(Bahasa Indonesia) Lagi, Kekerasan Menimpa BMI Hong Kong

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Wiwin Yuli Yatin, salah satu BMI yang pernah bekerja di majikan Kartika. Hal yang sama juga terjadi pada Wiwin, dirinya juga mendapat penyiksaan seperti Kartika.
Wiwin Yuli Yatin, salah satu BMI yang pernah bekerja di majikan Kartika. Hal yang sama juga terjadi pada Wiwin, dirinya juga mendapat penyiksaan seperti Kartika.

Kartika Puspitasari adalah seorang Buruh Migran Indonesia (BMI) Hong Kong, yang saat ini sedang menunggu proses pengadilan terkait kasus penganiayaan yang telah dilakukan oleh majikannya. Kasus yang semula akan disidangkan pada 26 hingga 29 Agustus 2013, ternyata masih harus berlanjut hingga Rabu (18/9) mendatang.

Kepiawaian Alan So, pengacara dari terdakwa Tai Chi-Wai (42) dan Catherine Au Yuk-Shan (41) dalam memutar balikan fakta membuat proses sidang berjalan alot. Tak hanya itu, Kartika juga mendapat  perlakuan intimidasi dengan berbalik menuduh Kartika telah melakukan kebohongan. Hal ini menjadikan polemik di berbagai kalangan, meskipun kasus kekerasan macam ini bukanlah hal yang pertama terjadi di Hong Kong.

Wiwin Yuli Yatin (32) BMI asal Tulung Agung Jawa Timur, adalah BMI yang pernah merasakan bagaimana getirnya bekerja pada keluarga Tai Chi-wai. Wiwin mulai bekerja pada keluarga Tai sejak Mei 2007 hingga Juli 2007. Seperti halnya Kartika, Wiwin pun pernah merasakan bagaimana perlakuan dan kekejaman Au terhadapnya.

Selama kurun waktu dua bulan itu, tak jarang Au hanya memberinya makan sekali dalam tiga hari dan itupun bukan nasi. Majiakannya hanya memberikan sepotong roti untuk pengobat lapar Wiwin. Au pun tidak mengizinkan Wiwin berinteraksi dan komunikasi dengan siapapun termasuk menghubungi agent, dengan memutus saluran telpon rumah. Wiwin juga mengalami tindak penganiayaan yang dilakukan oleh Au.

Agensi yang menyalurkan Wiwin pun marah, karena tak kunjung mendapat pembayaran potongan gaji. Saat bersamaan, akhirnya Wiwin bisa menghubungi agennya dan menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya. “Saat agen datang ke rumah majikan, saya disuruh masuk ke kamar oleh Thai-thai. Tapi setelah saya tahu agen membawa polisi, saya langsung lari dan memeluk kaki polisi. Saya menangis dan memohon pertolongan pada mereka dan akhirnya, saya pun keluar dari rumah itu,” terang Wiwin.

Masih di tahun yang sama, kasus Wiwin pun dilaporkan ke Labour Department. Wiwin berhasil memenangkan sidang serta mendapat hak-hak tuntutannya. “Saya sebenernya mau saja menjadi saksi untuk Kartika, karena saya pun tahu persis bagaimana rasanya teraniaya. Tapi saya sendiri sedang memiliki masalah. Paspor saya hilang jadi saya masih harus mengurusnya di KJRI, dan takutnya nanti saya akan dipersulit membuat paspor oleh KJRI bila saya memberikan kesaksian,” jelas Wiwin saat ditanya mengenai kesediaannya dalam menjadi saksi.

Apa yang menimpa Wiwin, sebenarnya telah menjelaskan bagaimana sebenarnya kasus yang terjadi antara Kartika dengan majikannya. Pada dasarnya, catatan jejak kriminal si majikan perlu untuk ditelaah lebih mendalam, agar menghasilkan keputusan hukum yang adil. Namun demikian, peran pemerintah di sinilah yang dilihat. Bagaimana seharusnya perwakilan pemerintah memiliki data-data tentang majikan-majikan bermasalah.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.