Kamis, 14 Maret 2013 para peserta Dialog Nasional Refleksi Kondisi Buruh Migran Indonesia melakukan audiansi dengan Kepala BNP2TKI, Mohammad Jumhur Hidayat. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari acara Dialog Nasional yang digelar Yayasan Tifa bekerja sama dengan BNP2TKI melalui dukungan Ausaid dan JSDF World Bank (13-14/03/13). Rombongan tiba di Gedung BNP2TKI sekitar pukul 09.00 WIB.
Audiensi dengan Kepala BNP2TKI dibuka dengan presentasi Mohammad Jumhur Hidayat tentang data migrasi, sebaran migrasi, sistem online BNP2TKI, dan kerja-kerja pelayanan pengaduan di Crisis Center BNP2TKI. Tentang proses penempatan, Jumhur Hidayat mengatakan BNP2TKI selain melakukan penempatan G to G juga melakukan penempatan G to P, Government to Private di Timur Leste dan Malaysia.
“Pada tahun 2013, kami akan menempatkan TKI ke Timur Leste, saat ini Timur Leste membutuhkan sebanyak 75 orang perawat dari Indonesia,” tutur Jumhur Hidayat kepada para peserta audiensi.
Peserta audiensi kemudian diberikan kesempatan bertanya kepada Kepala BNP2TKI. Endang dari Perkumpulan Pancakarsa Mataram menanyakan kejelasan koordinasi dan peran antara BNP2TKI dengan Kemenakertrans dan Kemenlu terkait kasus hukuman mati TKI asal Lombok?. Selain beberapa pegiat BMI, Pegiat redaksi Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) juga memanfaatkan kesempatan audiensi untuk menanyakan persoalan KTKLN kepada Jumhur Hidayat.
“Kami menanyakan mengapa persoalan KTKLN berlarut-larut, dari pecegahan penerbangan TKI yang melanggar hukum, hingga kebijakan BNP2TKI untuk memberi wewenang kepada agensi pekerja W-Force SDN.BHD di Malaysia dan organisasi TKI, KOTKIHO di Hong Kong untuk mengorganisir penerbitan KTKLN di luar negeri. Jumhur Hidayat menjawab bahwa penerbitan KTKLN oleh KOTKIHO di Hong Kong dikarenakan KJRI tidak mau segera melayani pembuatan KTKLN untuk TKI. Terkait KTKLN, Kami juga meminta BNP2TKI berkenan untuk duduk bersama dengan pegiat BMI, “tutur Fathulloh pegiat PSD-BM.
Peserta Audiensi dari delegasi pemerintah daerah, Rochus Gonzales dari Dinsosnakertrans Belu, NTT juga mempertanyakan sistem informasi data penempatan TKI yang tidak mendukung pelacakan data penempatan. Sistem pendataan migrasi TKI pun terkesan tidak efektif karena harus ada dua sistem yang berbeda, Sistem KTKLN dan Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN).
Keseluruhan diskusi dapat dibaca di daftar rekam Twitter berikut: