(Bahasa Indonesia) Anak PMI di Desa Bringinan Tertipu hingga Puluhan Juta

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

(Keterangan foto: Barno, Kades Bringinan, sedang menunjukkan bukti gambar pelaku korban penipuan)

Malang tidak ada yang pernah bisa menebak. Begitu juga seperti yang dialami salah satu pemuda asal desa Bringinan. Pemuda ini bernama Supriyanto (23). Ia merupakan anak dari pekerja migran Indonesia (PMI) Bringinan yang mengalami apes hingga puluhan juta hanya melalui transaksi jual beli via online. 

 

Suprianto membelanjakan uang yang merupakan hasil jerih payah ibunya di Malaysia. Di desanya, pria yang kerap disapa Anto ini adalah anak muda yang termasuk jarang bersosialisasi dengan pemuda lainnya di desa Bringinan. Ia tidak banyak berbaur dengan para pemuda seusianya, apalagi bergabung dengan komunitas Karang Taruna yang ada di desa. Hidupnya lebih banyak dihabiskan di rumah. 

 

Kepala desa (Kades) Bringinan, Barno, mendapat laporan dari warganya yang bekerja di Hongkong. Warga tersebut mendapat cerita dari Supriyanto. Ia melaporkan kepada Kades bahwa di desanya ada seorang pemuda yang baru saja menjadi korban penipuan. 

 

Kronologi Kasus 

 

Saat ini, kasus berkedok promo handphone (Hp) sudah ditangani oleh pemerintah desa (Pemdes) Bringinan. Menurut Kades Bringinan, pada tanggal 7 Februari 2019, Supriyanto melihat salah satu akun instagram bernama “sinarponsel_57” dan melihat promo jualan handphone OPPO F9 dengan harga Rp. 1.000.000,-. Setelah itu, Supriyanto langsung menghubungi nomor Whatsapp yang tertera di akun tersebut dengan nomor 082190439315. 

 

Menurut Supriyanto, setelah dia merasa tertarik untuk membeli handphone tersebut, terjadi kesepakatan dengan penjualnya. Tidak lama kemudian, Supriyanto langsung transfer uang sebesar Rp 1.000.000,- melalui ATM BRI unit Ngumpul pada pukul 22.24. Rekening penerima atas nama Isa Istiko dengan nomor rekening 0719655442, Bank BNI. 

 

Setelah menunjukkan bukti transfer, dari pihak penjual menunjukkan barang yang sudah dibungkus dan siap dikirim. Namun, Supriyanto belum menyadari bahwa pengirim barang berada di luar negeri, meski rekening yang digunakan adalah rekening Indonesia. Supriyanto hanya menyadari alamat yang dituju sudah sesuai dengan alamat rumahnya di desa.  

 

Beberapa jam kemudian, ia dihubungi oleh Bea Cukai, katanya barang tersebut adalah barang Black Market atau BM. Orang bea cukai menyatakan bahwa barang tersebut bisa dikirim jika Supriyanto mengirim uang Rp 5.000.000,- sebagai uang jaminan. Tanpa sadar, Supriyanto transfer uang tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaan, Supriyanto diminta untuk kirim uang lagi sebesar Rp 10.000.000,- dengan ancaman jika Supriyanto tidak kirim uangnya, maka ia akan ditangkap karena membeli barang BM. 

 

Dalam kurun waktu dua hari, ia mendapat telpon dan pihak penelpon mengaku dari kejaksaan. Perkara yang disampaikan oleh kejaksaan menyatakan bahwa  perkara yang dialami oleh Supriyanto sudah menjadi kasus yang serius.

 

“Jika dipikir kembali dengan pemikiran waras, tidak mungkin sebuah kasus dalam dua hari sudah sampai ke kejaksaan, padahal prosedur P21 memerlukan proses yang sangat panjang,” ungkap Barno saat menceritakan kronologi yang dialami oleh Supriyanto kepada komunitas KOPI di desa Bringinan pada Senin, 1 Juli 2019.

 

Korban Diancam dan Dilarang Bercerita pada Siapapun

 

Sekali lagi Supriyanato mendapat ancaman untuk tidak menceritakan kejadiannya kepada siapapun, jika sampai tersebar, maka ia akan dikenai tindakan hukum.

 

Supriyanto merasa ketakutan, sehingga ancaman demi ancaman yang disampaikan kepadanya membuat ia terpaksa mengirim uang terus-menerus hingga tidak terasa uang sebesar Rp 85.000.000 miliknya habis. Alih-alih memiliki handphone baru dengan harga murah, tabungannya justru terkuras habis oleh penipu. 

 

Uang tersebut merupakan uang tabungan yang selalu dikirim oleh ibunya yang saat ini sedang bekerja di Malaysia. Di sisi lain, Supriyanto juga dikenal sebagai pemuda yang sangat berhati-hati dalam membelanjakan uang tabungannya. Ibunya mengaku selalu mengirim uang khusus untuk anaknya, sementara uang untuk keluarga dikirim melalui rekening milik suaminya. Bahkan hingga kasus penipuan menimpa anaknya, ayahnya juga tidak menyangka jika anaknya memiliki uang tabungan sebanyak itu. 

 

Korban Lain dengan Modus Serupa

 

Kasus sama dan dalam waktu yang sama, turut menimpa salah satu warga Bringinan yang sedang bekerja di Taiwan. Orang tersebut merupakan teman dari kepala desa. Ia mengaku membeli handphone di toko online yang sama seperti Supriyanto. 

 

Awal pembayaran transfer sebanyak Rp1.000.000,-. Meski sudah dinasehati oleh kepala desa untuk tidak meneruskan transaksi tersebut, namun hal tersebut tidak dipedulikan olehnya. Akhirnya ia baru sadar ketika uangnya sudah raib sebanyak Rp 20.000.000,-.

 

“Tidak bisa dipungkiri, dua korban yang mengalami penipuan tersebut memiliki riwayat pergaulan yang salah, yakni tidak mau berbaur dengan orang lain dan kurang pengalaman,” ungkap Barno yang mendampingi dua warganya untuk membuat laporan. 

 

Saat diwawancarai oleh berbagai media mengenai kasus yang menimpa dua warganya, Barno hanya berpesan agar cukup dua orang itu saja yang menjadi korban penipuan. 

 

“Cukup dua orang itu saja korban penipuan dari desa ini, selanjutnya agar pemuda dan siapa saja bisa mengambil pelajaran untuk berhati-hati saat melakukan transaksi jual-beli secara online. Perbanyak pergaulan, kalau di desa bisa bergabung dengan Karang Taruna agar bisa saling bertukar pikiran dan diskusi sehingga kejadian seperti ini tidak menimpa mereka,” pesan Barno yang merasa cukup prihatin dengan kejadian yang menimpa warganya. 

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.