Jaringan Buruh Migran Indonesia Cabut UUPPTKILN 39/04 (JBMI) Hong Kong, Minggu (8/9/2013) mengadakan penggalangan petisi berupa tanda tangan dari seluruh BMI di Hong Kong. Ini dilakukan sebagai bentuk dukungan solidaritas terhadap kasus penganiayaan yang menimpa Kartika Puspitasari.
“Penggalangan petisi ini juga ditujukan guna menekan KJRI agar lebih meningkatkan kinerjanya dalam memberikan perlindungan pada TKI,” tutur Ganika Diristiani, salah satu koordinator JBMI.
Kasus Kartika hanyalah satu dari banyak kasus kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh majikan terhadap pekerja migran. Fakta di lapangan, kasus BMI yang mengalami kekerasan dan bernasib serupa Kartika ada lebih banyak, namun tidak terpublikasikan.
Berbagai kasus dan tindak pelanggaran tersebut disinyalir JBMI sebagai dampak dari lemahnya perlindungan yang diberikan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di sana. Lalu di mana perlindungan tiga lapis yang dijanjikan pemerintah dan tercantum dalam Undang-undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri (UUPPTKILN)?
Pada (15/9/2013) mendatang aksi solidaritas akan dilakukan guna menyerahkan petisi tersebut kepada KJRI Hong Kong. Dengan begitu KJRI diharapkan dapat memberi perlindungan dan pelayanan lebih baik terhadap BMI.
“Apapun yang terjadi, KJRI harus membantu Kartika untuk memenangkan kasusnya. Ini bukan hanya soal kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menimpa Kartika dan BMI lain, namun sudah menyangkut nama baik dan harga diri Indonesia di Hong Kong!” terang Ganika.
Ganika berharap dengan dilakukannya petisi ini, BMI yang belum bergabung dengan organisasi dapat mengetahui bagaimana kinerja dan kelemahan KJRI dalam memberikan perlindungan dan pelayanan pada BMI.