News

(Bahasa Indonesia) Biaya Penempatan Berlebih (Overcharging) Mencekik BMI

Author

Sorry, this entry is only available in Indonesian.

Ilustrasi Jeratan Hutang TKI Ketika Terkena Overcharging
Ilustrasi Jeratan Hutang TKI Ketika Terkena Overcharging

Biaya penempatan berlebih (Overcharging) yang dibebankan PJTKI/PPTKIS kepada Buruh Migran Indonesia (BMI) masih menjadi persoalan besar yang belum terselesaikan hingga saat ini. Padahal semestinya menurut pasal 76 ayat 1 Undang-Undang 39 tahun 2004 tentang PPTKILN, PJTKI/PPTKIS hanya dapat membebankan 3 komponen biaya saja, yakni pengurusan dokumen jati diri, pemeriksaan kesehatan dan psikologi, pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja.

Abdul Rahim Sitorus, Koordinator Advokasi Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) menjelaskan bahwa kasus overcharging ini kerap dialami oleh BMI/TKI. Ia mencontohkan biaya penempatan di Taiwan dengan meminjam angka biaya penempatan untuk BMI/TKI Hong Kong yang sudah diatur oleh Kepmenakertrans sebagai berikut:

1. Pengurusan dokumen jati diri seperti paspor sekira 105 ribu
2. Pemeriksaan kesehatan dan psikologi sekira 950 ribu
3. Pelatihan kerja dan sertifikat kompetensi kerja sekira 8,5 juta

Jika ditotal biaya penempatan yang seharusnya dibebankan pada BMI Taiwan hanya sekira 10 juta. Menurut Abdul Rahim Sitorus jika biaya penempatan dibebankan pada BMI/TKI lebih dari itu maka PJTKI/PPTKIS telah melakukan overcharging.

“PJTKI yang terbukti membebankan biaya penempatan lebih dari biaya aslinya dapat dijatuhi hukuman penutupan atau pencabutan SIPPTKI sesuai Permenakertrans No 17 tahun 2012,” ujar Abdul Rahim Sitorus.

Untuk membuktikan PJTKI melakukan overcharging atau tidak maka BMI/TKI bisa membandingkan biaya yang dikeluarkannya dengan ketentuan biaya penempatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Binapenta. Jika memang BMI/TKI terbukti melakukan overcharging maka BMI/TKI bisa menuntut pihak PJTKI sebagai pelaku overcharging dengan cara :

1. BMI/TKI harus memiliki bukti telah dipungut biaya penempatan berlebihan oleh PJTKI secara tunai atau melalui potongan gaji berupa kwitansi atau bukti pembayaran.

2. Meminta bantuan organisasi BMI/TKI atau serikat buruh untuk mengadvokasi perkara overcharging.

3. Melakukan judicial review atau pencabutan ke Mahkamah Konstitusi pasal 24 UU PPTKILN yang mewajibkan setiap BMI/TKI informal seperti pekerja domestik memakai jasa agensi asing (mitra PJTKI). Ketika pasal tersebut dicabut maka BMI/TKI akan lebih diuntungkan.

Biaya penempatan BMI untuk beberapa negara tujuan (Hong Kong, Singapura, Korea Selatan) memang sudah diatur melalui keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun sampai sekarang penegakan hukum masih lemah, karena masih banyak PPTKIS/PJTKI yang tidak mentaati Keputusan Menteri dan di sisi lain tidak ada pemantauan serta penindakan tegas oleh Kemenakertrans terkait PPTKIS/PJTKI yang melakukan overcharging.

Persoalan lain yang muncul, hingga saat ini juga belum ada keputusan Menakertrans yang menetapkan biaya penempatan untuk BMI/TKI tujuan Taiwan. Hal ini membuat BMI Taiwan berada dalam situasi tanpa kepastian hukum dan tidak jelas berapa biaya yang seharusnya mereka bayar untuk proses bekerja di Taiwan.Sementara di pihak lain pengusaha PPTKIS/PJTKI semena-mena membebani biaya penempatan yang sangat besar kepada BMI, yakni pada kisaran 40 hingga 60 juta per orang. Alih-alih bekerja untuk mencari penghidupan layak di luar negeri, dengan beban biaya sebesar itu, BMI akan terjebak dalam jerat hutang dan pemerasan.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.