News

Peluncuran Buku Fikih Pekerja Migran

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Peluncuran Buku Fikih Pekerja Migran

Bekerja di negara dengan kondisi sosial, agama, dan budaya berbeda menghadirkan tantangan dan kegelisahan bagi pekerja migran Indonesia (PMI). Terlebih bagi PMI muslim yang ingin mengamalkan ajaran agamanya. Dalam kondisi yang serba terbatas, minat untuk terlibat dalam majelis dan forum keagamaan di negara tujuan kerja seperti Hong Kong, Makau, Korea Selatan, dan negara-negara sejenis justru meningkat.

“Meningkatnya keterlibatan PMI dalam kegiatan keagamaan salah satunya untuk menghapuskan dahaga belajar agama,” ujar Ridwan Wahyudi, Manajer Program Yayasan Lembaga Kajian Pengembangan Pendidikan, Sosial, Agama, dan Kebudayaan (INFEST) Yogyakarta selaku moderator dalam peluncuran buku Fikih Pekerja Migran: Respon atas Masalah-masalah Pekerja Migran Indonesia di Negara Tujuan, Minggu (28/2/2021). Acara ini berlangsung secara daring dan disiarkan langsung melalui Facebook Voice of Migrants (VoM).

Buku Fikih Pekerja Migran ditulis oleh KH Marzuki Wahid dan Kyai Imam Nakha’i yang diterbitkan oleh Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM) INFEST Yogyakarta. Menurut Marzuki Wahid, buku Fikih Pekerja Migran berangkat dari berbagai pertanyaan yang diajukan oleh para pekerja migran. Berbagai pertanyaan merentang dari urusan ibadah, muamalah, hingga siyasah. Misalnya, bagaimana caranya salat jika majikan punya anjing? Apa pandangan agama kalau saya memasakkan babi untuk majikan saya? Atau, apa pengertian jihad dalam konteks pekerja migran?

“Dalam fikih selalu didefinisikan sebagai suatu pengetahuan mengenai hukum syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil terperinci. Di dalamnya ada ijtihad. Makannya dalam fikih ada perbedaan pendapat antar ulama. Perbedaan itu adalah rahmat bagi umat. Mungkin, dalam kasus yang sama di Indonesia, di Hongkong, di Saudi, bisa jadi hukumnya berbeda. Mengapa? Karena fikih memungkinkan perbedaan ini,” ujar Marzuki Wahid.

Sebelumnya, lanjut Marzuki Wahid, ia dan Imam Nakha’i pernah menulis buku dengan judul yang hampir mirip yakni Fiqh Keseharian Buruh Migran, Jawaban atas Pelbagai Masalah Keagamaan yang Dihadapi Buruh Migran. Buku ini diterbitkan oleh Institut Studi Islam Fahmina, ILO, dan Sarbumusi NU.

“(Buku) pertama berdasarkan perjalanan teman-teman pekerja migran dari rumah, penampungan, negara tujuan, dan kembali ke tanah air. Kalau buku kedua ini berdasarkan bab-bab di dalam fikih, ada masalah ibadah, puasa, muamalah, ada juga soal perkawinan, perceraian, dan politik. Karena saat itu muncul isu soal khilafah,” terang marzuki Wahid.

Menurut pegiat VoM, Husna Kusnaini, minat pekerja migran untuk belajar agama di Hong Kong cukup besar. VoM mencatat lebih kurang ada 150 majelis taklim yang aktif di Hong Kong. Dengan hadir dalam majelis-majelis taklim, para pekerja migran membutuhkan jawaban atau pandangan keagamaan tentang kondisi yang mereka hadapi sehari-hari. Selain itu juga untuk menguatkan mental teman-teman PMI. “Yang dibutuhkan bukan hanya jawaban yang tekstual tetapi juga memahami kondisi psikologis kami,” terang Husna.

Sebagai penulis, Marzuki berharap buku ini bisa menjawab problem-problem yang dihadapi pekerja migran dalam konteks beragama.“Insha allah, semua pendapat dalam buku ini ada rujukannya. Ini bisa menjadi dasar dan landasan dalam mengambil sikap untuk menghadapi kondisi di sana. Kami berprinsip, agama harus berpihak,” tutur Marzuki.

Tulisan ini ditandai dengan: Fikih Fikih Pekerja Migran Hong Kong 

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.