pesanan. Namun, dia mengaku tidak bisa melayani seluruh pesanan. Pasalnya, pengerjaan produk seni satu ini sungguh panjang dan rumit.

Bahan dasar keramik tidak bisa dipilih sembarangan. Harus berasal dari tanah lempung lembut. Sejauh ini, Mad Rofingi baru menemukan di daerah Plered, Purwakarta, Jawa Barat. Sebuah daerah yang jaraknya beratus kilometer dari rumah produksinya. “Satu kilogram harganya Rp 400. Ini masih ditambah ongkos kirim,” katanya.

Sebelum dibentuk menjadi patung, bahan dasar ini perlu dipekatkan terlebih dahulu dengan mencampurkan semen merah halus. Ini berguna supaya hasil bentuk nantinya tidak pecah atau retak saat dibakar dalam tobong oven.

Bahan yang sudah dicampur ini dicampur air dan diinjak-injak oleh karyawan khusus bahan mentah supaya kenyal dan mudah dibentuk. Setelah itu, bahan siap bentuk dibagi kepada masing-masing karyawan spesialisasi motif tertentu. Menurut Mad Rofingi, proses pembentukan inilah yang memakan waktu paling panjang. Tenaga-tenaga ahli tidak bisa ditarget tiap hari harus bisa memproduksi berapa pcs. Sebab, prosesnya memerlukan ketelitian super tinggi.

Setelah dibentuk, produk keramik ini dijemur supaya kadar airnya berkurang dan keras. Karyawan bagian amplas sudah siap menunggu untuk meghaluskan produk yang sudah dibentuk.

Sebelum dimasukkan ke oven, patung-patung keramik ini dibiarkan terlebih dahulu hingga lima hari supaya kadar air semakin berkurang oleh suhu kamar biasa. Setelah itu, patung baru dibakar pada suhu minimal 400 derajat celcius dalam waktu 12 jam. Masa pembakaran ini adalah masa yang sangat krusial. Pasalnyan jika suhu kurang, maka yang terjadi adalah retaknya patung.

Setelah 12 jam. Patng dibiarkan tetap berada dalam tobong oven supaya proses pendinginan terjadi perlahan. Jika masih panas nekat dikeluarkan, patung ini bisa pecah.

Pengecatan adalah tahap finishing. Dalam tahap ini juga diperlukan tenaga ahli yang paham betul dengan ornament khas tiap motif. Sebab, antara satu motif dengan lainnya memiliki ornament dan gradasi warna yang berbeda.

Dalam sebulan, ia mengaku mampu memproduksi antara 10 ribu hingga 15 ribu pcs. Sanggar asmat yang dimilikinya bisa membuat 90 motif suku asmat dan dua motif khas suku aborigin. Tiap akhir tahun, pesanan bisa mencapai empat kali lipatnya. Namun dia mengaku tidak melayani semua. “Jika dilayani semua, maka kami bisa keteteran. Bisa-bisa yang terjadi malah tidak jadi semuanya,” katanya.

Diakuinya, kendala terbesar adalah tenaga ahli yang jumlahnya terbatas. Modal juga menjadi masalah pelik lainnya. “Jika nilai ordernya masih di bawah Rp 10 juta saya masih sanggup. Tapi jika di atas itu saya harus bekerjasama dengan pihak ketiga, yaitu bank,” katanya. Padahal bank tidak bisa langsung menggulirkan modal saat diperlukan. Tatp harus ada proses procedural sebelum kredit disetujui.

Produknya dijual antara Rp 3000 hingga Rp 30 ribu per pcs, tergantung ukuran dan tingkat kerumitan. Yang paling digemari di akhir tahun menurutnya adalah motif-motif kecil, seperti gantungan kunci dan asbak bermotif asmat. Biasanya, barang-barang ini dibeli sebagai cinderamata daerah tujuan wisata.(rid)

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.