Karung-karung pupuk tertata rapi di sekretariat Komunitas Pekerja Migran Indonesia (KOPI) Desa Pandanarum Blitar. Malam itu, 8 November 2023, beberapa pengurus dan anggota KOPI Desa Pandanarum berbincang santai. Sri Amin, koordinator KOPI Desa Pandanarum bercerita bahwa mereka saat ini mengelola dua usaha kolektif yakni produksi pupuk organik dan pembesaran kambing.
Mulanya, KOPI Desa Pandanarum hanya mengelola 2 ekor kambing yang mereka beli dari kas komunitas. Kemudian, pada tahun 2021, mereka mendapatkan dukungan permodalan dan pendampingan usaha dari Lembaga Kajian Pengembangan Pendidikan, Sosial, Agama dan Kebudayaan (Infest) Yogyakarta. Dari situ, mereka mengembangkan usaha penggemukan kambing yang dikelola melalui sistem gaduh. Pengertian “gaduh” secara sederhana ialah menitipkan hewan ternak kepada pemelihara dengan imbalan berupa pembagian hasil dengan nilai yang disepakati. KOPI Pandanarum menggaduhkan 9 ekor kambing kepada tiga orang anggota dengan kesepakatan pembagian hasil 60 persen untuk penggaduh dan 40 persen untuk komunitas.
Kemudian, pada 2022, KOPI Pandanarum berkolaborasi dengan komunitas Pandur mengembangkan usahanya dengan memproduksi pupuk organik. Bahan baku pupuk berasal dari kotoran kambing yang ada di desa mereka. Produksi pupuk dilakukan secara kolektif dengan pembagian jadwal yang telah mereka susun dan sepakati bersama. Menurut Sri Amin, kolaborasi berjalan baik, karena sebagian besar anggota KOPI juga bagian dari komunitas Pandur.
“Saat ini kami bisa memproduksi 125 karung pupuk dalam satu kali produksi. Satu karung seharga 25 ribu rupiah. Dari setiap karung yang terjual sudah termasuk kontribusi untuk kas KOPI,” terang Sri Amin.
Pengelolaan Usaha Kolektif Komunitas Pekerja Migran
Praktik yang dilakukan oleh KOPI Desa Pandanarum merupakan salah satu contoh inisiatif sirkulasi ekonomi pertanian organik komunitas yang terdiri dari purna pekerja migran dan keluarganya untuk mandiri. Kendati belum sampai pada fase peningkatan ekonomi pada masing-masing anggota, inisiatif ini mampu menggerakkan aktivitas kolektif yang tidak hanya bergerak pada aspek ekonomi semata, namun juga sosial. Masyarakat yang rata-rata adalah petani menghadapi tantangan sulitnya mendapatkan pupuk kimia buatan bersubsidi, sehingga mereka harus berkreasi dalam mengatasi masalah itu untuk hasil pertanian yang diharapkan.
Hampir mirip dengan Pandanarum, KOPI Desa Bringinan, Ponorogo juga mengelola budidaya penggemukan kambing dengan sistem gaduh. Usaha budidaya kambing ini, oleh KOPI Desa Bringinan juga menjadi salah satu cara untuk mengenalkan aktivitasnya kepada masyarakat. Desa Bringinan merupakan salah satu desa di Ponorogo yang telah mempunyai Peraturan Desa (Perdes) tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Produk kebijakan ini salah satunya didorong oleh KOPI Desa Bringinan. Atas inisiatif itulah, Desa Bringinan pernah mendapatkan penghargaan Hasan Wirajuda Perlindungan WNI Awards (HWPA) tahun 2020 dari Kementerian Luar Negeri.
Selain di Pandanarum dan Bringinan, usaha kolektif juga dilakukan di beberapa desa di Blitar dan Ponorogo. Di Desa Ngendut, Ponorogo komunitas pekerja migran mengelola usaha simpan pinjam yang mereka namakan “Bank KOPI”. Meskipun belum pada fase pengembangan ekonomi, upaya ini mampu menjadi pengikat solidaritas antaranggota komunitas.
Cerita-cerita inovasi komunitas pekerja migran Indonesia di Blitar dan Ponorogo bukan tanpa kendala. KOPI Desa Gogodeso dan Jatinom, Blitar misalnya. Usaha toko kelontong yang mereka kelola tidak terlalu berkembang. Selain karena posisi toko yang tidak terlalu strategis, pencatatan yang tidak terlalu baik hingga pembagian peran antar anggota juga menjadi tantangan yang mereka hadapi. Dalam situasi-situasi demikian, solidaritas kolektif antaranggota mendapatkan ujiannya. Sehingga, upaya-upaya kolektif juga menjadi salah satu cara penyelesaian masalah yang mereka hadapi.
Waluyo, ketua KOPI Jatinom bercerita bahwa banyak barang dagangan yang kadaluarsa. Hal itu terjadi karena “Waroeng Djati” yang mereka kelola tidak terlalu ramai pembeli. Selain itu, pencatatan stok barang yang jumlahnya cukup banyak menjadi tantangan lain. Refleksi dan evaluasi bersama pun dilakukan untuk menyelesaikan persoalan dan mencari strategi baru. Saat ini, strategi penjualan barang dilakukan dengan metode “by order” atau sesuai pesanan.
“Setiap belanja, kami sesuaikan dengan pesanan dari para anggota melalui grup WhatsApp. Dengan begitu, tidak ada risiko barang rusak atau kadaluwarsa,” ujar Waluyo.
Layanan konseling hingga pendampingan kasus pekerja migran
Selain berupaya untuk meningkatkan perekonomian anggota, usaha kolektif yang dikelola juga untuk meneguhkan kemandirian komunitas. Selain aktivitas ekonomi, KOPI di masing-masing kabupaten juga melakukan aktivitas sosial mulai dari layanan konseling bagi calon pekerja migran hingga pendampingan kasus pekerja migran. KOPI Desa Jatinom, pada tahun 2023 ini telah ditetapkan menjadi relawan pelindungan pekerja migran oleh Pemerintah Desa Jatinom. Untuk itu, KOPI Desa Jatinom mempunyai peran memberikan layanan konseling kepada calon pekerja migran dari desanya.
“Melalui peran di desa ini, KOPI memberikan layanan konseling migrasi aman kepada calon pekerja migran sebelum mendapatkan tandatangan dari kepala desa,” ujar Waluyo. Materi konseling, lanjut Waluyo, antara lain seperti perencanaan migrasi, pemahaman mengenai proses migrasi yang prosedural, dan pemahaman kondisi negara tujuan.
Sementara, mengenai pendampingan kasus pernah dilakukan oleh KOPI Desa Bringinan. Mereka membersamai salah satu keluarga purna migran untuk mendapatkan hak jaminan sosial. Di samping itu, pendampingan pekerja migran yang sakit oleh KOPI Desa Sumberagung. Untuk penanganan kasus, KOPI Sumberagung menjalin komunikasi dan berkoordinasi dengan dinas terkait di kabupaten. Upaya-upaya tersebut dilakukan oleh KOPI karena tidak semua purna migran dan keluarganya mempunyai cukup akses informasi dan jaringan.
“Melalui proses pendampingan yang dilakukan, kami turut berkomunikasi dengan pemerintah desa dan dinas di kabupaten. Melalui peran ini, kami berharap, KOPI bisa memberikan manfaat bagi warga di desa dan teman-teman pekerja migran pada umumnya,” terang Suliyati. [Sofwan Hadi]