Calon BMI/TKI Qatar pada akhirnya menandatangani surat perjanjian penempatan dan perjanjian kerja dari PJTKI sesaat sebelum mereka naik pesawat menuju Qatar. Ada kesalahan proses di sini, seharusnya calon BMI/TKI sudah menandatangani surat perjanjian kerja dan perjanjian penempatan jauh-jauh hari sebelum diberangkatkan. Jika seperti itu, mereka sama saja dipaksa untuk menandatangani surat yang tak sempat mereka baca secara utuh dan mereka pahami secara benar.
BMI/TKI ini sampai di Qatar pada 11 Oktober 2013 dan mulai bekerja pada 13 Oktober 2013. Selama satu setengah bulan mereka dipekerjakan sesuai dengan keterampilannya. Setelah satu setengah bulan berlalu, mereka tak lagi dipekerjakan sesuai keterampilan yang dimilikinya. Ada yang disuruh menyapu, mengumpulkan kardus, dan bersih-bersih di lokasi proyek. Ketika mereka protes tak dipekerjakan sesuai keterampilan lagi, KNZ Company beralasan bahwa kondisi perusahaan sedang tidak baik dan pekerja migran Indonesia disuruh untuk menyelamatkan. Para BMI/TKI yang diberangkatkan PT Farhan Al Syifa ini memang sempat dipindah kerjakan di Rolland Company, salah satu perusahaan yang bermitra dengan KNZ Company, beberapa hari sebelum mereka dipulangkan.
Janji-janji yang diutarakan oleh tekong dan perwakilan KNZ Company ketika di Indonesia faktanya juga tak sesuai dengan kenyataan. Mereka yang tadinya diiming-imingi gaji 1700 riyal faktanya hanya mendapat gaji 1400-1200 riyal saja. Mereka yang dijanjikan mendapat makanan sehari-hari khas Indonesia, pada akhirnya hanya mendapat makanan khas Nepal. Mereka yang dijanjikan mendapat jaminan kesehatan, pada akhirnya harus menanggung separuh uang kesehatan ketika mereka mengalami sakit di Qatar.
Selain ketidaksesuaian janji itu, BMI/TKI juga tak diizinkan untuk sembahyang pada jam-jam kerja. Padahal merujuk pada aturan ketenagakerjaan di Qatar, sembahyang di saat jam-jam sembahyang boleh dilakukan. Seorang BMI asal Yogyakarta yang melaksanakan sembahyang disaat jam kerja malah dimarahi dan dipotong (cuting) gajinya 200 riyal oleh perusahaan. Sebagian dari BMI/TKI tersebut kemudian melapor pada KBRI Qatar. Entah apa yang dilakukan oleh KBRI Qatar, pada akhirnya mereka diperbolehkan untuk sembahyang di saat jam-jam kerja.
Kasus lainnya, BMI/TKI asal empat kabupaten di Indonesia tersebut tak diasuransikan di Qatar. Padahal mereka merupakan pekerja proyek bangunan yang rawan mendapat kecelakaan di tempat kerja. Meski di Indonesia mereka diasuransikan oleh PJTKI, namun anehnya kartu peserta asuransi (KPA) yang seharusnya dimiliki bersama polisnya tidak diberikan sama sekali oleh PJTKI.
Sebulan bekerja untuk KNZ Company, mereka belum juga dibayar upahnya. Masing-masing dari mereka hanya mendapat pinjaman 300 riyal untuk membeli pulsa. Pada bulan kedua bekerja mereka baru dibayar dan gaji yang mereka terima pun hanya gaji satu bulan saja. Perlakuan tak adil semakin menjadi-jadi, ketika mereka tak masuk kerja satu hari saja dengan alasan apapun gaji akan dipotong 100 riyal.
Pada bulan ke-3,4,5 mereka masih juga dipekerjakan tak sesuai dengan keterampilannya. Di bulan kelima mereka akhirnya di PHK dan dipulangkan dengan alasan KNZ Company sedang memiliki masalah. Pada 2 hari terakhir sebelum pemulangan pun mereka sempat tak diberi makan oleh pihak perusahaan. Mereka akhirnya melapor ke KBRI dan diberi bantuan mie instan gula, kopi, teh.