Kiprah

Ramadan di Negara Penempatan Buruh Migran

Author

Kegiatan Buka Puasa Bersama di Shelter KBRI Singapura (dokumentasi Atien Suwito)
Kegiatan Buka Puasa Bersama di Shelter KBRI Singapura (dokumentasi Atien Suwito)

Suasa ramadan di luar negeri tentu berbeda dengan suasana ramadan di tanah air. Perbedaan suasana ramadan itulah tak jarang membuat buruh migran yang merantau ke luar negeri rindu untuk pulang. Namun tak bisa begitu saja pulang, karena tuntutan pekerjaan banyak Buruh Migran Indonesia (BMI) yang merayakan ramadan dan lebaran di negara penempatan.

Di bulan ramadan BMI/TKI sektor domestik di Arab Saudi misalnya, disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaannya, terlebih lagi di hari-hari menjelang lebaran. Thobib dari Komunitas Gusdurian di Arab Saudi menceritakan pada Redaksi Buruh Migran jika BMI/TKI yang menjadi sopir dan Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) akan tambah sibuk di bulan ramadan. Sedangkan TKI yang bekerja di perkantoran atau perusahaan lebih santai karena hanya bekerja selama 6 jam saja ketika ramadan.

“Meski banyak buruh migran yang sibuk, kita tetap menjalankan puasa ramadan 15 jam. Selain itu juga ada kegiatan buka bersama dan umroh bersama,”ujar Thobib.

Sama halnya dengan Arab Saudi, BMI/TKI yang tinggal di Taiwan juga melaksanakan ibadah puasa selama kurang lebih 15 jam. Atin Safitri, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Taiwan menceritakan jika kegiatan-kegiatan ramadan seperti buka bersama, tadarus bersama, diadakan di masjid-masjid Taiwan. Meskipun demikian tak semua buruh migran bisa keluar saat jam-jam kegiatan ramadan itu. Pun demikian dengan di Hong Kong, Fera Nuraini, BMI Hong Kong, bercerita jika tak semua buruh migran bisa melaksanakan salat tarawih.

“Kegiatan tarawih biasanya diadakan pukul 8 malam, padahal pada pukul 8 sebagian besar buruh migran sudah kembali ke rumah majikan,”kata Fera.

Kondisi berbeda dirasakan oleh buruh migran di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura, karena ibadah puasa di negara tetangga ini hanya 13 jam dari pukul 5.33 – 7.18. Buka puasa dan kegiatan keagamaan lain pun diselenggarakan oleh komunitas buruh migran, salah satunya Indonesian Family Network.

“Kami (IFN) menggelar buka puasa bersama, belajar baca Qur’an, dan mengundang ustadzah untuk tausiyah dengan tema-tema kewanitaan,”ujar Atien Suwito dari IFN pada Redaksi Buruh Migran.

Ramadan berada di negara penempatan buruh migran pun memiliki tantangan sendiri, mulai dari panjangnya waktu puasa sampai terbatasnya waktu ibadah bagi buruh migran di negara muslim minoritas. Bagi sobat buruh migran yang tinggal di negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim, komunikasikan jadwal ibadah ramadhan baik saat puasa atau saat melaksanaan ibadah lainnya agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.