Figures

Derita Buruh Migran Ilegal

Author

Sekitar tahun 2001, Lukman (23) masih kuliah di Bandung tepatnya di kampus YPKP (Yayasan Pendidikan Perbankan dan Keuangan) di jalan Musthofa Bandung. Saat itu dia menikmati masa-masa kuliah. Pada semester 6 tingkat 3, dia mendapat telepon dari orang tuanya di kampung dan mengabarkan ajakan kakaknya untuk bekerja di Brunei Darussalam.  Hal ini semata dilakukan orangtua Lukman karena kendala biaya kuliah yang besar.

Keberangkatan Lukman ke Brunei atas ajakan kakaknya, mengharuskan dia cuti dari bangku kuliah. Dia pun pergi bermodal nekat dan hanya mengikuti panduan perjalanan dari kakaknya. Menurut kakak Lukman perjalanan menuju Brunei bukanlah perkara susah.

“Berangkat ke Brunei hanya bermodal nekat dan keberanian, masalah perjalanan bisa diurus langsung oleh pihak travel Kalimantan- Brunei Darussalam,” tutur Kakak Lukman, “Dan masalah nanti di Brunei Darussalam bisa aku urus, jadi jangan takut, masalah majikan dan lainnya kamu tenang saja,” tambahnya.

Setelah Lukman sampai ke Brunei, dia menghadapi permasalah baru seperti harus menghindar dari pihak kepolisian dan harus megurus surat kunjungan yang tertera di paspornya setiap 2 minggu sekali agar mendapat cap kunjungan dari pihak imigrasi Brunei. Kejadian ini membuat Lukman mengerti menjadi buruh yang ilegal bukanlah hal yang menyenangkan.

Tulisan ini ditandai dengan: brunai buruh migran Derita Buruh Migran Ilegal 

Belum ada komentar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.