News

(Bahasa Indonesia) KBRI Kuala Lumpur Menerapkan Prosedur yang Ketat untuk Pembuatan SPLP

Author

Sorry, this entry is only available in Indonesian.

IMG-20150921-WA0000
Situasi Pelayanan di KBRI Kuala Lumpur

Kuala Lumpur—SW (42 tahun) merupakan Buruh Migran Indonesia (BMI) tidak berdokumen di Malaysia asal Kediri, Jawa Timur. Bagi SW, perjalanan pulang ke Indonesia baginya tidak semudah membeli tiket pulang. Pelbagai persyaratan administrasi selalu menghadang penuh tantangan. Ketika mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) misalnya, SW bersama istrinya ditolak oleh petugas Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur. Padahal SW dan istrinya telah membawa salinan paspor dan juga KTP yang membuktikan bahwa benar mereka adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Selain mereka ada juga beberapa orang, yang terdiri dari ibu-ibu juga ditolak oleh petugas. Bahkan terlihat ada juga yang sampai menangis, begitu SW menceritakan kepada redaksi Serantau hari ini Jumat, (19/08/2016).

“Saya kasihan mas dengan Ibu-ibu kemarin, sampai menangis. Sudah tidak bisa menulis (untuk mengisi formulir), malah dibentak-bentak oleh petugas,” urai SW.

Sebelumnya SW dan istrinya memiliki dokumen selama 7 tahun di Malaysia, hanya pada tahun ini saja mereka tidak memiliki dokumen. Proses perpanjangan permitnya bermasalah pada Desember 2015. Padahal biaya yang dikeluarkan untuk perpanjangan permit lalu sebesar RM2750/orang. Sehingga dia bersama istrinya (WK/38 tahun) telah kehilangan RM5500, karena pihak agen tidak bersedia menerima pembayaran dengan mekanisme cicilan.

“Saya lebih baik pulang daripada di sini ditipu dan tidak punya duit,” ungkap SW kepada Serantau.
Berkaitan dengan hal itu, Redaksi Serantau berusaha mencari tahu informasi dari KBRI Kuala Lumpur mengenai penerbitan SPLP. Sebenarnya persyaratan itu sangat mudah untuk penerbitan SPLP, apalagi jika BMI itu benar-benar ingin pulang.

“Hanya dokumen yang menunjukkan bahwa seseorang tersebut adalah WNI. Tidak bertele-tele, mudah, murah dan cepat dalam pelayanan” ujar staf Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur melalui Ikram Taha.

Kasus SW dan istrinya, menurut Ikram, hanya bisa menduga-duga. Pihak Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur tidak ingin dokumen SPLP disalahgunakan oleh oknum. SPLP itu berlaku hanya 6 bulan saja dan memang diperuntukan untuk perjalanan pulang. Sederhananya, seseorang yang sudah memiliki SPLP berarti dapat diketahui bahwa yang bersangkutan sudah tidak lama lagi di Malaysia. Ini yang nanti bisa disalahgunakan oleh oknum, misalkan untuk bekerja lagi. Sehingga menjadikannya memiliki status ‘aman’ karena telah memiliki SPLP. Padahal di dalam sistem keimigrasian tidak bisa dikelabuhi dengan mudah. Seseorang akan dengan mudah diketahui dari sidik jarinya atas kepemilikan paspor.

“Akhirnya kita menerapkan prosedur, selain dokumen yang menunjukkan bahwa betul yang bersangkutan adalah WNI, kita terapkan wawancara disertai dengan bukti-bukti,” kata Ikram melalui sambungan telpon kepada Serantau.

Proses wawancara dan pembuktian akan memastikan kepada petugas bahwa yang bersangkutan memang hendak pulang. Pembuktian yang dimaksud tiket perjalanan pulang dan bukti telah membayar denda kepada kerajaan Malaysia. Selain tidak ada identitas ganda pada BMI tersebut. Oleh sebab itu, KBRI Malaysia lebih yakin jika BMI meminta Iman Resources untuk menguruskannya. Perusahaan tersebut telah diketahui sebagai pelaksana program pemulangan sukarela yang ditunjuk oleh Kerajaan Malaysia.

“Dengan catatan, tidak ada biaya tambahan yang dibebankan kepada BMI oleh Iman Resources yang memberikan jaminan untuk pengurusan SPLP,” Judha dari konsuler KBRI Kuala Lumpur memperingatkan.

Di tempat terpisah, Abdul Rahim Sitorus, dari Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM) mengidentifikasi terdapat dua permasalahan terkait dengan kasus tersebut, yaitu informasi dan pelayanan.

“Informasi yang dikuasai oleh oknum dan pelayanan yang buruk membuat BMI merasa tidak seperti di rumah sendiri,” kata Sitorus di Jakarta.

Informasi mengenai persyaratan penerbitan SPLP berubah-ubah, tidak permanen, sehingga banyak BMI yang bingung. Di sisi lain pelayanan kepada BMI tidak dengan sepenuh hati. Sudah tahu banyak BMI kita yang tidak bisa baca tulis, seharusnya disediakan staf khusus yang membantunya.

“Memang permasalahan dari hulu [perekrutan], tapi itu permasalahan yang di sana sudah di depan mata, ya harus dilayani oleh KBRI,” ketusnya.

Mari bersama-sama kita jadikan setiap kasus itu sebagai pembelajaran untuk meningkatkan pelayanan kepada warga negara, tidak saling menyalahkan. Perkara yang sudah kelihatan solusinya, seharusnya kita segera ekskusi bersama-sama.

3 komentar untuk “(Bahasa Indonesia) KBRI Kuala Lumpur Menerapkan Prosedur yang Ketat untuk Pembuatan SPLP

  1. Paspor saya hilang dan saya sudah buat splp, dan saya masih di malaysia, tidak pulang ke indonesia dan splp tersebut sudah habis masa atau mati. Tapi saya sekarang mau buat permit, apakah bisa ???

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.