Berita

Menuju Perlindungan Buruh Migran Malaysia yang Komprehensif

Author

Delegasi Pertemuan Meja Bundar Sesi Pertama, Kuala Lumpur
Delegasi Pertemuan Meja Bundar Sesi Pertama, Kuala Lumpur

Kuala Lumpur—Dinamika buruh migran yang mewarnai kehidupan sosial ekonomi rakyat Malaysia memaksa para stakeholder mesti berbuat banyak hal. Tentu dalam artian untuk perlindungan yang lebih baik dan perpindahan penduduk yang lebih manusiawi antara negara asal dan negara tujuan buruh migran. Itulah semangat yang diharapkan oleh para stakeholder yang diinisiasi oleh Koalisi Menuntut Hak (Rights to Redress Coalition/R2R) pada pertemuan Meja Bundar Sesi I di Gedung Pascasarjana Fakulti Ekonomi dan Pentadbiran, Universiti Malaya pada Kamis, 4 Agustus 2016.

Sedikitnya 50 lebih delegasi hadir pada pertemuan tersebut. Peserta yang hadir terdiri dari Kementrian Dalam Negeri/KDN (Jabatan Imigresen), Kementrian Sumber Manusia/KSM (Jabatan Tenaga Kerja), Kedutaan Bangladesh, Indonesia, Myanmar, Nepal, konfederasi serikat buruh Malaysia, federasi majikan Malaysia, lembaga internasional, akademisi, komunitas buruh migran di Malaysia dan koalisi masyarakat sipil di Malaysia.

Terdapat 3 sesi dalam pertemuan meja bundar ini. Pada sesi I mendiskusikan tentang perekrutan, ketenagakerjaan dan dokumentasi bagi buruh migran. Diskusi diawali dengan pernyataan dari perwakilan buruh migran yang disampaikan oleh Ridwan Wahyudi dari Indonesia. Ia menekankan tentang pentingnya pembekalan pada proses pra penempatan. Permasalahan di negara tujuan merupakan puncak dari hilirisasi permasalahan dari hulu, oleh sebab itu,perlu perhatian serius dari negara asal untuk memastikan pada proses tersebut.

“Informasi dan pelayanan pengurusan dokumen (permit kerja) yang buruk membuat banyak buruh migran tertipu oleh calo dan menjadi tidak berdokumen,” tukas Ridwan yang saat ini aktif melakukan pengorganisasi kepada buruh migran Indonesia di Malaysia.

Apalagi program legalisasi bagi buruh migran tidak berdokumen yang dilaksanakan oleh KDN pada beberapa tahun terakhir, malah menimbulkan banyak persoalan. Selain buruh migran banyak yang menjadi korban penipuan, mereka juga sangat kesulitan dalam hal memenuhi persyaratan untuk mendokumentasikan dirinya. Antara persyaratan tersebut seperti adanya majikan yang harus bersedia dan disahkan oleh KDN. Di sisi lain, biaya pendokumentasian amat mahal di balik prosesnya yang juga rumit.

Hal itu direspon oleh Jabatan Imigresen, bahwa sebenarnya institusinya tidak memiliki kewenangan dalam kebijakan. Pihaknya hanya melaksanakan kebijakan. Bukan dalam kapasitas membuat dan mengatur kebijakan. Akan tetapi, masukan itu sangat berharga bagi perbaikan dalam pengurusan dokumen para buruh migran.

“Kita mesti membuat sebuah perencanaan yang meminimalisasi peran swasta dalam hal penempatan,” ungkapan ini keluar dari Dato Syamsudin, Ketua Federasi Majikan Malaysia.

Dalam hal penempatan, mekanisme Government to Government (G2G) dianggap sebagai solusi. Swasta seharusnya diposisikan sebagai pihak yang menggunakan jasa buruh migran saja. Tentunya penggunaan jasa ini sesuai dengan aturan ketenagakerjaan yang diakui secara internasional. Partisipasi swasta dalam proses perekrutan dan penempatan membuat banyaknya agensi nakal yang menipu dan mengeksploitasi buruh migran.

Dalam menyikapi hal tersebut, perlu kejelasan aspek ketenagakerjaan. Misalnya buruh sektor informal seperti buruh rumah tangga. Perlu adanya formalisasi sektor ketenagakerjaan. Artinya, ada jenis kemahiran tertentu bagi buruh rumah tangga. Misalkan pekerjaan pengasuh bayi, pengasuh lansia, sopir, memasak dan pengurus kebersihan. Ke depan, istilah buruh rumah tangga tidak akan ada lagi, yang ada adalah pekerjaan berdasarkan spesialisasi kemahiran tertentu.

“Pemerintah akan bertindak untuk melayani, memantau dan mengawasi proses tersebut,” ungkap Judha Nugraha, dari KBRI Malaysia.

Semangat yang diharapkan pada pertemuan tersebut adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban buruh migran. Malaysia diketahui sebagai negara yang sangat tergantung kepada buruh migran dalam pembangunannya.

“Tidak sepatutnya kita memerlakukan buruh migran dengan sangat buruk,” tutup Ranee dari Parti Sosialis Malaysia yang juga bagian dari koalisi itu.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.