News

(Bahasa Indonesia) Minim Pelibatan Peran Desa di RUU PPILN

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Diskusi Rembug Saran Desa untuk RUU PPILN di Desa Melung Banyumas (08/12/12)
Diskusi Rembug Saran Desa untuk RUU PPILN di Desa Melung Banyumas (08/12/12)

Persoalan buruh migran terbukti belum menjadi pengetahuan bersama di desa-desa. Fakta ini tampak dari pemaparan beberapa kepala desa di acara Rembug Saran Desa untuk RUU PPILN di Desa Melung Banyumas (8/12/12). Sutarno, Kepala Desa  Karangtawang, perwakilan Forum Warga Buruh Migran Cilacap menyampaikan sejauh ini peran desa hanya berkutat pada persoalan administrasi (surat keterangan/izin).

Peran perangkat desa yang sangat minim dalam UU 39/2004 PPTKILN yang ada dan draft RUU PPILN menjadi topik bahasan dalam diskusi tersebut. Sri Palupi, Direktur Ecosoc Rights yang hadir sebagai pembicara menyampaikan pelbagai informasi perkembangan pembahasan RUU PPILN, salah satunya adalah pasal tentang peran desa dalam pemberdayaan TKI yang tiba-tiba hilang dari draft RUU PPILN yang kini mulai dibahas Pansus di DPR-RI.

“Fakta dari riset Ecosoc Rights menunjukkan bahawa desa kantong Buruh Migran bisa alami kenaikan tingkat perekonomian di desa, namun sejalan dengan kenaikan tersebut terdapat penurunan drastis pada kualitas pendidikan anak, artinya migrasi BMI juga berdampak negatif pada proses pendidikan anak-anak yang ditinggalkan orangtuanya untuk menjadi TKI ke luar negeri.” tutur Sri Palupi.

Agustinus Supriyanto, Komisioner Komnas Perempuan menjelaskan sepanjang proses RUU PPILN yang dirancang DPR-RI, Desa hanya memiliki dua jenis kewenangan, yaitu menyosialisasikan informasi penempatan TKI dengan melibatkan aparat desa dan kewenangan administrasi. Lemahnya peran desa yang sejatinya menjadi gerbang pertama proses migrasi juga disampaikan oleh Narsidah, dari Paguyuban TKI Seruni Banyumas dan Saras dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

“Padahal dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi seperti yang dilakukan di Gerakan Desa Membangun (GDM), desa bisa membantu pemerintah untuk melakukan pendataan dan rekam migrasi TKI. Jika cara pandang pemerintah kepada TKI masih sekadar komoditas, maka mana mungkin persoalan lain di sekitar TKI, seperti anak dan suami TKI dapat tertangani.” tutur Narsidah yang disambut pemaparan Saras tentang peran penting serikat buruh dalan pembahasan RUU PPILN.

Rembug Saran Desa untuk RUU PPILN di Desa Melung Banyumas juga menjadi momentum menggerakkan isu perlindungan TKI agar mendapat perhatian lebih banyak pihak dalam masyarakat, khususnya desa yang juga sedang memperjuangkan hak-haknya di pembahasan RUU Desa. Desa harus bisa bersuara atas pelbagai pelanggaran dan ketidakadilan yang menimpa warganya yang menjadi TKI di luar negeri.

 

https://buruhmigran.or.id/wp-content/uploads/2012/12/Diskusi-Rembug-Saran-Desa-untuk-RUU-PPILN-di-Desa-Melung-Banyumas.jpg

Tulisan ini ditandai dengan: Pansus RUU PPILN RUU PPILN Save TKI 

Satu komentar untuk “(Bahasa Indonesia) Minim Pelibatan Peran Desa di RUU PPILN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.