Tantangan Bekerja di Luar Negeri
Sering ditanyakan, bolehkah bekerja ke luar negeri? Tentu jawabannya boleh dan tidak ada larangan. Tetapi juga tidak ada keharusan. Bekerja adalah hak setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan. Siapapun tidak boleh melarang seseorang untuk bekerja. Melarang seseorang untuk bekerja berarti melanggar hak orang yang dilarang. Kewajiban pemerintah memastikan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan seseorang untuk bekerja.
Bekerja bisa di dalam dan luar negeri; bisa di dalam rumah (domestik) dan di luar rumah (publik); bisa sendiri, bisa juga bersama-sama (kolektif). Yang paling penting dari semua pilihan pekerjaan itu adalah jaminan keamanan, keselamatan, kenyamanan, keadilan dalam upah, dan jaminan hak-hak lainnya. Ini semua harus tertuang dan disepakati bersama secara sadar dalam Surat Perjanjian Kerja (SPK) yang ditandatangani antara pekerja dan pihak yang mempekerjakan. Hal ini sudah diatur dan dijamin secara legal oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Bagi pekerja Indonesia di luar negeri, yang biasa disebut Pekerja Migran Indonesia (PMI), selain memastikan jaminan hak-haknya sebagai pekerja, juga penting memperhatikan tantangan-tantangan yang kemungkinan dihadapi. Kita harus belajar dari pengalaman-pengalaman PMI sebelumnya. Beberapa tantangan itu, di antaranya adalah godaan menjadi pelaku kejahatan Narkoba, rentan menjadi korban perdagangan orang (trafiking), masuk dalam pergaulan bebas sehingga terdampak HIV/AIDS atau Infeksi Menular Seksual (IMS), dan terlibat dalam jaringan terorisme nasional maupun internasional. Alih-alih akan membahagiakan keluarga di Indonesia, apabila PMI terlibat dalam salah satu dari kejahatan tersebut, malah kita masuk penjara atau lebih parah lagi tidak bisa pulang lagi ke Indonesia.
Meneguhkan Jati Diri Keindonesiaan
Nah, tulisan pendek ini hendak berbicara tentang pencegahan PMI dari keterlibatan jaringan terorisme dan kekerasan ekstrem. Penting bagi PMI memperhatikan kemungkinan masuk dalam jeratan jaringan terorisme dan kekerasan ekstrem. Karena cara sindikat teroris merekrut PMI pada umumnya sangat halus, rapih, terorganisir, dan dilakukan melalui media sosial (online), seperti facebook, twitter, instagram, WA, telegram, atau juga pertemuan-pertemuan langsung melalui kegiatan keagamaan dan kegiatan lain yang menarik PMI.
Dalam konteks ini, penekanan jati diri ke-Indonesia-an kepada PMI menjadi sangat penting. Di mana pun kita berada, jati diri kita sebagai manusia Indonesia tetap harus eksis (hadir) dan berdiri tegak. Tidak boleh luntur sedikit pun oleh budaya asing yang hanya sebentar saja kita singgahi.
Indonesia tempat lahir kita. Di Indonesia, kita dibuai dan dibesarkan. Kata raja penyair D Zawawi Imron dalam bait puisinya, “Kita minum air Indonesia menjadi darah kita. Kita makan buah-buahan dan beras Indonesia menjadi daging kita. Kita menghirup udara Indonesia menjadi napas kita. Kita bersujud di atas bumi Indonesia. Bumi Indonesia menjadi sajadah kita. Suatu saat nanti kita mati, kita akan tidur pulas dalam pelukan bumi Indonesia. Daging kita yang hancur akan menyatu dengan harumnya bumi Indonesia.”
Indonesia yang dimaksud adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dan bersemboyankan Bhinneka Tunggal Ika. Negara ini didirikan oleh tokoh-tokoh bangsa dari berbagai latar belakang suku, bahasa, dan agama, dan diproklamirkan oleh Soekarno dan Moh. Hatta pada tahun 1945. Indonesia merdeka atas perjuangan berbagai pihak, termasuk umat Islam dan kalangan pesantren, dalam melawan penjajah Belanda, Jepang, dan Portugis selama lebih dari 350 tahun.
Dengan demikian jelaslah, jika kita tidak mengakui Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sama artinya dengan mengingkari perjuangan seluruh bangsa Indonesia di masa lalu. Dalam waktu yang sama, kita juga berarti mengingkari bumi yang kita injak, air yang kita minum, dan udara yang kita hirup. Lebih dari itu, kita juga berarti mengingkari nenek moyang dan orang tua yang melahirkan dan membesarkan kita. Nenek moyang dan orang tua kita hidup dan bisa melahirkan kita, karena Indonesia sudah merdeka, hasil dari perjuangan seluruh bangsa Indonesia di masa lalu.
Menjadi Manusia Indonesia
Tidak ada cara lain untuk mensyukuri Indonesia yang merdeka ini, selain mengakui keberadaan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan, juga kita harus selalu menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Kapan pun dan di mana pun berada, kita tetap menjadi manusia Indonesia yang utuh. Meskipun kita di luar negeri, jati diri manusia Indonesia tetap harus ditunjukkan dan menyatu dengan nafas kehidupan kita.
Pertanyaannya adalah bagaimana sosok manusia Indonesia itu? Nah, tulisan ini mencoba menawarkan sosok manusia Indonesia yang harus melekat dalam kepribadian kita, kapan dan di mana pun berada. Karakteristik sosok manusia Indonesia adalah:
- Beragama dan kerketuhanan Yang Maha Esa. Manusia Indonesia adalah orang yang beragama dan taat menjalankan ajaran agamanya, kapan dan di mana pun berada. Agama mengajarkan kebaikan, keadilan, perdamaian, kasih sayang, dan kebijaksanaan. Ajaran agama menjadi jiwa dan spirit manusia Indonesia.
- Berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Manusia Indonesia adalah orang yang mengakui, menghormati, dan memperjuangkan bahwa setiap orang memiliki hak asasi manusia yang melekat pada kemanusiaannya. Manusia Indonesia selalu menghargai siapa pun, apa pun latar belakang agama, suku, bangsa, dan bahasa, selagi dia manusia, maka dia memiliki hak dan martabat yang sama sebagai manusia (makhluk Tuhan Yang Maha Esa). Keadilan dan keadaban melekat dalam kemanusiaan orang Indonesia.
- Menjunjung tinggi, menjaga, dan memperjuangkan persatuan Indonesia. Manusia Indonesia adalah orang yang bersatu dan menjaga persatuan kapan dan di mana pun berada. Meskipun berbeda, manusia Indonesia tetap bersatu padu. Selalu bersatu dalam perbedaan. Persatuan adalah hal yang utama, di atas kepentingan pribadi dan golongan. Manusia Indonesia tidak menyukai pertikaian, konflik, permusuhan, kekerasan, terorisme, dan apalagi peperangan.
- Mengutamakan musyawarah dengan bijak. Manusia Indonesia adalah orang yang selalu bermusyawarah dalam menentukan dan mengambil keputusan bersama. Musyawarah dilakukan dengan cara yang bijak untuk mencapai mufakat. Manusia Indonesia menyetujui demokrasi sebagai cara untuk menyelenggarakan pemerintahan yang adil dan beradab.
- Berjuang mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Manusia Indonesia adalah orang adil dan selalu berjuang untuk keadilan orang lain. Manusia Indonesia tidak menyukai tindakan korupsi, kolusi, nepotisme, curang, dan berbuat tidak adil.
- Bersikap sopan santun, ramah, murah senyum, suka menolong, suka silaturrahim, sabar, bekerja keras, tanggungjawab, ulet, menyayangi keluarga, dan menjaga silsilah keluarga. Manusia Indonesia adalah orang yang memiliki sikap sosial tersebut, baik dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa.
- Mencintai Tanah Air. Manusia Indonesia adalah orang yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Di mana pun berada, Garuda bersemayam di dadanya. Agama menjadi jiwanya. Pancasila, ideologinya. UUD 1945, konstitusinya. Bhinneka Tunggal Ika, semboyannya. NKRI harga mati. Manusia Indonesia selalu berkontribusi—sesuai dengan kemampuan—untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Jati diri manusia Indonesia harus selalu melekat dalam jiwa orang Indonesia, di mana pun dan kapan pun berada, termasuk ketika menjadi PMI di luar negeri. Dengan cara ini, mudah-mudahan kita akan terhindar dari godaan kejahatan Narkoba, korban perdagangan orang (trafiking), terlibat dalam pergaulan bebas sehingga terdampak HIV/AIDS atau Infeksi Menular Seksual (IMS), dan terlibat dalam jaringan terorisme nasional maupun internasional. Menjadi PMI, menjadi manusia Indonesia. []