Kasus penipuan oleh pendamping lapangan (PL) atau calo, kembali menimpa pekerja migran Indonesia (PMI). Kali ini menimpa LZ, salah satu warga Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. LZ berangkat menjadi PMI ke Singapura sebagai negara tujuan penempatan, pada 23 November 2018. Dua bulan sebelumnya, pada Oktober 2018, LZ ditempatkan di penampungan di Sidoarjo. Belakangan diketahui ternyata penampungan tersebut adalah penampungan palsu. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang menempatkan LZ adalah PT Kriyan Sejahtera Indah.
Akhirnya LZ tetap berangkat ke Singapura melalui Bandara Juanda, Surabaya. Pendamping Lapangan (PL) yang mengurus keperluan LZ berinisial S. LZ diberangkatkan dari Srengat, Kabupaten Blitar. LZ berencana untuk pergi ke luar negeri dengan tujuan negara penempatan Singapura.
Keinginan tersebut diketahui oleh Petugas Lapangan (PL) atau kerap disebut sponsor atau calo. PL tersebut berinisial S. Awalnya S menawarkan proses cepat dengan iming-iming uang saku. LZ tertarik dana menerima tawaran tersebut. S memberikan sebagian uang saku senilai 3 juta, yang separuhnya digunakan untuk biaya mengurus administrasi dan keperluan selama tinggal di penampungan.
Selesai mengurus surat-surat, S membawa LZ ke penampungan yang terletak di Sidoarjo. Namun, penampungan yang dimaksud bukanlah seperti penampungan resmi, melainkan sebuah rumah warga yang dijadikan penampungan. Tidak ada tempat belajar khusus, maupun peralatan praktek selayaknya penampungan untuk calon PMI.
LZ berada di penampungan selama dua bulan. Setelah itu, dia diberangkatkan ke negara tujuan yaitu Singapura. Di sinilah awal LZ menyadari bahwa apa yang dijanjikan oleh sponsor tidak sesuai dengan yang dijanjikan. LZ dijanjikan bekerja di rumah majikan untuk mengasuh bayi. Namun, pada kenyataannya LZ dipekerjakan di rumah dengan majikan yang memiliki tiga orang anak, satu orang tua dan rumah besar yang harus dibersihkan setiap hari.
Baru tiga bulan masa kerjanya, tanpa diketahui penyebabnya, LZ dikembalikan ke agensi. Di agensi, LZ bertemu beberapa PMI yang mengalami nasib sama. Rata-rata mereka belum habis masa potongan dan dipindahkan ke majikan yang baru. Setiap ganti majikan, potongan mereka bertambah lagi satu bulan. Maka, hal ini bisa dibayangkan eksploitasinya jika berganti 3 majikan, maka potongan gaji mereka bertambah 3 bulan.
Ganti Majikan dengan Beban Kerja Lebih BeratĀ
Setelah kurang lebih 2 minggu ditampung, akhirnya LZ dipindah ke majikan baru. Di majikan baru, nasib LZ juga ternyata tidak lebih baik. Dia bekerja dengan beban kerja lebih banyak dari yang sebelumnya, ditambah merawat orang tua. Setelah 2 bulan bekerja dengan majikan baru, LZ merasa kewalahan dan tak sanggup, dia pun kabur dari rumah majikan. Kaburnya Liza tertangkap kamera cctv majikan.
Sang majikan pun menghubungi keluarga LZ yang ada di Indonesia memberitahukan bahwa LZ sudah kabur dari rumahnya tanpa diketahui alasannya. Dalam kebingungannya, LZ kabur ke tempat agensi dan pihak agensi pun menghubungi lagi majikan LZ. Awalnya LZ berkeinginan pulang. Namun pihak agensi meminta uang ganti rugi serta uang tiket senilai 20 juta kepada keluarga LZ di Indonesia jika LZ memutuskan untuk pulang.
Majikan LZ menghubungi keluarga LZ dan meminta agar keluarga di Indonesia bisa membujuknya untuk kembali bekerja di tempatnya. Di sini lah kesempatan keluarga LZ menyampaikan alasan LZ kabur ke majikannya. Keluarga LZ punĀ menyampaikan keberatan LZ bekerja di tempat tersebut. Majikan yang sudah merasa cocok dengan kinerja LZ, bahkan sudah menganggap LZ seperti keluarga sendiri, dia pun berjanji akan memperlakukan LZ lebih baik lagi.
Menyadari hal tersebut, kini majikan LZ meminta tambahan PMI satu lagi untuk merawat ibunya, sementara LZ hanya bekerja mengurus rumah. Semakin hari, sikapnya semakin baik. Kini LZ juga diberi kesempatan untuk bisa berkomunikasi dengan keluarganya.[]