Kamis, (27/10/2016) BNP2TKI mengadakan pertemuan dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hong Kong, DPN SBMI serta 26 Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS/PJTKI) pelaku overcharging yang sebelumnya dilaporkan SBMI Hong Kong. Menurut Hariyanto, Ketua DPN SBMI, dalam pertemuan tersebut sebagian besar PPTKIS sudah mengakui kesalahan melakukan overcharging dan juga mengakui kesalahan penempatan unprosedural.
Sayangnya, menurut Hariyanto, BNP2TKI masih bersikukuh tidak mau memberikan rekomendasi pencabutan pada Menaker dan masih ingin dilakukan penyelesaian di BNP2TKI. BNP2TKI malah memaafkan PPTKIS dengan alasan menertibkan tata kelola migrasi dan hanya meminta PPTKIS berkomitmen untuk tidak melakukan overcharging kembali.
“Tindakan BNP2TKI kurang tepat, karena seharusnya kalau PJTKI/PPTKIS sudah terbukti melakukan, langsung saja dibuatkan surat rekomendasi pencabutan izin ke Menteri Tenaga Kerja,” ujar Hariyanto.
Hariyanto berkata demikian karena tidak begitu yakin PPTKIS dapat berubah, karena jelas orientasi PPTKIS adalah bisnis penempatan, sehingga yang dikedepankan adalah keuntungan. Sementara itu korban overcharging di Hong Kong berharap adanya sanksi bagi PPTKIS yang sudah melakukan praktik biaya penempatan berlebih agar mereka jera.
Menurut keterangan Elis Susandra, Ketua SBMI Hong Kong, buruh migran korban overcharging juga berharap agar dokumen yang disita PPTKIS dikembalikan. Korban overcharging yang berangkat lewat program KUR juga menuntut PPTKIS membuat laporan akan melunasi hutangnya kepada bank, agar bank tidak datang menagih keluarga di Indonesia.
“PPTKIS harus menghubungi pihak agensi dan finance di Hong Kong supaya berhenti menagih dan meneror BMI korban overcharging. PPTKIS juga harus menulis surat resmi yang menerangkan bahwa PPTKIS akan menutup hutang-hutangnya, karena sampai saat ini masih ada agensi dan finance di Hong Kong yang menelpon ke BMI dan majikan untuk melunasi potongan gaji yang belum dibayar,” ujar Elis Susandra.
Praktik overcharging tidak hanya terjadi di Hong Kong saja, dari laporan yang masuk ke SBMI, saat ini sudah ada korban overcharging dari Taiwan dan Singapura yang masuk dalam daftar 26 PPTKIS yang sudah dilaporkan.
“Overcharging ini sebetulnya sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu, sekarang saatnya bersatu meminta keseriusan dari pemerintah Indonesia menindaklanjuti kasus overcharging untuk memberikan efek jera bagi PPTKIS seperti sanksi denda dan hukuman pidana,” ujar Elis Susandra.