Tantangan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia

Author

Empat tahun lebih Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) disahkan. Berlakunya UU ini memberikan harapan besar dalam upaya pelindungan terhadap pekerja migran secara menyeluruh. Dalam beberapa aspek, UU PPMI juga dianggap lebih maju dibandingkan dengan aturan sebelumnya, seperti perubahan paradigma dalam penempatan PMI, kewenangan besar kepada pemerintah pusat hingga desa, serta pemberdayaan bagi PMI dan keluarganya.Lalu, bagaimana implementasi UU PPMI hingga saat ini?

Pertanyaan tersebut menjadi poin utama wawancara Redaksi Warta Buruh Migran kepada Rendra Setiawan, Direktur Bina Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Berikut petikan wawancara kami:

Secara umum, bagaimana Anda melihat implementasi UU PPMI saat ini?

Perubahan dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN) menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) merupakan perubahan yang sangat signifikan. Salah satu perubahan yang mendasar adalah tugas dan tanggungjawab Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah Desa. Kami menyadari bahwa UU PPMI belum terimplementasi secara menyeluruh. Namun, secara bertahap Pemerintah baik pusat dan daerah terus mengupayakan implementasi UU PPMI dapat berjalan secara optimal dan menyeluruh. Hal ini dilakukan melalui penetapan kebijakan dan program yang mendukung implementasi UU PPMI.

Apa saja upaya dan inisiatif yang sudah dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dalam menjamin berlangsung sepenuhnya pelindungan bagi pekerja migran Indonesia?

Upaya utama yang dilakukan oleh Kemnaker adalah sebagai inisiator atau pemrakarsa penyusunan peraturan perundang-undangan yang menjadi amanat UU PPMI. Sampai saat ini masih ada dua peraturan yang proses penyusunannya telah dilakukan oleh Kemnaker tetapi belum diundangkan yaitu Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelindungan Anak Buah Kapal (ABK) Perikanan dan Niaga serta Peraturan Presiden (Perpres) tentang Atase Ketenagakerjaan (Atnaker). Saat ini, RPP ABK sedang proses di Kementerian Sekretariat Negara dan Perpres Atnaker di Kementerian Hukum dan HAM.

Selain itu, terdapat upaya-upaya yang dilakukan oleh Kemnaker, antara lain:
1. Pencegahan penempatan PMI non prosedural melalui sosialisasi penempatan dan pelindungan PMI kepada aparatur desa dan dinas kabupaten/kota; early detection, melalui sidak (inspeksi mendadak) berdasarkan laporan masyarakat atau indikasi adanya penempatan PMI non prosedural; serta pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan PMI non prosedural di 25 lokasi embarkasi/debarkasi/kantong PMI;

2. Memfasilitasi pembentukan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di daerah yang menjadi kantong PMI. Saat ini telah terbentuk LTSA di 45 daerah.

3. Pembentukan Desa Migran Produktif (Desmigratif). Saat ini telah terbentuk di 453 desa. Desmigratif merupakan konsep penanganan desa kantong pekerja migran secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait untuk memberdayakan, melindungi, dan melayani pekerja migran beserta keluarganya mulai dari desa. Tujuannya untuk mengedukasi masyarakat desa tentang cara bekerja ke luar negeri yang aman dan prosedural; tersedianya data pekerja migran di tingkat desa; membentuk usaha produktif untuk menciptakan kesempatan kerja; serta mewujudkan keluarga pekerja migran yang sejahtera.

4. Pemberian program pemberdayaan kepada PMI purna melalui program padat karya dan tenaga kerja mandiri.

5. Menetapkan kebijakan pelindungan di masa pandemi Covid-19,antara lain:
a. Penetapan Kepmenaker No. 151 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Penempatan PMI;

b. penetapan Permenaker No. 10 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Jangka Waktu Manfaat Pelindungan Jaminan Sosial sebelum Bekerja bagi CPMI selama bencana nonalam penyebaran Covid-19;

c. penetapan Kepmenaker No. 294 Tahun 2020 tentang Penempatan PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru;

d. percepatan program vaksinasi bagi CPMI yang belum berangkat dan menghimbau bagi PMI yang telah berada di negara penempatan untuk ikut serta dalam program vaksinasi Covid-19 yang disediakan oleh Pemerintah/otoritas negara setempat;

e. penetapan SOP Pelaksanaan Protokol Kesehatan di P3MI dan BLKN dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 pada saat proses penempatan dan pelatihan.

Menurut Anda, apa hal mendesak yang harus segera dilakukan untuk mewujudkan pelindungan pekerja migran secara utuh?

Hal mendesak yang harus dilakukan adalah pelaksanaan pelindungan PMI yang dilakukan secara menyeluruh mulai dari desa sampai dengan pusat sesuai dengan amanat UU PPMI. Selain itu perlu langkah untuk memperkuat peran desa dalam memberikan layanan pelindungan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 42.

Dalam UU PPMI tidak disebutkan definisi mengenai penempatan, hal ini berbeda dengan UU PPTKILN. Pada praktiknya, perekrutan masih dilakukan oleh sponsor atau P3MI, bukankah menurut UU PPMI, CPMI seharusnya mendaftar melalui dinas/LTSA? P3MI masih berhak untuk melakukan perekrutan?

Memang dalam UU PPMI tidak didefinisikan mengenai penempatan. Namun dalam PP Nomor 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pelindungan PMI, penempatan telah didefinisikan pada Pasal 1 angka 1. Praktik perekrutan oleh sponsor memang sampai dengan saat ini masih berlangsung. Hal ini dikarenakan sulitnya menarik para pencari kerja luar negeri untuk mendaftar di dinas atau LTSA. Sebagaimana kita ketahui praktik di lapangan, para pencari kerja luar negeri lebih tertarik direkrut oleh sponsor karena bisa memberikan uang tinggal. Sedangkan ketika mendaftar di dinas atau LTSA, mereka tidak mendapatkan apa-apa.

Terkait hal ini, kami di Kemnaker terus melakukan sosialisasi dan penyebaran informasi tentang proses penempatan ke luar negeri di desa – desa kantong PMI. Saat ini kami juga sedang mengembangkan sistem informasi yang bisa digunakan oleh para pencari kerja dalam maupun luar negeri untuk menerima informasi yang benar mengenai proses migrasi yang aman.

Sementara dinas di kabupaten seringkali menganggap bahwa peraturan teknis sebagai turunan UU PPMI belum lengkap. Padahal, kita mengetahui bahwa sudah ada Peraturan Menteri tentang pelindungan PMI yang cukup teknis. Bagaimana upaya Kemenaker agar dinas tenaga kerja menjalankan Permenaker tersebut?

Terkait hal ini, kami terus melakukan koordinasi dengan dinas tenaga kerja untuk membahas, berbagi informasi dan memberikan masukan-masukan mengenai pelaksanaan proses penempatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, termasuk juga dengan BP2MI karena sampai saat ini sistem yang digunakan (SISKOP2MI) untuk proses penempatan di bawah koordinasi BP2MI.

Apa upaya Kemenaker dalam mengubah paradigma dari perekrutan menjadi pendaftaran yang selanjutnya disebut penempatan PMI?

Dalam Permenaker Nomor 9 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penempatan PMI memang tidak disebutkan mengenai perekrutan, namun diatur terkait dengan seleksi yang dilakukan di dinas atau LTSA. Terkait perubahan paradigma ini merupakan hal besar yang harus dilakukan tidak hanya oleh Kemnaker, namun juga oleh pemerintah daerah dan calon pekerja migran Indonesia.

Kemnaker telah melakukan upaya melalui sosialisasi dengan menggerakkan seluruh petugas desmigratif untuk menyebarluaskan informasi tersebut kepada para calon pekerja migran Indonesia dan keluarganya, termasuk kepada pemerintah desa.

Secara khusus mengenai pelindungan ABK, apa saja yang sudah diupayakan oleh pemerintah? Mengingat, ABK menjadi entitas yang sangat rentan menjadi korban eksploitasi.

Saat ini penempatan ABK terbagi menjadi dua yaitu oleh P3MI dan manning agent yang memiliki SIUPPAK (Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal) dari Kementerian Perhubungan. Meskipun kita tahu juga terdapat beberapa perusahaan yang tidak memiliki SIP3MI (Surat Izin Penempatan PMI) maupun SIUPPAK tetap melakukan penempatan ABK.

Lalu, apa yang telah diupayakan?

Kami di Kemnaker telah menghimbau kepada P3MI yang menempatkan ABK agar dilakukan sesuai dengan UU PPMI. Hal ini juga telah dilakukan oleh para P3MI yang menempatkan ABK. Selain itu, kami juga telah melakukan penanganan permasalahan ABK dan bekerjasama dengan kepolisian serta pemerintah daerah untuk menertibkan perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki izin, baik SIP3MI maupun SIUPPAK.

Terakhir, menurut Anda, apa saja tantangan terbesar dalam upaya mewujudkan pelindungan pekerja migran Indonesia?

Tantangan terbesar dalam mewujudkan pelindungan PMI menurut kami adalah penguatan peran dari Pemerintah Daerah. Selain itu juga penguatan kolaborasi, koordinasi dan kerjasama antar kementerian/lembaga.

Tulisan ini ditandai dengan: Rendra Setiawan UU PPMI 

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.