SP menerima tawaran kerja sebagai kapten kapal perusahaan Taiwan dari adik kelasnya sewaktu sekolah di pelayaran. SP menerima pekerjaan sebagai kapten kapal kargo dengan gaji USD2,500/bulan. Pada 25 Juni 2018, SP berangkat ke Jakarta untuk melakukan medical check up. Di Jakarta, ia mendapatkan Letter of Guarante dan langsung diberangkatkan ke Singapura pada 27 Juni 2019. Sesampai di Singapura, SP menuju tempat agensi yang akan mengantarkannya sampai kapal.
Di atas kapal, SP bekerja bersama dengan sembilan pelaut lain. Lima orang pelaut dari Indonesia, tiga orang dari Thailand dan satu orang dari Taiwan. SP yang bekerja sebagai kapten kapal harus mengikuti arahan dari orang Taiwan yang tidak jelas jabatannya di atas kapal. Ketika ditanya mengenai muatan kapal, orang Taiwan tersebut selalu menjawab berubah-ubah.
“Saya tidak tau secara pasti barang apa yang diangkut oleh kapal. Padahal, kapal berbobot 1,800-an GT (gross tonnage.red). Terlihat kapal selalu kosong. Tapi melakukan bongkar muat di tengah laut. Saya curiga, ada yang tidak beres. Apalagi saya bersama dengan teman-teman diminta untuk masuk kamar dan dikunci dari luar ketika bongkar muat barang,” ujar SP pada Redaksi Buruh Migran
Ketika naik ke atas kapal, dokumen-dokumen milik SP ditahan oleh orang Taiwan. Tidak hanya menahan dokumen, orang Taiwan juga mengambil paksa telepon genggam SP dan me-reset nya sehingga tidak dapat terhubung dengan internet. SP hanya dapat berkomunikasi dengan istrinya melalui SMS ketika mendapatkan sinyal dari perairan Indonesia.
Perjalanan kapal yang dikemudikan SP selalu berubah-ubah atas perintah orang Taiwan, padahal SP adalah kapten kapal yang seharusnya berhak menentukan kendali kapal. Setelah satu bulan bekerja, SP juga tidak mendapatkan gajinya, hak komunikasi SP juga masih tetap dibatasi oleh orang Taiwan. Orang Taiwan juga mengancam SP dan teman-teman lain agar tidak berbuat macam-macam.
“Keluarga saya di Indonesia juga terancam tidak selamat jika saya melakukan hal yang membahayakan kapal atau orang Taiwan,” kata SP.
SP dan beberapa orang Indonesia mengutarakan niatnya pada orang Taiwan untuk berhenti bekerja dari kapal. Orang Taiwan menyanggupi dan akan menganti orang-orang Indonesia yang berniat untuk pulang ketika mereka mendapatkan ganti orang-orang baru. Namun, janji tersebut tak kunjung ditepati oleh orang Taiwan.
Upaya Penyelamatan
SP yang merasa nyawanya terancam kemudian menghubungi istrinya melalui SMS ketika mendapatkan sinyal di perairan sekitar Indonesia. Istri SP yang menerima kabar dari suaminya khwatir dan menghubungi Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD BM), Infest Yogyakarta. Laporan istri SP diterima Ridwan Wahyudi, Manajer Program PSD BM, yang menindaklanjuti dengan memberikan pengarahan pada SP.
“Saya bisa berkomunikasi dengan SP ketika kapal berlayar di sekitar Penang, Malaysia,” ujar Ridwan Wahyudi.
Ketika berada di sekitar Penang, Malaysia, kapal yang ditumpangi SP sempat digeledah oleh otoritas gabungan Malaysia yang terdiri dari polisi marine, anti narkoba, imigrasi dan Kementerian Transportasi Malaysia. Kapal teridentifikasi suspect sehingga sementara waktu tidak diperbolehkan untuk berlayar. Ketika kapal yang ditumpangi SP kemudian sandar di dekat pelabuhan Penang, SP mendapatkan izin untuk turun dari orang Taiwan meskipun dengan kawalan ketat. Ia berhasil menyelinap dari kawalan dan membeli SIM Card Malaysia sehingga komunikasi dengan PSD BM menjadi lebih mudah.
Ketika situasi kapal semakin tidak kondusif, SP yang terhubung dengan PSD BM disuruh untuk menginstal aplikasi Safe Travel dan memencet tombol darurat untuk mendapatkan pertolongan. Tombol darurat dari Safe Travel terhubung dengan KJRI Penang. KJRI Penang melaporkan kasus SP pada kepolisian maritim Malaysia. Kepolisian Maritim Malaysia bersama dengan otoritas lain kembali menggeledah kapal dan mengintrogasi satu per satu orang-orang yang berada di atas kapal. Otoritas Malaysia meyuruh orang Taiwan untuk menyerahkan orang-orang Indonesia yang berada di atas kapal pada KJRI Penang.
SP bersama dengan orang-orang Indonesia lain akhirnya dibawa ke KJRI Penang. Selama beberapa hari SP dan teman-temannya tinggal di KJRI Penang. Dibantu oleh KJRI Penang, negosiasi dengan agensi perusahaan mengenai gaji dan biaya pemulangan dilaksanakan. Agensi perusahaan pada akhirnya mau memulangkan SP dan beberapa orang ABK lain ke Indonesia. Ada pelajaran yang dapat diambil dari kisah SP, bahwa siapapun berpotensi mengalami pelanggaran hak, termasuk WNI dan pekerja migran
“Bagi siapapun WNI atau pekerja migran yang hendak bekerja ke luar negeri, pastikan bahwa tidak hanya tersedianya pasar kerja, tapi juga pentingnya syarat kerja, kondisi kerja, kesepakatan antara calon pekerja dan calon majikan tersedia. Kemudian laporkan kedatangan Anda di perwakilan terdekat,” ujar Ridwan Wahyudi, Manajer Program PSD BM, Infest Yogyakarta.
Satu komentar untuk “Upaya Penyelamatan Pelaut Indonesia dari Ancaman Eksploitasi Kapal Kargo Taiwan”