Rika, Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong sudah 6 tahun bekerja pada majikan pertama dan digaji bawah standar (underpay). Setelah selesai kontrak ia pindah majikan dan baru mendapatkan gaji sesuai standarsidasi pemerintah Hong Kong selama 2 kontrak berturut-turut.
Sifat dan prilaku majikan Rika yang pertama pada dasarnya tidak jauh beda dengan majikannya yang kedua. Selain cerewet, majikan Rika juga sangat pelit untuk urusan makanan. Hampir setiap makan malam, Rika hanya mendapat makanan sisa dari majikannya.
Saat Fera Nuraini, Kontributor www.buruhmigran.or.id di Hong Kong bertanya, “Mengapa Anda betah bekerja di sana selama 4 tahun?” Rika menjawab, “Sebenarnya gak betah, tapi dari pada pindah majikan bayarnya mahal.”
Setiap malam setelah semua pekerjaan selesai dan Rika masuk kamar, dia menumpahkan semua keluh kesahnya dengan menangis dan mengadu ke Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut paling tidak cukup membantu Rika semantara mengurangi beban di hati untuk menatap hari esok yang semua tetap sama dengan hari-hari kemarin.
Rika memang mendapat libur penuh tiap hari Minggu, tetapi saat akan keluar pintu rumah dan saat malam masuk ke rumah kembali, semua isi tas dan badan Rika tak luput dari pemeriksaan majikan. Selama 4 tahun hak tersebut selalu ia alami.
Hal yang sama juga terjadi saat selesai kontrak bulan pada bulan ini (Desember 2011). Tiga buah koper milik Rika dengan semua isinya tak luput dari pemeriksaan majikan. Satu persatu bajunya diperiksa oleh majikan. Setelah semua diperiksa, baru barang-barang miliknya boleh dimasukkan ke koper.
Fakta yang dialami Rika cukup ironis, berbeda dengan BMI lain yang bekerja pada penduduk lokal di Hong Kong, Rika justru bekerja pada majikan orang asli Indonesia. Tidak diketahui alasan pastinya mengapa majikan yang sebangsa dengan Rika tersebut memperlakukan pekerjanya dengan buruj. Sebuah kondisi yang jauh lebih buruk dari majikan orang Hong Kong asli.
Jangankan di Negara Arab, di Negara Hong Kong pun masih banyak ditemui majikan yang kurang baik. Banyak BMI yang takut pindah majikan karena alasan besarnya potongan gaji yang dibebankan pada mereka. Tapi anehnya perwakilan pemerintah Indonesia di Hong Kong seakan angkat tangan dan diam saja dengan fenomena ini. Lantas kemana buruh migran Indonesia di Hong Kong akan mengadu jika pejabat KBRI tutup telinga. [Fera]