Berita

Siaran Pers Komite Keadilan untuk Erwiana

Author

Kasus Erwiana Muncul di Salah Satu Koran Hong Kong
Kasus Erwiana Muncul di Salah Satu Koran Hong Kong

Siaran Pers mengutuk penelantaran agen, ketidaksigapan pemerintah Hong Kong dan Indonesia atas kasus penganiayaan terhadap Erwiana. Buruh Migran dan kelompok lokal Hong Kong menggelar aksi di depan kantor Chans Asia Recruitment Centre Hong Kong. Lebih dari 100 buruh migran pekerja rumah tangga dan kelompok lokal dari berbagai kebangsaan menggelar aksi di depan kantor Agen yang memfasilitasi kedatangan Erwiana Sulistyaningsih ke Hong Kong, seorang PRT migran Indonesia yang dianiaya dan menderita luka parah.

“Agen Chan Asia Recruitment Centre terlibat dalam tragedi yang menimpa teman kami. Sebulan setelah bekerja, Erwiana sudah melaporkan keluhannya kepada agen tapi agen menolak membantunya dan menyuruhnya kembali ke majikan jahatnya. 8 bulan kemudian, kondisi Erwiana sangat memprihatinkan bahkan melalui foto-foto, wajahnya hampir tidak bisa dikenali,” jelas Sringatin, juru bicara Komite Keadilan Untuk Erwiana dan Semua PRT Migran.

Komite Keadilan Untuk Erwiana dan semua PRT migran terdiri dari berbagai kelompok migran dan pendukungnya, dibentuk atas inisiatif Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI), Badan Koordinasi Migran Asia (AMCB), dan Aliansi Migran Internasional (IMA). Menurut informasi yang dikumpulkan oleh anggota komite yang sedang menemani Erwiana saat ini, ia sudah mencoba untuk melarikan diri dari majikannya satu bulan dan satu minggu setelah dia bekerja karena gaji yang tidak dibayar dan perlakukan majikan yang buruk.

Erwiana mengeluhkan kepada staf agen bahwa dia hanya diberi roti dua kali sehari dan seporsi nasi sekali sehari untuk jatah makanannya, sedangkan waktu tidurnya hanya antara pukul 01:00 -05:00 siang, tidak diberi hari libur, dan dia hanya diberikan satu botol air matang per hari.

“Bukannya menolong Erwiana tapi staf Agen tersebut malah membawanya kembali ke rumah majikan dan mengatakan kalau Erwiana tidak bisa memutuskan kontrak sebelum potongan agennya selesai. Maka jelas tindakan tersebut hanyalah melindungi keuntungan agen tapi bukan hak Erwiana,” tegas Sringatin.

Sringatin menyampaikan sejak kejadiaan melarikan diri itu, majikan selalu mengunci pintu depan rumah agar Erwiana tidak kabur dan menyiksanya setiap kali dia marah. “Tahun lalu, kondisi Kartika yang diikat ke kursi dengan memakai pampers tanpa makanan dan air, menunjukan pelanggaran yang menimpa PRT migran di Hong Kong. Namun kalaupun tidak mampu menyelesaikannya, pemerintah Indonesia, pemerintah negara pengirim lainnya dan Hong Kong sendiri juga menolak untuk mengambil tindakan tegas yang akan meminimalkan kejadikan perbudakan seperti ini,”keluh Sringatin.

Sringatin menyampaikan Komite berkomitmen untuk terus mengkampanyekan kasus Erwiana sampai dia mendapatkan keadilan yang seharusnya ia terima. Komite juga menyerukan kepada pemerintah Hong Kong dan negara-negara pengirim lainnya untuk segera mencabut peraturan yang merugikan buruh migran. Peraturan ini termasuk pemaksaan live-in dengan majikan, New Condition of Stay (NCS) atau aturan dua minggu bisa, biaya penempatan yang sangat tinggi dan perampasan upah melalui potongan gaji yang diterapkan agen, dan juga minimnya anggaran yang dialokasikan untuk perlindungan buruh migran dan masih banyak lainnya.

Hari Minggu ini Komite akan menggelar demontrasi massal di depan Kantor Pusat Pemerintah Hong Kong (Central Government Office) untuk menyuarakan tuntutan kami. Sekitar ribuan buruh migran dan masyarakat lokal akan bergabung. “Kami tidak ingin ada korban lain seperti Erwiana dan Kartika. Kami ingin pemerintah segera menghentikan penganiayaan dan pelanggaran terhadap ribuan buruh migran PRT. Kami menuntut keadilan sekarang juga” tutup Sringatin.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.