Wati (32), bukan nama sebenarnya, adalah potret perjuangan buruh migran. Perempuan asal Jombang, Jawa Timur ini berangkat ke Malaysia sebagai wisatawan (1/5/13) melalui bandar udara Senai, Malaysia dengan tiket pulang pergi. Ia merencanakan bekerja di Malaysia karena iming-iming temannya yang menjanjikan pekerjaan di kantor dan akan dibuatkan permit kerja. Namun sayang, setibanya di Malaysia, Ia diserahkan pada seorang penduduk tempatan, dikurung dan hanya dijadikan budak seks. Permit yang dijanjikan tidak kunjung Ia terima. Keadaan sangat buruk dialami Wati berlangsung selama 6 bulan.
Wati tidak tahan dan berhasil melarikan diri dari rumah tempat Ia disekap, lalu kabur ke Butterworth, Penang, Malaysia. Ia kemudian bertemu seseorang yang menjanjikan permit kerja. Wati kemudian diproses, Ia dibawa ke Thailand untuk cop paspor keluar Malaysia sebagai syarat untuk pengurusan permit kerjanya.
“Tapi sama saja, kejadian buruk kembali saya alami, saya diserahkan ke rumah seseorang dan disanalah peristiwa tragis terulang lagi. Saya kembali disekap di sebuah rumah dengan sesorang lelaki cacat mental berumur sekitar 35 tahun. Saya baru mengetahui kalau kenalan saya tersebut adalah seorang agen. Karena tidak tahan saya pun ingin berhenti tetapi agen tersebut memberitahu kalau mau berhenti, saya harus membayar ganti rugi sebesar RM 4,800.00 atau setara dengan Rp 17,1 juta.” ungkap Wati dengan mata berbinar.
Merasa tidak sanggup membayar biaya sebesar 17 juta lebih, Wati yang tidak mendapatkan gaji selama 6 bulan, berupaya untuk kabur. Wati memutuskan lari dari rumah dengan cara terjun dari ketinggian kurang lebih 17 meter.
“Sungguh kuasa dan keajaiban Tuhan, saya loncat dari ketinggian sekitar 17 meter, di bawah adalah tanah berlumpur, walau seluruh tubuh sangat sakit, namun saya selamat,” papar Wati.
Sambil menahan sakit, dengan membaca surat Yasin, Wati coba bangkit sambil merangkak dan memanjat tembok tetangga dan terjatuh sekali lagi di kolam ikan. Sebab tidak berdaya lalu dia sembunyi di taman sambil menunggu dan berharap ada seseorang yang akan membantunya.
“Saat itu hujan sangat deras, saya bertanya dalam hati kenapa tidak ada seorang pun yang tahu kalau ada orang yang bernasib seperti ini. Semalaman saya tidur bersama katak dan sama sekali tidak bisa merasakan tubuh saya sendiri karena saya lumpuh. Wallahu’alam atas izin Allah saya selamat karena ditolong tukang kebun keesokan harinya, lalu saya dibawa ke klinik terdekat.” ungkap Wati dengan matanya yang berbinar sembari mengingat situasi tragis tersebut.
Hasil diagnosis dokter, Wati mengalami patah tulang belakang dan serpihan tulang ada yang masuk kedaging. Walaupun mengalami berbagai situasi buruk di Malaysia, Wati masih bersyukur, karena masih diberi kesempatan hidup sebab dia tahu masih banyak lagi Wati-Wati lain di Malaysia yang bernasib malang.
Menurut Wati pilihan manjadi TKI ke Malaysia adalah keterpaksaan, karena tuntutan kebutuhan untuk menghidupi keluarga di Indonesia. Kisah Wati adalah sebuah potret dimana negara gagal menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan membiarkan warga negaranya untuk memilih jalan berisiko, migrasi terpaksa ke negeri sebrang. Kini Wati tetap memilih bekerja di Johor Malaysia, berkat bantuan seseorang, Ia pun dapat bekerja di tempat yang layak dengan permit yang sah.