(Bahasa Indonesia) Hak Kompensasi Bagi BMI Terduga Korban TPPO

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Kematian Adelina Lisao, Buruh Migran Indonesia (BMI) asal NTT kembali menambah daftar panjang kematian buruh migran di Indonesia. Adelina (21), yang berasal dari NTT, meninggal saat menjalani perawatan medis di RS Bukit Mertajam pada Minggu (11/2) sore sekitar pukul 16.45 waktu setempat. Adelina meninggal secara tragis akibat penganiayaan yang terjadi secara berulang-ulang.

The Straits Times melaporkan, kini majikan Adelina sedang diselidiki atas dugaan pembunuhan. Selain tindak kekerasan, Adelina juga diduga sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Menurut perwakilan RI di Penang (Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Penang dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Adelina adalah PRT migran Indonesia yang tidak berdokumen tak boleh menjadi alasan untuk tidak menangani kasus ini.

Sikap KJRI Penang yang tidak mengikuti perkembangan kasus Adelina hanya karena ilegal, sangat disayangkan sejumlah pihak. Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, kasus kematian Adeliana diketahui masuk ke Malaysia secara ilegal, namun bukan berarti KJRI Penang dan KBRI Kuala Lumpur berhenti mengikuti perkembangan kasus tersebut.

Menurut Ridwan Wahyudi, dari Pusat Sumber Daya Buruh Migran Indonesia (PSDBM) Infest Yogyakarta, selama ini perwakilan (KBRI/KJRI) memang cenderung diskriminatif dalam perlindungan, baik yang berdokumen dan tidak berdokumen.

“Padahal mereka kan WNI juga yang harus memperoleh perlindungan yang setara. BMI tidak berdokumen bukan berarti murni kesalahan mereka, tapi karena sistem migrasi yang belum membaik. Jika kelompok yang tidak berdokumen mengalami masalah, mereka dipaksa untuk menyelesaikan sendiri. Entah itu masalah ketenagakerjaan atau masalah kesehatan (sakit atau meninggal dunia),” jelas Ridwan pada Selasa (13/02/18).

Ridwan juga menegaskan bahwa kematian Adelina ini bukti kelalaian pemerintah perwakilan. Biasanya, jika ada masalah kesehatan, pihak Rumah Sakit (RS) setempat menginformasikan kepada perwakilan. Hingga kemudian sampai meninggal dunia di RS, berarti Adelina sengaja dibiarkan krn perwakilan mengetahui bahwa Adelina tidak berdokumen.

Di samping itu, majikan di Malaysia juga harus dituntut yang seberat-beratnya. Lantaran, selain tidak mendokumentasikan pekerjanya, majikan juga diduga menganiaya Adelina hingga berujung kepada kematian. Untuk itulah pentingnya antara Indonesia dan Malaysia memiliki ketentuan yang jelas mengenai PRT, sehingga tak diskriminasi dan dikotomi dalam penyebutan formal dan informal.

Hak Kompensasi Adeliana

Kabar terkini Selasa (13/2/2018), Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengungkapkan bahwa KJRI Penang akan memastikan hak kompensasi terhadap TKW Indonesia, Adelina (21) yang tewas dianiaya. Retno memastikan bahwa upaya pengusutan kasus tetap bergerak, ia juga ingin memastikan hak hukum termasuk mengawal kompensasi Adeliana. Melalui KJRI Penang, Retno juga akan mengawal proses hukum yang terjadi di sana.

“Dapat saya pastikan bahwa kita akan melakukan pendampingan hukum. Kita ikuti terus sehingga tidak ada hak dari warga negara kita yang terkurangkan. KJRI akan mengawal proses hukum dan memastikan hak-hak dapat terpenuhi, termasuk dalam hal ini, hak atas kompensasi atau disebut remedial justice,” kata Retno melalui detik.com.

Sebelumnya, KJRI Penang telah mendatangi rumah sakit tempat Adeliana dirawat hingga meninggal dunia. Hingga kini, KJRI Penanga terus berkoordinasi dengan pihak berwenang setempat. Para pelaku penganiayaan Adelina diancam hukuman mati tentang pembunuhan berencana. Sejauh ini, sudah 3 orang yang ditangkap polisi terkait kematian wanita muda bernama lengkap Adelina Lisao tersebut.[]

sumber gambar: Adelina

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.