Satu Negara Beda Nasib: Sepenggal Kisah Buruh Migran di Kulon Progo

Author

Nama saya adalah Pratiwi Agustian (30).Saya bekerja sebagai seorang bidan praktek swasta di wilayah Desa Jangkaran, Temon, Kulon Progo, DI.Yogyakarta sejak 2006. Wilayah yang saya tempati merupakan daerah pantai dan daerah perbatasan antara Jogja-Jawa Tengah dibmana mayoritas pekerjaan di sektor pertanian dan nelayan. Karena keterbatasan ekonomi dan penghasilan yang tidak menentu, akhirnya memaksa sebagian penduduk mencari usaha lain untuk memenuhi kebutuhannya.Salah satu usaha yang diminati sebagian masyarakat Desa Jangkaran adalah sebagai buruh migran(TKI).
Sebagai seorang bidan dan sebagai anggota masyarakat, secara langsung saya berhadapan dengan masyarakat.Dari situ saya sering sekali mendapatkan curahan hati dari pasien yang baru pulang dari bekerja di luar negeri ataupun oleh keluarga yang ditinggal istri sebagai buruh migran. Dari apa yang saya temui dari mereka banyak cerita tentang suka dan duka.Suka karena secara ekonomi dapat membantu kebutuhan ekonomi keluarga, tapi dampak dari sebuah keluarga yang ditinggal ternyata banyak menimbulkan berbagai permasalahan baru, belum lagi kisah tentang suka duka seorang buruh migran di negara asing.
Pada suatu waktu, saya bertemu dengan pasien. Sebut saja namanya Ny W (34), warga Ngelak,Jangkaran, Temon,Kulon Progo.Dia bercerita tentang pengalamannya bekerja sebagai TKI di luar negeri (Saudi Arabia).Saat itu dia sedang pulang cuti.Berbagai suka duka dia ceritakan,Saya simpulkan bahwa dia merasa sangat senang dan menikmati pekerjaannya dinegeri asing tersebut. Mendapatkan pekerjaan yang mudah dan ringan, yaitu sebagai asisten majikan perempuan,dengan gaji yang lancar dan menjanjikan di samping perlakuan majikan yang menganggapnya tidak sebagai hubungan antara majikan dan bawahan tetapi lebih ke hubungan persabatan.Dari raut muka dan penampilannya tidak tampak ada masalah dan sangat bahagia dan dia berencana untuk kembali ke negeri yang telah mengubah ekonomi keluarganya tersebut.
Apa yang disampaikan Ny W ternyata berbeda jauh dengan apa yang dialami oleh Ny WT, warga Kledekan Lor, Jangkaran,Temon,Kulon Progo.Meskipun sama-sama bekerja di negeri Saudi Arabia, Ny WT mengaku baru pulang karena dipulangkan oleh majikannya.WT menceritakan bahwa selama di sana sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari majikan.Sang majikan yang temperamental acap kali menyiksanya, apalagi bila Ny WT berbuat salah.Hak-hak sebagai buruh migran pun tidak dia dapatkan.Dia mengeluh selama tinggal di sana,  hanya mendapatkan jatah makan sehari sekali,bahkan tragisnya dia tidak mendapatkan gaji selama 6 bulan dari total 18 bulan dia bekerja.Tiga bulan sebelum dipulangkan Ny WT mengeluh sakit-sakitan karena derita dan tidak tahan perlakuan yang dialaminya.Akhirnya Ny WT pulang dipulangkan majikan dengan kondisi lemah, badan kurus kering, dan depresi.
Apa yang dialami Ny W dan Ny WT dan banyak lagi cerita tentang keluh kesah buruh migran sedikit banyak memberi gambaran tantang kondisi mereka di sana.Dari situ saya simpulkan, sebagai buruh migran perlu adanya pembekalan, khususnya mengenai mekanisme komplain apabila mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan ataupun apabila terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di sana. Sebagian mereka bingung mesti mengadu kemana apabila ada masalah.

SATU NEGARA BEDA NASIB: SEPENGGAL KISAH BURUH MIGRAN DI jANGKARAN, KULON PROGO
Nama saya adalah Pratiwi Agustian (30).Saya bekerja sebagai seorang bidan praktek swasta di wilayah Desa Jangkaran, Temon, Kulon Progo, DI.Yogyakarta sejak tahun 2006. Wilayah yang saya tempati merupakan daerah pantai dan daerah perbatasan antara Jogja-Jawa Tengah dimana mayoritas pekerjaan di sektor pertanian dan nelayan.Karena keterbatasan ekonomi dan penghasilan yang tidak menentu, akhirnya memaksa sebagian penduduk mencari usaha lain untuk memenuhi kebutuhannya.Salah satu usaha yang diminati sebagian masyarakat Desa Jangkaran adalah sebagai buruh migran(TKI).
Sebagai seorang bidan dan sebagai anggota masyarakat, secara langsung saya berhadapan dengan masyarakat.Dari situ saya sering sekali mendapatkan curahan hati dari pasien yang baru pulang dari bekerja di luar negeri ataupun oleh keluarga yang ditinggal istri sebagai buruh migran. Dari apa yang saya temui dari mereka banyak cerita tentang suka dan duka.Suka karena secara ekonomi dapat membantu kebutuhan ekonomi keluarga, tapi dampak dari sebuah keluarga yang ditinggal ternyata banyak menimbulkan berbagai permasalahan baru, belum lagi kisah tentang suka duka seorang buruh migran di negara asing.
Pada suatu waktu, saya bertemu dengan pasien. Sebut saja namanya Ny W (34), warga Ngelak,Jangkaran, Temon,Kulon Progo.Dia bercerita tentang pengalamannya bekerja sebagai TKI di luar negeri (Saudi Arabia).Saat itu dia sedang pulang cuti.Berbagai suka duka dia ceritakan,Saya simpulkan bahwa dia merasa sangat senang dan menikmati pekerjaannya dinegeri asing tersebut. Mendapatkan pekerjaan yang mudah dan ringan, yaitu sebagai asisten majikan perempuan,dengan gaji yang lancar dan menjanjikan di samping perlakuan majikan yang menganggapnya tidak sebagai hubungan antara majikan dan bawahan tetapi lebih ke hubungan persabatan.Dari raut muka dan penampilannya tidak tampak ada masalah dan sangat bahagia dan dia berencana untuk kembali ke negeri yang telah mengubah ekonomi keluarganya tersebut.
Apa yang disampaikan Ny W ternyata berbeda jauh dengan apa yang dialami oleh Ny WT, warga Kledekan Lor, Jangkaran,Temon,Kulon Progo.Meskipun sama-sama bekerja di negeri Saudi Arabia, Ny WT mengaku baru pulang karena dipulangkan oleh majikannya.WT menceritakan bahwa selama di sana sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari majikan.Sang majikan yang temperamental acap kali menyiksanya, apalagi bila Ny WT berbuat salah.Hak-hak sebagai buruh migran pun tidak dia dapatkan.Dia mengeluh selama tinggal di sana,  hanya mendapatkan jatah makan sehari sekali,bahkan tragisnya dia tidak mendapatkan gaji selama 6 bulan dari total 18 bulan dia bekerja.Tiga bulan sebelum dipulangkan Ny WT mengeluh sakit-sakitan karena derita dan tidak tahan perlakuan yang dialaminya.Akhirnya Ny WT pulang dipulangkan majikan dengan kondisi lemah, badan kurus kering, dan depresi.
Apa yang dialami Ny W dan Ny WT dan banyak lagi cerita tentang keluh kesah buruh migran sedikit banyak memberi gambaran tantang kondisi mereka di sana.Dari situ saya simpulkan, sebagai buruh migran perlu adanya pembekalan, khususnya mengenai mekanisme komplain apabila mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan ataupun apabila terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di sana. Sebagian mereka bingung mesti mengadu kemana apabila ada masalah.

Tulisan ini ditandai dengan: buruh migran 

Satu komentar untuk “Satu Negara Beda Nasib: Sepenggal Kisah Buruh Migran di Kulon Progo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.