Seorang Buruh Migran Indonesia (BMI) di Korea Selatan berinisial S (39) bersedia bercerita pengalaman yang dialamiinya saat di Bandara Juanda Surabaya. Ketika ditemui di Ansan Korea Selatan pada pukul 18.00 waktu setempat (1/4/12), BMI asal Tulungagung Jawa Timur tersebut menyampaikan kisahnya saat dia cuti selama 2 bulan sejak Agustus 2011.
Kebanyakan apabila seorang BMI cuti, maka mereka harus disibukan untuk mengurus Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang berbelit, membutuhkan waktu lama, biaya yang tidak sedikit (karena harus melakukan perjalanan ke BP3TKI di daerah Jagir Wonokromo), serta harus membayar biaya asuransi minimal seharga Rp170.000,-.
Pada Imron Rosyadi, S menceritakan hal aneh yang ia alami saat akan kembali ke Korea. Tanpa disibukkan mengurus KTKLN, oleh travel Abdul Karim di Kecamatan Ngunut Tulungagung S ditawari sebuah jasa agar bisa lolos dari pemeriksaan petugas di Bandara Juanda Surabaya meskipun tidak memiliki KTKLN. S bersama beberapa teman BMI lain dengan tujuan Singapura, Hong Kong, Taiwan dan lain-lain cukup diminta biaya Rp.200.000,- untuk bisa terbang ke negara tujuan kerja tanpa memiliki KTKLN.
Modus yang dilakukan jasa travel adalah membayar petugas imigrasi di Bandara Juanda dan rombongan BMI pengguna jasa travel tersebut bisa melewati jalur “khusus” tanpa mengurus KTKLN. Biaya yang dibayarkan oknum travel kepada petugas di Bandara Juanda adalah sebesar Rp. 150.000,- untuk setiap BMI, sementara sisa uang bagi oknum jasa travel adalah sebesar Rp. 50.000,- dari biaya yang dibayarkan BMI.
Kejahatan kolusi dan penyuapan semacam ini berjalan sangat rapi. Secara bersama-sama (kolektif) para BMI yang menggunakan jasa ini diminta menyerahkan tiket pesawat dan paspor pada oknum travel. Oknum travel kemudian mengurus stampel imigrasi sekaligus menyerahkan uang untuk menyuap petugas.
Setelah itu tiket dan paspor dikembalikan pada masing-masing BMI dan para BMI berjalan ke dalam bandara tanpa harus melewati pintu pemeriksaan imigrasi lagi, akan tetapi melalui lorong khusus yang ada di sebelah tempat pemeriksaan kelengkapan imigrasi.
Menurut keterangan S diduga praktik kolusi ini tidak hanya dilakukan oleh satu jasa travel saja, melainkan, seolah menjadi praktik yang umum dilakukan di Bandara Juanda. Jika melihat cara kerja mereka, tampak sekali aksi semacam ini dilakukan secara terorganisir oleh para oknum yang tidak bertanggungjawab di Bandara Juanda Surabaya.
Lantas, dengan adanya praktik kejahatan seperti ini, apakah kita masih diam dan setuju dengan adanya KTKLN?, sementara aparat di Bandara Juanda masih berprilaku semacam ini. Apakah pemerintah juga masih diam dengan kebijakan KTKLN yang sarat persoalan.
apakah tidak ada satupun petugas yg berjaga di bandara surabaya, Pak? apakah jika kita mendarat di bandara lain misalnya jogja atau solo, ada petugas KTKLN juga ya?
Hal yang sama juga di KJRI san Francisco. tidak di Indo atau Amerika, pelayanan keimigrasian memang paling buruk.
Setiap pelayanan buruk KBRI/KJRI bisa kawan-kawan laporkan ke Ombudsman RI melalui form online di alamat ombudsman.go.id
Betul … sekali mas Joko, pelayanan buruk lembaga publik bisa kawan-kawan laporkan ke Ombudsman. Namun jangan lupa untuk memantau perkembangan laporannya, karena Ombudsman juga butuh terus didesak, jika tidak laporan hanya akan jadi laporan, dan persoalan tidak bisa terselesaikan.