Feri dan Nana berangkat ke Hong Kong 21 Oktober 2012 setelah mengambil cuti satu bulan di Indonesia. Saat cuti, mereka berniat untuk mengurus KTKLN di Kantor BP3TKI Semarang (1/10/2012). Namun rencana mereka gagal karena pengajuan pembuatan KTKLN ditolak pihak BP3TKI. Pihak BP3TKI beralasan mereka harus melalui Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS/PJTKI) untuk mengurus KTKLN. Padahal status mereka adalah TKi yang sedang cuti, mengapa untuk urus KTKLN harus masuk PPTKIS?.
BP3TKI Semarang saat itu menyarankan mereka masuk salah satu PPTKIS di Semarang. Sayang PPTKIS yang mereka temui meminta uang Rp 2 juta untuk pembuatan KTKLN. Feri dan Nana tentu saja menolaknya. Saat ditanya uangnya untuk apa saja?, mereka tidak bisa menjelaskan alasannya. 21 Oktober 2012, Feri dan Nana berangkat dengan rute penerbangan dari Bandara Ahmad Yani Semarang-Bandara Soekarno Hatta – Hong Kong.
Saat chek in di Semarang, petugas dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia meminta mereka untuk menunjukkan KTKLN. Hal semacam ini aneh, karena tidak ada landasan hukum bagi Garuda Indonesia untuk memeriksa dan menanyakan KTKLN. Saat itu, mereka menjawab tidak punya dan berniat akan mengurus saat tiba di bandara Jakarta.
Pihak Garuda di Bandara Ahmad Yani mempersulit mereka dengan minta agar keduanya membuat Surat Pernyataan TIDAK PUNYA KTKLN. Petugas Garuda bahkan sempat mengantar keduanya ke konter BP3TKI Semarang. Feri dan Nana kemudian disuruh membuat Surat Pernyataan dengan membeli materai yang sudah disediakan petugas. Petugas mengatakan, jika di Bandara Soekarno Hatta mereka tidak membuat KTKLN, maka penerbangan Feri dan Nana akan dibatalkan atau ditunda oleh pihak Garuda Indonesia.
“Setiba di Bandara Soekarno Hatta, pihak Garuda kembali menanyakan KTKLN dan kami menjawab kalau tidak punya. Lalu kami disarankan untuk mengurus di kantor BNP2TKI bandara, kalau tidak, maka penerbangan kami akan dibatalkan pihak Garuda. Tetapi ternyata pihak BNP2TKI di bandara kSoekarno-Hatta kembali mempersulit kami dan saat kami bertanya apa fungsi dari KTKLN, petugas malah marah-marah.” tutur Feri saat mengadu ke Abdul Rahhim Sitorus, pegiat Lembaga Bantuan Hukum (LBH Yogyakarta).
Karena waktu yang semakin mepet, akhirnya mereka menghubungi Abdul Rohim Sitorus, Advokat dari LBH Yogjakarta yang sering dimintai konsultasi para TKI saat menghadapi masalah. Feri menelepon Abdul Rahim untuk berbicara langsung dengan pihak Garuda. Abdul Rahim meminta Garuda bersikap dan bertindak profesional sesuai tugas dan kewenangannya dan jangan sampai para TKI menggugat GARUDA secara hukum.
“Maskapai penerbangan termasuk Garuda Indonesia, petugas BNP2TKI / BP3TKI, atau Pejabat Imigrasi bukanlah pihak yang memiliki kewenangan hukum mencegah atau membatalkan keberangkatan TKI, sebagaimana diatur dalam Pasal 91 ayat 2 huruf f UU Keimigrasian No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Secara hukum, tindakan pencegahan yang semata-mata lantaran KTKLN yang membuat TKI dirugikan dan kehilangan pekerjaaan di luar negeri adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan (onrechtmatige overheidsdaad) dan dapat digolongkan tindak pidana kejahatan jabatan (ambtsmisdrijven) yang melanggar ketentuan Pasal 421 KUHP.” tutur Abdul Rahim Sitorus.
Karena tak mampu menjelaskan landasan hukum dan kewenangan Garuda mencegah keberangkatan TKI tanpa KTKLN, pihak Garuda akhirnya meloloskan Feri dan Nana. Saat pengecekan di Imigrasi, Feri dan Nana kembali mengalami kesulitan karena Imigrasi juga menanyakan KTKLN. Kembali Feri menghubungi Abdul Rahim untuk bicara langsung dengan petugas Imigrasi. Setelah berdebat dan memberikan penjelasan hukum yang sama akhirnya Feri lolos tanpa KTKLN, pun juga dengan Nana yang lolos tanpa ditanya soal KTKLN oleh petugas Imigrasi.
KTKLN sampai saat ini masih terus menjadi hantu para TKI yang mengambil cuti pulang ke tanah air. KTKLN telah menjadi lahan pemerasan para petugas “nakal”, dengan menakut-nakuti tidak akan meloloskan TKI yang tidak memiliki KTKLN dan alasan lain yang tidak masuk akal. Anehnya, TKI yang memiliki KTKLN pun tetap dipersulit dengan alasan KTKLN belum divalidasi. Jelas sudah bahwa KTKLN adalah produk kebijakan yang justru merugikan para TKI, karena itu harus dihapuskan dari draf RUU PPILN yang sedang dibahas di DPR-RI.
Bagi BMI yang tidak memiliki KTKLN maupun yang sudah memiliki KTKLN dan mengalami kesulitan saat di Bandara, silahkan menghubungi nomor ini: +6281229033381, +628175419601 atas nama Abdul Rohim Sitorus. Atau bisa ADD Facebook dengan nama yang sama.
Untuk kawan2 BMI jangan menyerah dengan segala ancaman para petugas KTKLN atau petugas lain nya yang mempersulit penerbangan!