Cerita Ahmad Nursaid menjadi buruh migran bermula ketika ia bersama temannya menemui sponsor yang biasa memberangkatkan buruh migran ke luar negeri. Lelaki yang disapa Said ini diberangkatkan lewat sponsor menghabiskan sekitar 51 juta untuk biaya penempatan ke Taiwan. Pada 3 Juli 2015, Said diberangkatkan oleh PJTKI ke Taiwan untuk bekerja sebagai buruh pabrik plastik. Dua bulan bekerja di Taiwan, Said mengalami kecelakaan kerja yang menyebabkan tiga jari tangan kirinya harus dipotong.
Majikan tempatnya bekerja memang langsung melarikan Said ke rumah sakit, ia kemudian dirawat selama 10 bulan. Tak berapa lama kemudian Said dipulangkan oleh pihak perusahaan yang mempekerjakannya. Said sempat protes karena ia merasa sudah sembuh dan dapat bekerja lagi, namun sayangnya perusahaan tidak mau menerima Said kembali. Bulan Juni 2016 Said dipulangkan oleh perusahaan dari Taiwan langsung menuju Indonesia.
Beberapa hari setelah kepulangan, Said langsung menuju PJTKI yang memberangkatkannya untuk meminta bantuan klaim asuransi. Bukannya menolong, pihak PJTKI malah meminta uang sebesar 15 juta dengan alasan pelunasan tanggungan bank untuk biaya penempatan. Said kemudian memberikan uang 15 juta dan pihak PJTKI berjanji akan membantu dalam proses klaim asuransi. Sayangnya setelah membayar 15 juta untuk menebus dokumen, pihak PJTKI enggan menguruskan klaim asuransi di Indonesia. Said malah diminta mengurus sendiri persyaratan klaim untuk mendapat surat keterangan dari dokter atau rumah sakit di Taiwan.
Said baru menyadari bahwa ia telah dirugikan oleh PJTKI beberapa hari kemudian dan melaporkan kasusnya pada DPN SBMI. Said menuntut agar PJTKI mengembalikan kelebihan biaya penempatan yang sudah dibayarkannya karena seharusnya biaya penempatan sektor formal hanya sekitar 10 juta saja. Ia juga meminta pada PJTKI agar bertanggung jawab dan menguruskan klaim asuransi akibat kecelakaan kerja yang dialaminya.