News

Eni Lestari: Pemerintah Belum Paham Masalah Buruh Migran dan Solusinya

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Eni Lestari, Perwakilan Massa BMI saat melakukan Orasi (Sumber: FB Fera Nuraini)
Eni Lestari, Perwakilan Massa BMI saat melakukan Orasi (Sumber: FB Fera Nuraini)

Pemerintah Indonesia dinilai belum paham permasalahan buruh migran dan bagaimana merumuskan  solusinya. Pemerintah juga tidak punya sistem pengaduan yang disediakan untuk  masyarakat. Kalaupun ada, sulit diakses. Dengan demikian,  masyarakat  atau buruh migran yang mengalami masalah  kesulitan mengadu dan sulit mendapatkan  penyelesaian. Sementara selama ini,  pemerintah  tidak  mengakui organisasi/serikat buruh migran untuk diajak berdialog  dalam membuat kebijakan. Aturan dibikin-bikin sendiri tanpa keterlibatan buruh migran. Pandangan tersebut disampaikan oleh Eni Lestari Andayani Adi, Ketua International Migrant’s Alliance (IMA) yang pada 19 September 2016 lalu berpidato pada Sesi Pembukaan KTT PBB tentang Perpindahan Massal Pengungsi dan Migra di Kantor Pusat PBB, New York.

Lebih lanjut, Eni Lestari yang saat ini menjadi buruh migran di Hong Kong mengatakan bahwa persoalan dan eksploitasi terhadap  buruh migran tidak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga terjadi di dalam negeri. Baik pada saat sebelum berangkat (pra penempatan) maupun pada saat buruh migran sudah pulang ke tanah air (pasca penempatan). Persoalan dan eksploitasi yang dimaksud seperti, penyekapan dan penipuan oleh PJTKI/calo/oknum pemerintah, pemalsuan identitas,  kasus perdagangan manusia dan organ hilang seperti yang menimpa buruh migran asal  NTT hingga kasus buruh migran hilang kontak.

“Tetapi sayangnya, pemerintah tidak punya sistem pengaduan yang mudah  diakses, sehingga masyarakat atau buruh migran yang mengalami masalah  kesulitan mengadu dan sulit mendapat penyelesaian,” kata Eni Lestari dalam perbincangan dengan Redaksi Serantau, Sabtu (24/9/2016).

Permasalahan buruh migran, lanjut Eni, tidak cukup diselesaikan dengan cara menghentikan penempatan. Jika ingin migrasi paksa dan eksploitasi terhadap buruh migran khususnya sektor informal dihentikan,  solusi yang tepat adalah dengan menjamin rakyat punya tanah serta menjamin rakyat dapat  mengelola tanah dengan biaya yang murah. Pemerintah juga harus menjamin hasil pertanian  bisa dijual dengan harga layak, menurunkan semua harga kebutuhan dan pelayanan sehingga terjangkau termasuk biaya pendidikan dan kesehatan. Lebih penting lagi, pemerintah harus menyediakan lapangan kerja layak di daerah-daerah.  Maka, dengan sendirinya orang tidak perlu pergi  ke luar negeri menjadi buruh migran dan penyiksaan tidak perlu terjadi.

Jika semua itu belum bisa diwujudkan, setidaknya Eni mempunyai tiga harapan kepada pemerintah terkait  tatakelola penempatan dan perlindungan TKI. Harapan pertama supaya pemerintah bertanggungjawab secara langsung dengan tidak menyerahkan sepenuhnya kepada PJTKI yang notabene  adalah  pihak swasta. Pemerintah berkewajiban menyediakan training pra pemberangkatan secara komprehensif mencakup aspek skill sesuai jenis kerja, hukum dan sosial budaya masyarakat negara tujuan, dan lembaga-lembaga yang bisa memberi pertolongan diluar dan dalam negeri. Harapan kedua adalah pemerintah harus menyediakan sistem atau mekanisme pengaduan dan juga penuntutan ganti rugi bagi buruh migran yang menjadi Korban PJTKI.

“Harapan ketiga supaya buruh migran yang sudah di luar negeri diperbolehkan memilih antara mengurus perpanjangan kontrak mandiri atau melalui PJTKI/agen,” pungkas Eni

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.