Melalui prosedur Undang-undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Malang, Wonosobo, dan Indramayu, LAKPESDAM NU Cilacap, Infest Yogyakarta, Paguyuban Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas, Serikat Paguyuban Petani Qoryah Thoyyibah (SPPQT) Salatiga, LBH Yogyakarta, dan Jingga Media Cirebon, sejak 26 Januari 2013 telah merancang gerakan permintaan informasi publik.
Gerakan serupa, dikembangkan organisasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong yang tergabung dalam Tim 11, seperti Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR), dan Liga Pekerja Migran Indonesia (LIPMI). Jejaring organisasi TKI baik di Indonesia dan Hong Kong meminta hak informasi dengan cara mendatangi dan mengirim surat kepada badan-badan publik terkait tata kelola penempatan dan perlindungan TKI.
Terhitung hingga Mei 2013, sebanyak 40 surat dengan 150 lebih jenis permintaan informasi telah dikirim ke badan-badan publik seperti Kemeterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan unit kerja turunannya di daerah, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan unit kerja turunannya di daerah, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Dirjen Imigrasi, dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong.
Permintaan informasi ditanggapi beragam oleh lembaga-lembaga pemerintah tersebut. BNP2TKI misalnya, meskipun beberapa permintaan informasi belum dipenuhi, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) BNP2TKI tetap melayani permintaan informasi dan berupaya memberikan beberapa dokumen yang diminta pemohon. Kementerian Hukum dan HAM yang menerima surat permintaan informasi dari Muhammad Irsyadul Ibad, Koordinator PSD-BM, menyikapi dengan meneruskan surat permintaan informasi tentang pencekalan TKI kepada Dirjen Imigrasi dan beberapa hari kemudian Dirjen Imigrasi membalas.
Sementara beberapa badan publik mulai menanggapi permintaan informasi dari komunitas TKI, Kemenakertrans dan KJRI Hong Kong yang menerima surat sejak Februari hingga April 2013 tidak kunjung memberi jawaban. Baru memasuki Mei 2013 Jingga Media, SBMI Wonosobo, DPN SBMI, dan beberapa pegiat lain menerima jawaban dari Kemenakertrans. Meskipun sudah menjawab beberapa surat, mayoritas surat yang lain belum dijawab oleh Kemenakertrans, hingga beberapa pegiat mengirim lagi surat keberatan kepada atasan PPID Kemenakertrans.
Lain Kemenakertrans, lain pula KJRI Hong Kong, jika Kemenakertrans mulai menjawab beberapa surat (meskipun sangat lambat/di luar ketentuan UU KIP 10 hari kerja + 7 hari kerja untuk tambahan), KJRI Hong Kong seolah mengabaikan mandat UU KIP, tak ada satu pun surat dari beberapa TKI Hong Kong yang dibalas. Bahkan surat keberatan yang sudah dikirim sejak 7 April 2013 pun diabaikan.
“Dari sikap Kemenakertrans dan KJRI Hong Kong, publik bisa melihat, jika secara prosedural yang diatur di UU KIP saja permintaan informasi TKI mereka abaikan, bagaimana dengan hak informasi TKI yang seharusnya diberikan tanpa diminta?, lebih jauh, jika kedua lembaga tersebut tertutup, maka jangan salahkan publik, jika menaruh ketidakpercayaan (distrust) atas berbagai kinerja perlindungan terhadap TKI.” tutur Anwar Ma’arif, Sekjen DPN SBMI.
Kini surat yang telah memasuki masa tunggu dalam prosedur KIP, akan diproses untuk diajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi. Tim 11 di Hong Kong sudah menyiapkan kronologi dan akan melakukan gugatan sengketa informasi kepada KJRI Hong Kong. Senada dengan rencana tersebut, Ahmad Alamsyah Saragih, Komisioner Subkomisi Informasi Pertahanan dan Keamanan dalam konferensi pers bersama PSD-BM (24/04/13) di Jakarta, mengatakan bahwa Komisi Informasi akan mempersiapkan mekanisme sidang gugatan jarak jauh, memanfaatkan teknologi konferensi video (streamming) untuk memproses sengketa informasi dari WNI di luar negeri.