(Bahasa Indonesia) Perjuangan Nikolous Membela TKI di Serawak

Author

Sorry, this entry is only available in Bahasa Indonesia.

Beberapa waktu lalu kami melakukan wawancara dengan Nikolaus Sira Liwun (49), mantan buruh migran yang pernah menjabat sebagai staf lapangan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) untuk wilayah Serawak, Malaysia. Berawal dari perkenalan secara tidak sengaja dengan kami, Nikolaus yang saat ini sedang menjabat  Kepala Desa Sinar Hading, Kecamatan Lewolema Kabupaten Flores Timur, bersedia membagi secuil pengalaman berharganya kepada kami. Berikut, petikan wawancaranya.

Pewawancara:

Selamat pagi Bapak Kepala Desa

Nikolaus:

Selamat pagi juga

Pewawancara:

Sebelum kembali dan berbakti kepada kampung halaman sebagai seorang Kepala Desa, anda pernah merantau selama puluhan tahun di Malaysia. Bisa anda ceritakan awal mula perjalanan anda  ke Malaysia?

Nikolaus:

Saya berangkat ke Malaysia pertama kali tahun 1983. Dari kampung, saya berangkat ke Maumere (Ibu Kota Kabupaten Sikka) untuk naik pesawatt menuju Nunukan. Tiba di Nunukan, langsung urus passport dulu di sana.

Pewawancara:

Bagaiman proses pengurusan passport waktu itu?

Nikolaus:

Lewat calo. Saya masih ingat, calonya orang Ambon.

Pewawancara:

Berapa biayanya?

Nikolaus:

Waktu itu seratus lima puluh ribu rupiah  sekali urus. Tiga hari selesai.

Pewawancara:

Pasportnya anda langsung terima  dari tangan calo?

Nikolaus:

Tidak. Ambil langsung di kantor Imigrasi. Di sana kami hanya bayar untuk pas foto. Lupa sudah saya berapa harganya kala itu. Sekitar lima ribu mungkin….( tertawa)

Pewawancara:

Waktu urus passport, anda menggunakan KTP Flores Timur?

Nikolaus:

Tidaklah. Pakai KTP Nunukan. Semuanya diurus calo.

Pewawancara:

Setelah dapat passport, anda langsung masuk ke Malaysia?

Nikolaus:

Ya. Langsung naik kapal ke Tawao.

Pewawancara:

Tiba di Tawao, surat-surat anda langsung di periksa begitu?

Nikolaus:

Betul. Kami hanya di cek pasportnya saja. Surat-surat lain tiada. Dari Tawao naik pesawat lagi ke KK (Kota Kinabalu, sabah). Sekitar empat puluh lima menit. Saya masih ingat ongkosnya waktu itu enam puluh ringgit. Saya tiba di KK tanggal 6 Mei 1983.

Pewawancara:

Di KK, sudah ada yang menjemput anda?

Nikolaus:

Iya. Saya langsung jumpa orang kita di sana, Keluarga. Nginap dulu di situ. Esoknya langsung kerja karena pas malam itu ada toke (majikan) dari keluarga saya yang cari tenaga untuk kerja bangunan.

Pewawancara:

Beruntung sekali anda ini.

Nikolaus:

(tertawa sambil membetulkan posisi duduknya)

Pewawancara:

Berapa upah anda waktu itu?

Nikolaus:

Dua belas ringgit. Kalo lembur, per jam satu ringgit lima puluh sen.

Pewawancara:

Pernah kerja apa saja anda selama di Malaysia?

Nikolaus:

saya pernah kerja bangunan, di kebun sayur, jaga kedai (toko), di kilang kakao, somel (pengolahan kayu). Saya juga lama bawa foklip (alat pengangkat barang kemasan). Lama juga saya jadi mandor di perusahaan. Dua ratus lebih karyawan yang saya urus.

Pewawancara:

Apa pengalaman paling berharga yang anda alami selama di Malaysia?

Nikolaus:

(diam sejenak). Yang paling saya kenang, waktu saya jadi staf lapangan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KBSI) wilayah Serawak. Tahun 2003 waktu itu.

Pewawancara:

Bisa anda ceritakan soal kegiatan anda di KBSI?

Nikolaus:

Iya. Kantor kami adanya di Balai Karangan, Pontianak Kalimantan Barat. Di Serawak, saya betugas untuk cari tahu orang-orang kita (TKI) yang pasportnya dia tak punya, atau yang tidak dijamin Toke. Dan kalo ada yang gajinya tidak dibayar sama toke, saya pula yang urus itu semua. Toke takut sama saya kalo sudah pake card saya (ID card dari KBSI). (tertawa). Pokoknya, kalo ada orang kita yang kena masalah, saya yang akan urus. Yang kena tangkap polis (polisi Malaysia) karena tak punya passport  pun bisa saya urus. Saya tinggal bilang sama polis, ini orang saya, biar saya yang urus. Kalo masalahnya besar, dari kantor pusat yang langsung urus itu. Saya pun kenal  banyak sama orang di Konsulat waktu itu. Karena sering urus masalah itu….(tertawa).

Pewawancara:

Anda digaji?

Nikolaus:

Di KBSI? oh, tidaklah. Itu kerja suka rela. Saya lebih banyak pake uang sendiri. Ada juga, tapi itu hanya sebatas uang transportlah.

Pewawancara:

Mengapa anda mau terlibat untuk kerja-kerja macam begitu

Nikolaus:

Saya prihatin sama nasib orang kita di sana. Banyak sudah yang hak-haknya dilanggar. Ada yang tidak digaji, disiksa pula. Saya tidak suka lihat itu. Makanya, saya pernah pula pimpin mogok (demonstrasi) di sana. Saya kumpul orang kita di sana. Kita mogok.

Pewawancara:

Anda tidak takut dipecat karena aksi-aksi anda ini?

Nikolaus:

Tiada takut saya. Toke saya pun percaya sama saya, makanya saya tidak kena marah atau dipecat. Kita kalo kerjanya baik, jujur, toke pasti suka. Sampai sekarang pun toke saya itu masih call (telepon) minta saya kembali ke sana

Pewawancara:

apa tanggapan anda terhadap berbagai insiden penyiksaan yang dialami TKI kita akhir-akhir ini?

Nikolaus:

Saya prihatin sekali. Dari dulu, orang kita sering diperlakukan seperti itu. Khususnya perempuan. Kalo sama orang laki (majikan), takut mereka.

Pewawancara:

Menurut anda, apa penyebab utama perlakuan tidak manusiawi majikan terhadap TKI kita?

Nikolaus:

Masalah bahasa utamanya. Kalo yang sudah lama di sana, tak apalah. Tapi kalo orang baru, itu yang susah. Toke suruh lain, mereka buat lain. Suruh ambil A, mereka ambil B. Makanya, kalo mau ke Malaysia, belajar bahasa dulu. Satu hal yang juga penting, soal kejujuran. Kadang toke itu coba kita. Uangnya sengaja ditaroh di atas meja. Dibiarkan begitu saja. Pas  pulangnya kalo masih ada, itu dia mulai suka sama kita karena jujur. Tapi kalo hilang, pasti kita yang dituduh. Jujur itu penting sekali saat kita merantau.

Pewawancara:

Apa pendapat anda soal perhatian Pemerintah kita terhadap nasib TKI  di luar Negeri?

Nikolaus:

Kurang sekali. Apalagi di jaman saya dulu, tahun delapan puluhan. Perhatian mereka juga tidak merata. Pengalaman saya sewaktu di KBSI, kalo ada TKI yang bermasalah, pas kita datang ke Konsulat, mereka mau urus kalo orang bersangkutan punya passport. Kalo tidak punya, sering tidak ada tanggapan. Ilegal katanya.  Padahal, itukan orang Indonesia juga.

Pewawancara:

Apa pesan anda untuk para TKI kita yang sekarang masih berada di luar negeri?

Nikolaus:

Pertama, harus saling menjaga satu sama lain. Kalo ada teman yang kena masalah, jangan takut untuk melapor ke konsulat. Harus berani untuk saling membantu. Kedua, harus jujur dalam bekerja. Jujur  itu kunci sukses saya waktu di sana. Toke akan sayang sama kita kalo kita orang jujur. Terakhir,  saya mau sampaikan kepada pemerintah kita untuk lebih memperhatikan nasib TKI kita di luar negeri.

Pewawancara:

Baik, Bapak kepala Desa. Terima kasih banyak karena sudah meluangkan waktu anda untuk berbagi pengalaman berharga ini bersama kami.

Nikolaus:

sama-sama.

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.