Minggu (06/11/11), Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) Taiwan berdialog dengan empat puluh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di gedung University Hsih Shin, 110 Line 1, Sec 1 Mu-Cha. RD Taipei, ROC Taiwan. Dialog tersebut diselenggarakan oleh Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Taiwan untuk membahas persoalan-persoalan yang dihadapi TKI Taiwan.
Harmen Sembiring, Kepala KDEI Taipei yang hadir dalam pertemuan tersebut memberikan sambutan, dilanjutkan dengan pembacaan pernyataan sikap oleh Atin Safitri, Ketua ATKI Taiwan. Rudi (29), wakil ATKI Taiwan sekaligus moderator diskusi kemudian membuka pembicaraan dengan mempertanyakan kebijakan foto biometrik dan sidik jari untuk pembuatan paspor.
Kebijakan tersebut mewajibkan calon TKI membayar biaya sebesar 300 Dollar Taiwan (NT$) untuk pengganti buku paspor dan NT$ 250 untuk foto biometrik. Jika ditotal maka TKI Taiwan harus membayar NT$ 550 atau sekitar Rp.170.000,-. Menurut Rudi (29), wakil ATKI Taiwan, selain menghadapi biaya pembuatan paspor, TKI Taiwan juga dihadapkan pada fenomena dokumen dan gaji yang ditahan oleh agensi dan majikan.
Menurut Agus Wahyono (29) untuk menjadi TKI di Taiwan, calon TKI paling tidak harus mengeluarkan uang dari hingga 37 juta rupiah, tidak jarang ada juga yang harus membayar hingga hingga 50 juta rupiah untuk biaya penempatan kerja. Padahal biaya yang dikeluarkan BNP2TKI rata-rata hanya 17 juta rupiah.
βBiaya penepatan bekerja Taiwan sampai saat ini masih menjadi momok bagi calon TKI Taiwan yang akan bekerja di sektor formal maupun informal β tutur Agus Wahyono, salah satu TKI Taiwan.
Persoalan lain turut disampaikan Irman (27), lelaki yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di Taiwan, menurutnya Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) kerap meminta uang jaminan pada calon TKI, namun jaminan tersebut tidak dikembalikan meskipun TKI yang bersangkutan telah menjalani masa kerja sesuai sesuai perjanjian pengembalian uang jaminan.
Sekian banyak persoalan yang disampaikan TKI Taiwan ditanggapi oleh KDEI sebagai lembaga yang menjadi wakil pemerintah Indonesia di Taiwan dengan datar dan terkesan tidak memuaskan TKI yang hadir. “KDEI itu hanya mengurus persoalan yang terjadi di Taiwan, bukan permasalahan dari Indonesia dan PPTKIS di sana” tutur Harmen Sembiring, Kepala KDEI Taipei.
Hak-hak BMI di Taiwan harus di perjuangkan, dengan minimnya pelindungan dan pelayanannya dari Pemerintahan RI, menuntut perlindungan sejati bagi BMI.
kegiatan seperti ini sangat baik dan semoga akan ada kesempatan berdiskusi dengan otoritas terkait.
tetap semangat Mbak Atin dan teman-teman ATKI Taiwan π
semoga pemerintah bisa lebih peka dan peduli akan hak-hak buruh migran π
saluttttt,,,,,tetap semangat mbak Atin
Ayo kawan” kita ambil kembali hak” TKI yg selama nich diabaikan oleh negara….
jgn pernah menyarah selagi BMI ditindas seperti nich.kita mang rakyat kecil yg sedang manyandang jgi BMI tpi yg pts asa dlm mengapai cita” & jgn pernah mengalah selagi kita dijln yg benar….mari kita manju terus brsama ATKI…Goo…GO….CIAYOOO…hidup BMI…..