“Saya ingin desa saya seperti di Guangzhou, China. Saya ingin bahwa desa saya ini mampu menjadi desa yang mandiri secara ekonomi, politik, dan budaya. Masyarakat bukan hanya sebagai pekerja, namun juga wirausaha. Kalau pekerja, di desa ini semua bekerja. Tapi menciptakan pengusaha bukanlah hal mudah. Desa ini jangan jadi desa tertinggal terus, namun harus menjadi desa berkembang.”
(Barno, Kades Bringinan)
Sosok lurah inspiratif dan inovatif itu adalah Barno (39 tahun). Kali pertama bertemu dengannya di rumahnya yang sederhana, tepatnya Senin (19/2/18). Barno merupakan sosok ramah dan sederhana. Namun, pemikirannya tak sesederhana penampilannya, apalagi saat dia mulai berbagi gagasannya.
Saat kami mulai berdiskusi tentang desa dan isu buruh migran, semua kalimat dalam gagasan-gagasannya sangatlah penting, bernas dan berkualitas. Tapi apa yang diungkapkannya bukanlah omong kosong, karena dia memaparkan apa yang telah dia lakukan. Begitu banyak dan beragamnya gagasan inovatifnya ternyata semuanya telah dia buktikan.
Impiannya menjadikan warga di desanya mandiri, kini mulai terwujud. Pelahan namun pasti, mimpinya terwujud. Karena selama ini dia tak sekadar bermimpi, namun juga bekerja keras dengan tulus. Kapasitasnya kini semakin meningkat bukan hanya sebagai pengusaha, namun juga dalam mengorganisir sumber daya manusia, alam, keuangan, kelembagaan, sosial, dan spiritual budaya di desanya.
Terjun ke Dunia Politik, Awalnya Sering Disepelekan
Sebagai sosok yang pernah mejadi Buruh Migran Indonesia (BMI) atau purna BMI, Barno mengaku sering disepelekan hanya karena pernah menjadi BMI. Baginya itu hal wajar dan biasa saja menghadapinya. Namun, bukan berarti seorang BMI berhak untuk disepelekan, ini adalah pandangan yang diskriminatif dan bias bagaimana memperlakukan BMI. Keinginan kuatnya untuk tidak lagi menjadi BMI, pun karena dia berpikir tentang harga dirinya, bukan sekadar kepentingan ekonomi.
Tahun 1998, Barno menjadi BMI di Malaysia sebagai buruh pekerjaan-pekerjaan kasar. Lalu tahun 2001, dia kembali pulang ke tanah kelahiranya di Desa Bringinan. Sepulang dari Malaysia, tidak lantas jalannya mulus begitu saja. Termasuk upayanya dalam membangun usaha. Dia bekerja keras usaha kecil-kecilan mulai dari berjualan, hingga budi daya produk-produk organik. Pengalamannya mengikuti sebuah pelatihan tentang pertanian organik, membuatnya terus bekerja keras menciptakan pupuk organik dan produk organik lainnya. Kini produk hasil pertanian organik miliknya telah dipasarkan di banyak tempat. Proses pemasaran juga bukan lagi dia yang menanganinya, namun ada tim pemasarannya sendiri.
Pupuk organik yang dibuatnya berbahan dasar dari kotoran sapi atau tlethong. Dia meramunya dengan biang atau bio yang diciptakannya sendiri dari fermentasi. Caranya, dia mengambil dari sampah-sampah organik yang banyak ditemukankan di lingkungan sekitarnya. Sampai dengan saat ini dia sudah memproduksi pupuk organik ratusan ton per tahun dan mampu mencukupi banyak desa-desa lainnya. Dia juga meningkatkan kapasitas produksinya dengan cara membangun gudang dan menjalin kemitraan-kemitraan dengan praktisi pupuk organik yang dia latih.
Karir politiknya diawali dengan memasuki kelembagaan di desanya secara bertahap. Tahun 2003, dia dipercaya menjadi Ketua Karangtaruna. Sejak itu, aksesnya untuk terjun ke dunia politik semakin terbuka lebar. Kesuksesannya dalam budi daya produk organik, mendorongnya semakin percaya diri untuk terjun ke dunia politik. Dalam berpolitik pun dia memiliki prinsip untuk membangun relasi.
“Disepelekan dalam politik itu hal yang wajar. Apalagi setelah menjadi BMI di Malaysia. Usaha apapun memang tidak selalu berjalan mulus. Pengadaan pupuk juga pernah jadi masalah. Tapi masih dalam tahap yang wajar. Yang penting saya tidak kembali lagi ke Malaysia sebagai BMI, namun bukan karena penghasilan, ini lebih ke harga diri. Saya memiliki kemauan yang tinggi. Sambil bergerak di dunia usaha, akses saya ke politik juga bagus setelah menjadi Ketua Karangtaruna. Sampai akhirnya saya berinisiatif untuk mencalonkan diri sebagai calon legislatif (Caleg) dan gagal, namun saya tetap mencoba lagi di pemilihan desa,” ungkap sosok yang gagasannya sudah sering dikutip media ini.
Setelah tahun 2012, Barno akhirnya berkesempatan mengikuti pemilihan kepala desa (Kades) dan berhasil menjadi Kades (Lurah) Desa Bringinan, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo. Selain sebagai Kades, Barno juga sebagai Konseptor atau Narasumber tentang pembuatan pupuk organik Starbaruno Ponorogo , sebuah label miliknya. Barno juga kini masih menjadi Ketua Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) di Kabupaten Ponorogo. Juga, sebagai Ketua Paguyuban Seni Gajah di Kabupataen Ponorogo , serta Ketua Bidang Pembinaan dan Hubungan masyarakat DPK ASPEKINDO di Kabupaten Ponorogo.
Mewujudkan Desa Inovatif, Mandiri dan Berdaya
Membahas sosok Barno serta dedikasi bagi desanya, rasanya tak akan cukup hanya dengan profil singkatnya. Karena inovasi yang telah dia lakukan serta dukungan dari warganya di hampir semua sektor. Baik kesehatan, pendidikan, pertanian, lingkungan, ekonomi, dan budaya.
Apalagi dengan munculnya program dana desa, peluang untuk membangun desanya dengan sekian gagasan inovatifnya makin terbuka lebar. Termasuk menggerakkan warganya di semua lintas generasi. Kini Desa Bringinan kerap kali menjadi perhatian para pejabat pemerintah baik di Tingkat Daerah di Kabupaten Ponorogo maupun nasional.
“Saya ingin Desa Bringinan bukanlah lagi menjadi desa tertinggal, namun menjadi desa berkembang. Saya mencoba semaksimal mungkin dengan merangkul warga. Termasuk bagaimana menggerakkan warga bukan hanya sebagai pekerja. Saya tidak ingin warga saya hanya sebagai pekerja, saya ingin mereka dapat ‘berdiri dengan kaki mereka sendiri’. Saya ingin warga saya menjadi wirausahawan di bidang apapun yang mereka mau, asal bukan pekerja. Kalau pekerja, di sini tidak ada orang nganggur. Tapi tantangan berat adalah menciptakan mereka agar berdaya dengan diri mereka sendiri,” tegas Barno.
Di sektor Kesehatan, Desa Bringinan kini telah meluncurkan Kartu Bringinan Sehat (KBS) pada pertengahan tahun 2017. Peluncuran ini dilatarbelakangi oleh adanya Kartu Indonesia Sehat (KIS) berdasarkan data penduduk tahun 2011, dinilai banyak yang tidak tepat sasaran. Dengan adanya KBS, Barno berharap dapat memberikan pelayanan kesehatan yang sama seperti pemegang KIS dan tidak ada lagi kecemburuan sosial. Jadi, KBS merupakan salah satu bentuk tanggung jawab desa atas kesehatan masyarakat.
Selain meluncurkan KBS, Barno juga memperkenalkan mobil ambulan desa untuk warga yang membutuhkan. Uniknya, pembelian mobil ini tidak menggunakan dana desa melainkan hasil sumbangan warga yang sudah sukses. Pemilihan mobil ambulan ini didasari karena di Desa Bringinan masih sedikit warga yang memiliki mobil. Jika sewaktu-waktu ada warga yang membutuhkan pertolongan dan perlu dibawa ke Rumah Sakit atau Puskesmas Kecamatan Jambon supaya tidak bingung lagi mencari kendaraan. Selain itu, para pemuda dan perangkat desa juga menginisiasi terkait kegunaan lain mobil ambulan. Selain untuk mengantar orang sakit baik fisik maupun jiwa, hingga untuk orang meninggal dunia, juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar yang membutuhkan.
Di sektor sosial, Desa Bringinan juga memberikan santunan bagi ahli waris atau pihak keluarga dari warga yang meninggal dunia. Uniknya, santunan yang diberikan bukan dalam bentuk uang tunai namun dalam bentuk barang. Barang tersebut diberikan dengan menggunakan dana Pendapatan Aseli Desa (PAD) dan swadaya masyarakat.
Menurut Barno, kegiatan sosial berupa santunan kepada ahli waris keluarga yang meninggal dunia dalam bentuk barang yang dibutuhkan mendesak yaitu kain kafan, batu nisan, dan air mineral. Untuk kain kafan, langsung dibawakan oleh perangkat desa bagian Modin. Sedangkan air mineral dibawakan oleh Kamituwo, batu nisan dibawa oleh pemuda atau karang taruna dan lainnya dibawakan oleh Kades. Dengan demikian, apabila ada warga yang meninggal secara otomatis semua elemen mulai Kades, Perangkat Desa, Karang Taruna dan Masyarakat hadir secara bersamaan.
Apa yang disebutkan dalam tulisan ini hanyalah beberapa dari sekian inovasi di Desa Bringinan. Selebihnya, masih banyak lagi program dan kebijakan penting dan inspiratif yang patut dijadikan contoh desa-desa lain. Termasuk adanya Rumah Baca di Desa Bringinan yang tak pernah sepi dari anak-anak, termasuk di malam hari.
Selain itu juga banyak program inovasi yang jarang dilakukan di desa lain seperti program menabung bagi semua anak-anak di Desa Binginan, program perawatan khusus bagi warga yang terganggu jiwanya. Program ini bukan hanya mampu mengurangi warga yang terganggu jiwanya, namun juga memberdayakan mereka pasca penyembuhan. Lalu inovasi di sektor pertanian terkait pengelolaan air bersih dan sejumlah program inovasi lainnya.
Hal penting yang juga ingin saya sampaikan dalam tulisan ini adalah ketulusan seorang Kades dalam mengambdi di desanya. Juga sekian upaya membangun dan memberdayakan warganya khususnya kaum perempuan dan marjinal. Kini ratusan warganya sudah mulai berdaya dan membangun usaha di desanya sendiri. Usaha mereka pun beragam dan sangat bermanfaat menunjang kebutuhan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan warga di desanya.
Jadi, sosok-sosok seperti Barno merupakan aset penting bagi bangsa ini. Sosok yang tak lelah berinovasi, bermurah hati dan tulus membagi serta mengaplikasikan gagasannya. Apalagi dengan posisinya sebagai Kades, dia mulai menyiapkan aset-aset lainnya. Setidaknya, dia memulainya dari desanya sendiri, dari generasi dini hingga lansia. []
Satu komentar untuk “Barno: Purna BMI, Pengusaha Produk Organik, hingga Kades Penuh Inovasi”