Kelengkapan dokumen merupakan syarat utama yang dibebankan oleh PJTKI, terhadap calon pekerja buruh migran untuk dilengkapi. Salah satu bentuk dokumen tersebut adalah Ijasah asli yang dimiliki oleh calon pekerja buruh migran. PJTKI biasanya tidak mau menerima ijasah dalam bentuk fotocopy yang dilegalisir, meskipun sudah menunjukan bahwa ijasah tersebut asli.
Hal tersebut seringkali menjadi senjata ampuh yang digunakan oleh PJTKI untuk “menekan” buruh migran, baik pada saat mau berangkat maupun sepulang dari luar negeri. Pengalaman ini setidaknya pernah dialami oleh Muhtamiroh (36) warga Rt 03/3 Desa Karangsembung kecamatan Nusawungu.
Pada tahun 2005 ia memutuskan untuk bekerja di Hongkong melalui PJTKI PT Putra Para Utama. Seperti halnya calon buruh migran yang lain, Muhtamiroh juga mengumpulkan persyaratan dokumen yang salah satunya merupakan ijasah asli. Pihak PJTKI menjanjikan selepas potongan gaji selama 7 bulan dokumen miliknya akan dikembalikan kepada keluarganya dirumah. Namun setelah selesai masa potongan gaji, suaminya meminta ijasah asli ke pihak PJTKI tapi tidak diberikan. Bahkan suaminya pernah diminta untuk mencari sendiri ijasah tersebut, akan tetapi tidak ditemukan. Hal ini terjadi karena ijazah istrinya disembunyikan oleh pihak PJTKI.
Setelah 17 bulan bekerja, Muhtamiroh memutuskan untuk pulang ke Indonesia, walaupun kontrak kerjanya belum selesai. Sesampai di rumah, ia pun kembali menanyakan masalah ijazahnya kepada PJTKI melalui agenya. Jawaban PJTKI tetap sama yaitu ijazahnya tidak bisa ditemukan. Saat itu, Muhtamiroh pun mulai curiga setelah pihak PJTKI menjanjikan bahwa, dirinya bisa berangkat ke luar negeri lagi tanpa harus menyerahkan ijasah. Meski demikian, Muhtamiroh tidak tahu jalan untuk mengurus maslahnya tersebut.
Lima tahun setelah kepulanganya dari luar negeri, ia bertemu dengan komunitas Forum Warga Buruh Migran. Setelah menceritakan masalahnya ia kemudian mengisi formulir pengaduan. Entah proses apa yang berjalan hingga akhirnya setelah 5 bulan pengaduanya, ia dipanggil oleh pihak PJTKI. Tanpa panjang lebar PJTKI memberikan ijasah asli miliknya. Setelah kasus tersebut 10 ijasah asli milik buruh migrant yang lain pun dikembalikan oleh oleh PJTKI yang sama.
Kisah ini tentunya tidak hanya dialami oleh Muhtamiroh seorang. Banyak buruh migran lain yang mengalami nasib serupa dan banyak yang belum terselesaikan. Tentunya hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah, terkait tingkah polah PJTKI “nakal” yang memanfaatkan kelemahan buruh migran untuk memperoleh keuntungan sepihak.
Selain perlu sosialisasi kepada calon buruh migran, pemerintah juga perlu melakukan pengawasan yang ketat terhadap PJTKI. Sehingga tidak ditemukan lagi PJTKI yang berusaha memanfaatkan kelemahan buruh migran. Kasus Muhtamiroh merupakan bukti nyata ketidakberdayaan buruh migran untuk memperoleh haknya. Mereka tidak tahu harus berbuat dan mengadukan ke siapa pada saat mengalami kasus tersebut.(Bowo).
tulisannya bung Akhmad Fadli makin mak nyus… salut
jika saya mengalami hal yang sama kepada siapa saya hrus mengadu, apakah anda bersedia membantu saya juga
sama istri q jg di interminit oleh majikan di hk bahkan gajinya 1 bln jg di minta sama ejennya di hongkong dipulangkan tpi ijazah sama kk ditahan oleh PT dan hrs byar 5jt klo mau ngambil