Isma Hartini atau biasa dipanggil Rahma, Buruh Migran Indonesia (BMI) asal Lampung yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Taiwan sejak 2005. Ia menjalani kontrak 2 kali (durasi 3 tahun dalam setiap kontrak) melalui agen bernama Direct Hiring Service Center (DHSC).
Menjelang kontrak kedua selesai pada November 2011, Rahma mengalami depresi atas persoalan keluarga. Ia tidak ingin pulang ke Indonesia dan memilih kabur dari majikan. Persoalan suami yang menghabiskan uang kiriman, menelantarkan anak, dan menikah dengan wanita lain membuat beban pikirannya semakin berat dan menjadikannya berstatus ilegal di Taiwan.
Tekanan psikologis tersebut berujung pada penyakit liver yang harus ia derita. Rahma tiba-tiba jatuh pingsan. Ia kemudian diantar seorang kawannya untuk dirawat di Rumah Sakit Mio Li. Dokter memvonis penyakit liver yang dideritanya sangat parah dan harus menjalani rawat inap.
Saat dirawat di rumah sakit, Rahma menghubungi Lili (35), pegiat Jama’ah Al Hikmah dari Tai Chung untuk meminta bantuan. Lili kemudian melaporkan pengaduan ke Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) selaku perwakilan pemerintah Indonesia di Taiwan. KDEI menyarankan pengaduan ke kantor Imigrasi terdekat di Mio Li. Pihak Imigrasi kemudian datang menjenguk dan langsung memproses pengaduan.
Rawat inap yang dijalani Rahma selama dua minggu menghabiskan biaya 60.000 NT atau sekitar Rp. 18.420.000,-. Biaya yang sangat besar tersebut dapat terpenuhi setelah Lili menekan dari pihak majikan untuk membayar biaya Rumah Sakit. Sementara biaya untuk denda dan tiket pulang Indonesia ditanggung bersama oleh KDEI, Indosuara, Al Hikmah, dan Nur Muhamad. (Bersambung)