Migrasi ketenagakerjaan sekilas memang berbeda dengan perdagangan manusia. Migrasi disebut-sebut sebagai proses formal yang dilakukan atas persetujuan dan keinginan indvidu. Keputusan berangkat bekerja di luar negeri diambil secara mandiri, bebas dan tanpa paksaan. Calon buruh migran atau yang dikenal dengan sebutan tenaga kerja Indonesia (TKI) dianggap tidak mendapat paksaan saat memutuskan untuk bermigrasi. Benarkah?
Proses pemberangkatan calon TKI, secara formal maupun informal, sekilas memang berbeda dengan perdagangan manusia. Tetapi, pada prakteknya proses pemberangkatan bisa saja masuk dalam kategori perdagangan manusia apabila memenuhi beberapa aspek definitif tentang perdagangan manusia. Meski sekilas seperti proses formal yang diatur dalam aturan undang-undang nomor 39 tahun 2004, praktek percaloan dan penempatan TKI melalui PPTKIS dapat saja bernilai seperti perdagangan manusia.
Bagaimanakah proses penempatan tenaga kerja yang tergolong perdagangan manusia? Perdagangan manusia menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi pembayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antara negara untuk tujuan eksplotasi atau mengakibatkan orang lain tereksploitasi.
Beberapa praktek perekrutan dan penempatan TKI disinyalir telah memenuhi aspek definisi perdagangan manusia. Praktek percaloan yang mengaburkan informasi pokok atau penipuan, praktek penjeratan hutang yang dilakukan oleh PPTKIS, pemalsuan dokumen yang akan digunakan sebagai prasyarat migrasi adalah bentuk perdagangan manusia. Melalui proses tersebut, TKI menjadi kelompok yang tereksploitasi dan tidak berdaya.
Proses penandatangan perjanjian kerja yang disisipi unsur pemaksaan, seperti pemberian waktu singkat untuk membaca perjanjian atau tidak adanya penjelasan akurat dan rinci atas isi juga merupakan bentuk pemaksaan pemindahan orang untuk bekerja. Praktek pembatasan komunikasi selama dalam penampungan yang menyebabkan calon buruh migran berada dalam situasi tidak berdaya untuk mengambil keputusan atau berkonsultasi dengan orang lain dalam pengambilan keputusan termasuk dalam kategori penyekapan.
Sekilas, pelbagai praktek tersebut kerap terjadi selama proses penempatan TKI. Pelbagai aduan yang masuk ke Pusat Sumber Daya Buruh Migran, beberapa di antaranya menunjukkan adanya proses yang tidak tepat dalam penempatan dan mengarah pada perdagangan orang.
Prinsip-prinsip pokok tentang perdagangan manusia dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 perlu diketahui secara rinci oleh calon buruh migran. Pengetahuan tersebut dapat mencegah penjerumusan calon TKI ke dalam persoalan perdagangan manusia. Pengetahuan tersebut dapat pula digunakan untuk mengawasi praktek penempatan yang dilakukan oleh perusahaan penempatan tenaga kerja.