Kuala Lumpur—Pagi hari ketika tanah masih basah, pukul 06.00 (05.00 WIB) kami melangkah keluar dan memulai aktivitas dengan pergi ke kantor IMAN Resources. Redaksi Serantau berkesempatan mengikuti seluruh proses pemulangan mandiri salah seorang buruh migran Indonesia yang tidak berdokumen di IMAN Resources pada Kamis (11/06/2015).
Ketika sampai di daerah Sri Rampai, Wangsa Maju, Kuala Lumpur, situasi sudah ramai. Banyak buruh migran overstay yang hendak mengurus kepulangan melalui jasa IMAN Resources. Tentu saja momen puasa dan lebaran menjadi alasan untuk mudik ke kampung halaman dan berkumpul dengan keluarga. Dari pemandangan itu tidak ketinggalan banyak calo yang menghampiri kami dengan menawarkan jasanya.
Dari pantauan Redaksi Serantau, suasana di lantai 3 tempat dimana IMAN Resources berkantor sudah sangat ramai. Padahal kantor IMAN sendiri baru buka pukul 07.00 pagi. Suasana desak-desakan pun tidak dapat dihindarkan untuk berebut nomor urut.
Kami berusaha mewawancarai salah seorang pegawai IMAN. Namun, tidak satu pun bersedia memberikan keterangannya dengan alasan Datuk Azzrin (Direktur Utama IMAN) sedang berada di luar kota. Kami hanya dipersilahkan mengambil gambar proses pelayan di sana.
Menurut data dari KBRI Kuala Lumpur, jumlah buruh migran yang melalui jasa IMAN Resources sebanyak 29.126 orang sepanjang 2014. Lalu pada 1 Januari 2015-21 Mei 2015 sebanyak 21.787 orang. Perusahaan ini melayani pemulangan mandiri bagi buruh migran di Malaysia yang tidak berdokumen di semua negeri Malaysia, kecuali Sabah dan Serawak.
Jasa pemulangan IMAN Resources merupakan satu-satunya perusahaan yang ditunjuk oleh Kementrian Dalam Negeri (KDN) Malaysia. Hal ini untuk mendukung kebijakan KDN terkait program 6P (Program Pendaftaran, Pemutihan, Pengampunan, Pemantauan, Penguatkuasaan dan Pengusiran). HSB (nama samaran), seorang buruh migran pengguna jasa IMAN Resources mengatakan jika biaya pengurusan untuk pulang terlalu mahal.
“Saya membayar RM.822 untuk compoun/denda dan RM760 untuk tiket pesawat pulang ke Surabaya yang juga beli di sana. Belum lagi ongkos transporasi bolak-balik untuk pengurusan ke sini,”ujar HSB.
Kebijakan pemulangan ini dinilai sangat diskrimanatif bagi buruh migran Indonesia. Andik, Ketua Pertimad, mempertanyakan kenapa hanya buruh migran asal Indonesia saja yang melalui IMAN Resources, sedangkan buruh migran dari negara lain tidak.
“Pekerja overstay Bangladesh juga membayar compoun/denda lebih murah, yakni RM600. Dan kalau membayar ke Imigraso hanya RM400,” ungkap Andik.
Ketika ditanyakan pada Wakil Dubes RI untuk Malaysia, Hermono, mengenai mahalnya biaya, ia menjawab jika KBRI Kuala Lumpur telah berusaha untuk meminta biaya tersebut turun menjadi RM600, tetapi belum direspon.
Sementara itu Hariyanto, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), mengkritisi jika ada monopoli dan keuntungan yang dikeruk oleh IMAN Resources.Setidaknya ada 75 milyar lebih uang yang telah dikeruk oleh IMAN Resources dari buruh migran. Hasil itu didapat dari penjumlahan buruh migran yang pulang melalui IMAN Resources, dikali biaya jasa RM422, dikali rate kurs Rp. 3.500. Masih ditambah juga dengan pendapatan dari monopoli penjualan tiket kepulangan.
Hariyanto menyayangkan bahwa praktik privatisasi di Malaysia sangat parah. Pelayanan untuk pemulangan, menurut Hariyanto seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Tapi dilimpahkan kepada swasta yang cenderung profit-oriented.
“Berbisnis boleh, tapi ada etikanya. Kalau ini pemerasan namanya. Padahal tak semua buruh migran kita menjadi tak berdokumen karena disengaja, tetapi banyak dari mereka menjadi seperti itu karena tertipu oleh agen,” tukas Hariyanto.