Dua tahun menjalankan usaha salon, Muhtamiroh mulai lincah mendandani pelanggan-pelanggannya. Bahkan akhir-akhir ini ia mulai berani mendandani pengantin perempuan yang tak setiap pemilik salon berani mengambil pekerjaan itu. Muhtamiroh, warga Nusawungu Cilacap, mulai berkenalan dengan dunia salon sejak mendapat pelatihan kewirausahaan bagi buruh migran yang diadakan oleh Lakpesdam NU Cilacap dan Yayasan Tifa.
Dulu Muhtamiroh bekerja sebagai buruh migran di Hong Kong selama 2 tahun pada 2005 silam. Sebelum ditempatkan di Hong Kong, ia termasuk dari sekian banyak calon buruh migran yang ditempatkan di dalam penampungan PJTKI/PPTKIS.
“Saya sempat di penampungan selama lima bulan. Sempat juga dilempar dari PJTKI satu ke PJTKI lain sampai tiga kali karena ada beberapa persyaratan seperti tinggi badan yang tidak bisa saya penuhi. Saya ingin bekerja di Hong Kong, tapi sempat juga ditawari untuk bekerja di Malaysia atau Singapura yang persyaratannya lebih gampang,”kata Muhtamiroh
Tetapi akhirnya Muhtamiroh bekerja di Hong Kong dengan gaji HK$3220 sedangkan potongannya HK$3000 selama tujuh bulan. Ketika berada di rumah majikan ia harus bekerja mulai dari pukul 06.00-01.00 dini hari untuk mencuci, masak, dan mengasuh 3 anak majikan. Dua tahun di Hong Kong, Muhtamiroh memutuskan untuk pulang ke Indonesia.
Masalah yang menimpanya tak selesai pasca penempatan karena ijazah miliknya ditahan oleh PJTKI/PPTKIS. Tak cukup setahun, ijazahnya di tahan selama lima tahun dengan alasan PPTKIS lupa menaruh ijazahnya. Padahal banyak PJTKI melakukan hal demikian agar mantan buruh migran ketika akan kembali bekerja di luar negeri bisa lewat PJTKI milik mereka.
Masalah penahanan ijazah itu rampung sejak Muhtamiroh aktif di CBO (comunnity based organizations) Nusawungu. Ia akhirnya tau bahwa ijazah itu berhak dimiliki kembali olehnya dan PJTKI berkewajiban mencari dan mengembalikannya.
“Sebenarnya ada banyak mantan buruh migran yang ditahan ijazahnya selain saya, tapi banyak yang tak mau urus. Selain masalah ijazah, masalah lain seperti hilang kontak, dan ada masalah dengan majikan juga masih banyak yang tak dilaporkan oleh pihak keluarga BMI karena banyak keluarga BMI yang bingung dan merasa takut untuk mengurusnya,”ungkap Muhtaminah.