News

(Bahasa Indonesia) Mantan ABK Tuntut Pemerintah Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 188

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Mantan ABK Afrika Selatan Menuntut Ratifikasi Konvensi ILO 188
Mantan ABK Afrika Selatan Menuntut Ratifikasi Konvensi ILO 188

Sebanyak 74 mantan ABK yang sempat ditahan di penjara Afrika Selatan dan tidak dibayar gajinya menuntut pengesahan Konvensi ILO nomor 188 tentang Work in Fishing. Mengenai penuntutan ratifikasi tersebut terjadi karena pemerintah Republik Indonesia belum mempunyai aturan khusus penempatan dan perlindungan pelaut perikanan atau ABK nelayan.

Adanya kekosongan hukum menyebabkan kerugian bagi ABK nelayan karena tak sedikit diantaranya menjadi korban tindak pidana perdagangan orang dan perbudakan modern. Menurut Bobi AM, Sekjen SBMI, UU No 39 tahun 2004 hanya mengatur tentang penempatan dan perlindungan buruh migran di darat. Sedangkan buruh migran di laut tidak diatur dalam undang-undang ini juga.

“Begitu pun yang terjadi pada UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang tidak mengatur buruh migran ABK nelayan,”ujar Bobi AM ketika berdiskusi dengan para ABK di sekretariat DPN SBMI.

Satu-satunya aturan yang khusus mengatur ABK nelayan adalah Peraturan Kepala BNP2TKI PER.03/KA/I/2013 tentang Penempatan dan Perlindungan Pelaut Perikanan yang terbit pada Januari 2013. Namun aturan kepala BNP2TKI tersebut dinilai Bobi tidaklah cukup karena aturan tersebut dibuat hanya untuk mengisi kekosongan hukum. Selain itu adanya aturan itu juga bentrok dengan pembagian kewenangan, Kemenakertrans sebagai regulator dan BNP2TKI sebagai pelaksana seperti yang diamanatkan dalam Permenakertrans No 14 tahun 2010.

Erna Murniaty, Ketua Umum DPN SBMI membandingkan peraturan tentang penempatan buruh migran di Filipina lebih komprehensif jika dibandingkan dengan peraturan di Indonesia. Peraturan di Filipina mengenai penempatan buruh migran sudah dibagi menjadi dua, yakni berbasis darat dan laut.
“Di Indonesia aturan penempatan buruh migran lebih banyak mengatur di darat dan ini sangat njomplang dengan sebutannya sebagai negara maritim,”ujar Erna.

Menurut data BNP2TKI yang tertuang dalam PER.03/KA/I/2013, masalah gaji, perjanjian kerja, kompetensi kerja yang rendah, menjadi beberapa masalah pokok yang sering dialami oleh ABK nelayan. Rizky Oktaviana, Koordinator ABK Afsel, berharap pemerintah yang berkuasa nanti peduli dengan nasib ABK Nelayan baik sekarang atau ke depan.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.