SM, korban yang ditipu koperasi simpan pinjam online, merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Lombok Utara yang sedang bekerja di Arab Saudi. SM berniat meminjam sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya di tanah air. Mengetahui ada koperasi simpan pinjam online yang dapat memberikan pinjaman tanpa agunan di sebuah akun Facebook, SM tertarik untuk ikut serta dalam koperasi tersebut. Koperasi simpan pinjam online tersebut mengaku sebagai Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama yang beralamat di Sleman, Yogyakarta.
Koperasi tersebut mempromosikan pinjaman online bagi PMI di luar negeri. Dari komentar-komentar yang masuk di akun tersebut, banyak PMI yang antusias merespon penawaran dari koperasi. Setelah melihat akun Facebook koperasi, SM akhirnya menghubungi koperasi tersebut lewat WhatsApp untuk menanyakan kebenaran pinjaman online yang diperuntukan kepada PMI.
“Dari awal berhubungan dengan koperasi, saya meminta penjelasan prosedur simpan pinjam. Menurut koperasi, persyaratan untuk bisa mendapat pinjaman online adalah menjadi nasabah online yang dikhususkan untuk PMI,” ujar SM pada Redaksi Buruh Migran.
SM sempat menanyakan apakah seorang PMI tidak berdokumen bisa mengajukan permohonan kredit online kepada koperasi. Koperasi bilang dapat mengajukan dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di daerah asal. Persyaratan pertama agar pinjaman dapat cair, SM disuruh untuk mentransfer uang Rp1,2 juta. Setelah itu SM mendapat surat pernyataan untuk pengisian data formulir untuk mengajukan permohonan pinjaman. Setelah mengisi permohonan kredit, SM diminta lagi uang deposito untuk jaminan asuransi Rp5,2 juta. SM kembali mentransfer lagi sesuai dengan jumlah yang diminta.
Mulai muncul kecurigaan dari SM karena koperasi simpan pinjam online tersebut dalam iklannya mengatakan bahwa uang pinjaman dapat cair dalam jangka waktu satu jam. SM kemudian menanyakan pada koperasi apakah setelah pembayaran deposito ada lagi pembayaran yang harus diurus. Tak lama kemudian ada konfirmasi dari koperasi, SM disuruh untuk mengirimkan nomor rekening untuk pencairan dana.
“Koperasi menanyakan jumlah saldo terakhir di rekening, saya jawab bahwa saldo terakhir di rekening sebesar Rp1,8 juta. Koperasi mengatakan telah melakukan pencairan dana ke rekening, tapi setelah diperiksa belum ada uang yang masuk dari koperasi,” kata SM.
Pihak koperasi mengirimkan tangkapan layar bukti transfer melalui internet banking kepada SM, namun di dalam bukti transfer tertulis ‘pending’. SM menanyakan lagi apa masalahnya karena ada tulisan pending dalam internet banking. Koperasi mengatakan jika SM harus mentransfer lagi Rp13 juta untuk pembayaran pajak. SM menanyakan mengapa dirinya harus membayar pajak. Ketika menanyakan hal itu, SM mendapatkan ancaman.
“Koperasi mengatakan, kalau saya tidak membayar Rp13 juta, kontrak kerja sebagai PMI akan dicabut oleh BNP2TKI dan akan dipulangkan ke Indonesia. Saya bilang tidak takut dengan ancaman tersebut karena kontrak kerja tidak ada hubungannya dengan pinjaman koperasi dan BNP2TKI,” kata SM.
Perjanjian antara SM dan koperasi memang telah ditandatangani, namun perjanjian itu menurut SM berlaku setelah pencairan dana apabila SM melanggar tidak membayar angsuran tepat waktu. Dari sana, kisruh dan pertentangan antara SM dan pihak koperasi terjadi. SM kemudian diblokir oleh pihak koperasi. Selanjutnya, SM memberikan komentar di halaman Facebook koperasi, koperasi kemudian membuka blokirannya lagi. Bersambung..