Di Hong Kong Cari Modal, di Desa Kembangkan Usaha

Author

Warung kelontong Suryati di Desa Bara'an, Kasembon, Malang
Warung kelontong Suryati di Desa Bara’an, Kasembon, Malang

“Pertama Saya bekerja menjadi Buruh Migran di Hong kong pada tahun 1999, saat itu saya kerja selama 2 tahun 9 bulan, selama bekerja di Hong kong Saya tak pernah menghambur-hamburkan uang, niat bulat saya untuk bekerja. Maklum saya cuma wong deso (maklum saya hanya orang desa).” ungkap Suryati, seorang buruh migran asal Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Suryati, mantan Buruh Migran Indonesia (BMI) asal Desa Baraan, Kasembon, Malang, bertekad kembali bekerja ke Hong Kong demi mengumpulkan modal untuk mengembangkan usahanya di desa. Hasil selama Suryati bekerja pertama kali di Hong Kong digunakan untuk membuat rumah dan membuka warung kelontong.

“Apa gunanya kita punya uang banyak, punya usaha, kalau kita tidak punya rumah sendiri untuk berteduh. Kalau Saya, bikin rumah dulu, baru kembangkan usaha,” terang Suryati dengan nada yang penuh semangat.

Setelah mimpi membuat rumah terwujud, Suryati memulai usaha membuka warung kelontong dengan memanfaatkan salah satu ruangan rumah. Usaha kelontong cukup menjanjikan di desa. Desa tempat tinggal Suryati jauh dari pasar, maka penduduk di Desa Baraan cukup kesulitan untuk mendapatkan pasokan sembako. Keberadaan warung kelontong Suryati membuat penduduk sekitar lebih mudah dan dekat untuk belanja kebutuhan sehari-hari.

Melihat sebagian besar tetangganya adalah petani dan peternak sapi perah, Suryati lalu terpikir mengembangkan usaha baru terkait pertanian. Suryati bersama suaminya, kemudian membeli mesin Traktor untuk membajak sawah atau lahan kering. Dengan usaha barunya ini, Suryati bersama keluarga sangat merasakan keuntungan yang cukup besar, karena mesin yang Ia beli seharga 15 juta rupiah tidak pernah berhenti disewa para tetangga untuk membajak sawah.

Melihat usahanya di desa semakin maju, Suryati yang juga aktif menjadi anggota Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Malang, bertekad berangkat lagi menjadi Buruh Migran di Hong kong guna mengumpulkan modal untuk mengembangkan usaha. Meskipun berada di luar negeri, Suryati tetap memantau usahanya di desa.

“Saat saya tinggal bekerja di Hong Kong, Warung kelontong dikelola suami saya dan persewaan traktor untuk bajak sawah dipegang saudara saya. Usaha sewa traktor diatur dengan cara pembagian hasil, pendapatan yang masuk dipotong biaya solar dan sisanya dibagi tiga, yakni Saya, saudara Saya, dan satu orang yang ikut bekerja.” tutur Suryati.

Suryati berpesan kepada sesama BMI, agar sebelum pulang ke Indonesia sudah mempersiapkan usaha apa yang akan digelutinya saat pulang kampung. Suryati juga mengingatkan agar kawan-kawan buruh migran mencari sumber informasi dari keluarga atau kerabat yang dipercaya, tentang peluang usaha apa yang kiranya berpotensi di daerahnya.

Satu komentar untuk “Di Hong Kong Cari Modal, di Desa Kembangkan Usaha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.