Juwono: Purna Pekerja Migran Sukses Menjadi Pengusaha Otak-otak Lekor

Author

Ditulis oleh Marjuki*

Otak-otak lekor (bahasa Melayu) buatan Juwono digemari masyarakat, mulai anak sekolah hingga dewasa. Omzet usahanya kini mencapai 5 juta per hari, juga telah mempekerjakan 8-10 orang untuk produksi otak-otaknya.

Juwono bersama produk otak-otaknya (Sumber foto: Dokumen Pribadi Marzuki )

Sosok Purna Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang kini sukses membangun usaha otak-otak ini bernama Juwono (62). Berbekal keuletan dan pantang menyerah, warga asal Desa Nongkodono, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo, ini juga berhasil memberdayakan warga sekitar di lingkungan tempat tinggalnya.

Usaha otak-otak kemasan yang dibangun Juwono tidak terlepas dari hobi yang ditekuninya selama merantau sebagai PMI. Apalagi kalau bukan soal kuliner. Kegemarannya bereksperimen tentang beragam produk kuliner, membuatnya semakin optimistis mampu membangun usaha sendiri. Sebelum menjadi PMI di luar negeri, dia juga merantau ke Medan untuk jualan krupuk, lalu jualan baju di Kalimantan, serta jualan keliling di Jakarta.

Tekadnya menjadi seorang wirausaha membuatnya harus banting setir menjadi menjadi PMI di Malaysia guna mencari modal usaha sejak 1982 sampai 1986. Selain di Malaysia, Juwono juga pernah melanjutkan pengalamannya sebagai PMI di Brunei Darussalam pada 1987-1990. Setelah dari Brunei Darussalam, dia kembali ke Indonesia namun tidak langsung membangun usaha di desanya. Juwono memilih untuk memulai usaha membuat otak-otak di Jakarta selama 12 tahun.

Awal Mula Bangun Usaha di Kampung

Juwono mantap membangun usaha di desanya sejak 2003, dimulai dengan mangalihfungsikan bangunan di belakang rumahnya sebagai tempat produksi. Kini, ia telah melibatkan 8-10 orang pekerja yang ia gaji mulai dari senilai 1.050.000-1.500.000 rupiah per bulan. Jika ada pekerja yang lembur, dia akan memberikan tambahan senilai 10.000-20.000 rupiah per jam.

“Kalau seperti ini (merantau-red) terus, kekuatanku akan sampai batas apa? Opo yo arep merantau terus? Jadi ya harus bekerja keras dulu di luar negeri untuk mencari modal berwirausaha di kampung,” ungkap Juwono saat ditemui di rumahnya oleh kru buruhmigran.or.id, pada Sabtu (22/9/2018).

Juwono bersama para ibu yang bekerja mebuat otak-otak di rumahnya. (Sumber foto: Dokumentasi pribadi Marzuki)

Sebelum mantap membangun usaha otak-otak, Juwono menggadaikan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor-red) dan sertifikat tanah untuk merintis usaha otak-otak di rumahnya. Selain membuat sendiri produk otak-otaknya, Juwono juga memasarkan produknya sendiri. Dia menawarkan produknya mulai dari sekolah-sekolah, warung dan beberapa tempat umum lainnya.

“Saya sempat ditertawakan oleh saudara-saudara, tapi saya tetap menjalani profesi ini,” ungkap Juwono.

Waktu demi waktu, hasil usaha Juwono semakin dikenal oleh masyarakat. Produksi otak-otak buatannya pun semakin meningkat, bahkan membludak sampai kewalahan dalam proses pembuatan. Namun bukan berarti usahanya berjalan mulus seterusnya, karena Juwono juga tak jarang mengalami kendala dalam produksi. Dia sering terkendala pada alat-alat produksi, misalnya mesin adonan dan mesin cetak adonan yang belum normal sehingga perlu pembenahan lagi.

“Gas sering telat, ikan sering telat, padahal sekali datang mencapai 1 ton lebih. Belum lagi mesin cetak yang masih terkndala belum bisa maksimal dalam memproduksi, karena selama ini manual.”

Berdayakan Warga Sekitar

Jumlah uang hasil penjualan (omzet) produk otak-otak Juwono kini telah mencapai 5 juta per harinya. Dalam satu bulan, Juwono dapat meraup keuntungan 30 juta rupiah dari usaha pembuatan otak-otak lekor. Otak-otak lekor (bahasa Malaysia). Lekor atau Keropok lekor sendiri adalah kerupuk ikan yang menjadi makanan ringan tradisional bagi orang-orang Melayu di daerah Terengganu, Malaysia. Makanan ini juga disebut sosis ikan, ikan tongkat, atau ikan goreng. 

Otak-otak buatan Juwono berbentuk kecil seperti ulat dengan bahan yang mudah didapat seperti ikan, kanji, terigu, bawang putih, bawang daun dan garam. Ikan laut untuk bahan pembuatan otak-otak didapat dari Tulung Agung, Pacitan dan Lamongan yang sekali datang hingga 1-1,5 ton total keseluruhannya.

Dalam waktu dekat, Juwono juga berniat untuk mengembangkan usahanya. Dia akan mencoba membuat bakso dengan bahan dasar ikan laut. Lewat usaha yang digeluti dan dengan proses panjang yang dilaluinya, Juwono kini berhasil menyekolahkan ketiga orang anaknya sampai ke perguruan tinggi. Di luar pendidikan formal, Juwono juga terus melatih anaknya untuk terlibat dalam mengelola usahanya.

Suasana pekerja yang tengah sibuk produksi otak-otak di rumah Juwono (Sumber foto: dokumentasi pribadi Marzuki)

Selain sibuk mengelola usahanya, Juwono juga sering membagi pengalaman wirausahanya melalui sejumlah kegiatan seperti pelatihan wirausaha dan kegiatan sosial lainnya. Juwono biasanya berbagi pengalaman bukan sekadar tentang bagaimana membangun wirausaha, namun juga turut mendampingi dalam proses pemasaran produk. Warga yang pernah menjadi anak didiknya dalam pelatihan-pelatihan, kini telah menghasilkan produk makanan semacam pentol, corah, siomay dan makanan-makanan sejenisnya.

Otak-otak produk Juwono (Foto: dokumentasi pribadi Any Hidayati)

Seperti otak-otak pada umumnya, otak-otak khas buatan Juwono juga berbentuk kecil seperti ulat dengan bahan yang mudah didapat seperti ikan, kanji, terigu, bawang putih, bawang daun dan garam. Ikan laut untuk bahan pembuatan otak-otak didapat dari Tulung Agung, Pacitan dan Lamongan yang sekali datang hingga 1-1,5 ton total keseluruhannya.

“Membuat otak-otak ikan bukan sesuatu yang sulit, langkah-langkah yang dilakukan di antaranya menggiling ikan laut hingga halus, lalu adonan ikan laut dicampur dengan tepung kanji, tepung terigu dan bumbu yang sudah dihaluskan hingga merata. Setelah adonan jadi, adonan dimasukkan ke dalam cetakan plastik yang dilubangi ujungnya. Selanjutnya, otak-otak digoreng setengah matang. Nah, setelah ditiriskan, otak-otak mulai dikemasi dengan berat 0,5-1,5 kg,” papar Juwono pelahan.

Bagi Juwono, bekerja menjadi PMI di luar negeri bukanlah satu-satunya tumpuan harapan. PMI hanyalah salah satu batu loncatan, sarana usaha mengumpulkan modal. Di luar itu, PMI harus punya rencana usaha yang jelas dan bekerja keras, pantang menyerah, walaupun rugi harus tetap berusaha. Juwono juga berpesan, agar PMI harus memiliki jati diri agar tidak mudah tergoda pada sesuatu yang bisa merusak niat mereka dalam menyejahterakan keluarga.

====

*Keterangan Penulis: Marjuki adalah Ketua Komunitas Pekerja Migran Indonesia (KOPI) Desa Nongkodono, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo.

Sumber gambar: Pixabay

9 komentar untuk “Juwono: Purna Pekerja Migran Sukses Menjadi Pengusaha Otak-otak Lekor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.