Menjelang kenaikan BBM di Indonesia, segala desas-desus adanya demo bergulir di mana-mana. Bahkan, polisi telah membuat skema pengalihan arus lalu lintas. Kenaikan BBM sendiri memang menimbulkan kontroversi. Di satu sisi, pemerintah menilai kalau kenaikan BBM adalah salah satu strategi untuk memperbaiki keadaan ekonomi secara makro. Namun di sisi lain, kenaikan BBM benar-benar akan membunuh masyartakat menengah ke bawah karena BBM subsidi juga dinaikan.
Aksi demo menentang kenaikan BBM juga terjadi di luar negeri. Jaringan BMI Cabut UU PPTKILN No. 39 Tahun 2004 dan Front Perjuangan Rakyat (FPR) cabang Hong Kong menurunkan 350 anggotanya untuk menggelar demonstrasi. Kegiatan yang dilakukan pada 16 Juni 2013 kemarin, juga merupakan aksi perayaan hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang kedua di depan Gedung KJRI Hong Kong. “Masuk PT, agen, itu pilihan bukan paksaan. Minyak milik rakyat bukan milik pemodal. Tolak kenaikan BBM!” Seru Ganika selaku Ketua Asosiasi Buruh Migran Indonesia di Hong Kong (ATKI-HK).
Menurut Ganika, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama dua periode kepemimpinannya terlihat begitu setia kepada kepentinganpara pemodal asing. “Rakyat yang menderita karena krisis ekonomi, justru diperparah dengan dengan menambah beban kenaikan BBM,” terang Ganika dalam orasinya. Hal ini memang benar adanya, karena pemerintah juga telah menaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebanyak dua kali masing-masing sebesar 4,3 persen pada Januari dan April lalu. Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang selalu menjadi andalan pemerintah dalam meredam emosi masyarakat juga dinyatakan tidak membantu, dan justu membuat rakyat tidak terdidik.
Ironisnya, SBY sekarang menjadi pujaan negara- negara maju di kawasan Eropa sebagai presiden yang mampu meningkatkan perekonomian Indonesia. Padahal kenyataannya, masih banyak rakyat sengsara hingga harus bekerja di negara orang. Hingga sekarang, sekitar 8 juta WNI bekerja di luar negeri. “Inilah bukti kegagalan negara. Rakyat yang seharusnya dapat pekerjaan di negara sendiri, malah harus merantau karena tak punya banyak pilihan,” jelas Ganika.
Di sisi lain, Anik setyo yang mewakili Jaringan BMI Cabut UUPPTKILN No.39/2004 menegaskan, upaya perlindungan yang diberikan negara dalam melindungi BMI tidak sebanding dengan kontribusi BMI yang telah mereka terima setiap tahunnya. “BMI mampu menyumbangkan 100 triliun devisa pertahun, namun pemerintah hanya menyediakan dana perlindungan untuk BMI sebesar 1 miliar, pemerintah sengaja memanfaatkan penempatan BMI dengan menargetkan pengiriman sebanyak- banyaknya,” kata Anik.
Selain itu, Anik juga menyayangkan sikap pemerintah yang hingga hari ini belum berusaha untuk meratifikasi konvensi C189 yang menjamin hak dan perlindungan PRT. “ Masih jelas dalam ingatan saat SBY berpidato di konfrensi ILO yang ke-100 pada tanggal 14 Juni 2011 yang meminta semua negara untuk melindungi hak buruh migran yang bekerja di sektor domestik atau rumah tangga. Namun demikian, mengapa Indonesia yang mempunyai 2,5 juta PRT dalam negeri dan 8 juta PRT di luar negri tetap enggan memberikan perlindungan? Jawabannya sudah pasti, karena pemerintah hanya mau keuntungan dari pengiriman kami saja” tegasnya.
Ditengah- tengah aksi demonstrasi, terlihat dari dalam Gedung KJRI ada seorang laki- laki yang menunjukan jari tengahnya ke arah peserta demo. Hal ini membuat para demonstran berteriak histeris dan meminta perwakilan KJRI untuk turun. Mereka menilai, pemerintah yang selama ini menuduh para BMI pendemo sebagai pencemar nama baik bangsa, justru mereka sendirilah yang tidak bisa memberi tauladan baik.
Selain aksi ke KJRI, pagi harinya Jaringan BMI Cabut UUPPTKILN No.39/2004 bersama dengan AMCB (Asian Migrant Coordinating Body) juga menggelar aksi di depan kantor Labour Departement dengan membawa tuntutan berupa kenaikan gaji sebesar $4.500 dan hapus pengecualian sosial untuk buruh migran di Hong Kong. Aksi ini dimulai dari depan SOGO pukul 15:00 sore dan diteruskan dengan berjalan dan tertib menuju Gedung KJRI. Tepat pukul 16:00 sore aksi ini dibubarkan dengan damai.