Jutaan Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Indonesia saat ini banyak bekerja di luar negeri . Tidak sedikit di antara para TKW yang meninggalkan suami dan anaknya di Indonesia dalam kurun waktu yang tidak sebentar. Akibatnya, banyak di antara suami mereka yang bertahun-tahun ditinggal istri untuk mencari nafkah dan harus mengurus anak-anak dan mengatur segala keperluan rumah tangga.
Sementara sang istri menjadi pekerja rumah tangga di negeri orang, banyak suami yang tidak amanah dalam mengelola uang yang diterima sang istri. Alih-alih menabung untuk investasi dan keperluan pendidikan anak, uang kiriman malah dipergunakan untuk foya-foya dengan membeli minuman keras dan tidak sedikit diantara mereka yang terjerumus menjadi pelanggan prostitusi.
Dampak yang ditimbulkan dari kebiasaan buruk di atas antara lain, anak-anak sering menjadi korban situasi. Banyak anak TKI yang tumbuh tanpa curahan kasih sayang yang cukup dari orang tua, bahkan kadang harus rela uang pendidikannya diambil sang ayah atau anggota keluarga lain untuk keperluan mereka sehingga sang anak harus putus sekolah.
Menjadi orang tua tentu bukanlah hal yang mudah. Kehadiran sosok ayah dan ibu di sisi seorang anak saja kadang masih menimbulkan masalah jika perhatian psikologis belum maksimal. Tentu, fenomena suami TKI yang harus mengurus anaknya sendirian selama bertahun-tahun lamanya membutuhkan perhatian dari berbagai kalangan.
Para suami TKI perlu diberikan pemahaman dan pendampingan dalam perannya sebagai ‘single parent’ sekaligus kepala rumah tangga saat ditinggal istri bekerja.
Pakar pengasuhan anakĀ (parenting) sekaligus pemilik akun twitter @GuruParenting , Yuyun Nailul Lutfah, S.Psi, menekankan bahwa bagi seorang wanita, membuat keputusan meninggalkan pasangan dan buah hati untuk alasan mencari tambahan pemasukan keluarga ke negeri orang tentunya memerlukan pertimbangan yang matang.
Komunikasi dan komitmen antara suami isteri menjadi pondasi yang harus dikokohkan dan terus dikelola kualitasnya demi terjaganya keutuhan keluarga. Hal yang kemudian menjadi penting menurut Yuyun adalah terkait bagaimana mengatur pembagian peran tugas pengasuhan anak selama isteri berada di negara tujuan bekerja. Peran pengasuhan anak tersebut ditekankan kepada 3 aspek yaitu intelektual, emosional, moral sosial, dan finansial.
Yuyun menekankan bahwa risiko-risiko tersebut dapat dikurangi dengan mengoptimalkan partisipasi semua pihak baik dari pasangan suami isteri, keluarga besar, lingkungan di sekitar serta tentunya pemerintah. Partisipasi dari semua pihak akan saling menguatkan satu sama lain.
Dengan mempertahankan komunikasi yang berkesinambungan dan menguatkan komitmen untuk menjaga kualitas hubungan antara suami dan isteri, maka akanĀ mendorong seorang ayah untuk mampu membangun hubungan yang berkualitas dan kedekatan emosional yang intens antara ayah dan anak.
Keberadaan keluarga besar yang mampu memberikan dukungan baik secara emosional, support partisipatif dalam pengasuhan anak, dan memberikan lingkungan kekeluargaan yang kondusif bagi anak juga akan dapat membantu memenuhi kebutuhan emosional anak. Tidak lupa, Yuyun menekankan bahwa sudah saatnya masyarakat bersifat arif dan menghilangkan stigma negatif pada anak TKI agar tidak ada lagi tekanan emosional yang ditujukan kepada mereka. (Cindy)