Informasi yang bermuatan intoleransi, menghina, hoaks dan lain sebagainya mudah beredar karena hampir seluruh masyarakat Indonesia memiliki smarthphone, bahkan jumlahnya melebihi jumlah penduduk Indonesia. Ada 371,4 juta smartphone di Indonesia, padahal jumlah penduduk Indonesia sekira 262 juta (katadata.co.id, 29 Agustus 2017).
Di kalangan pekerja migran Indonesia (PMI), membanjirnya informasi bermuatan intoleransi, ujaran kebencian, dan hoaks juga menjadi kegelisahan tersendiri. Salah satu upaya yang mereka lakukan untuk membendung hoaks adalah dengan memproduksi informasi mereka sendiri. Upaya melawan hoaks dilakukan oleh Komunitas Pekerja Migran Indonesia bukan hanya di negara penempatan, namun juga dilakukan oleh Komunitas Pekerja Migran Indonesia yang ada di desa dengan dukungan pemerintah desa.
Serantau Hadir Karena Minimnya Informasi Bagi Pekerja Migran di Malaysia
Serantau awalnya sebagai media komunitas yang dikelola oleh PMI di Malaysia. Peranannya yang gemar memproduksi dan menyebarluaskan informasi yang akurat kepada PMI di Malaysia melalui saluran online dan offline, membuat identitas itu melekat kepada Serantau. Serantau juga hadir dalam bentuk buletin cetak semakin memperkuat tolok ukurnya sebagai media komunitas.
Baru-baru ini, komunitas Serantau memperkuat kapasitas tim redaksinya dengan mengikuti Kelas Jurnalistik Komunitas Serantau yang diselenggarakan oleh Institute for Educational, Social, Religious and Cultural Development Studies (Infest Yogyakarta). Kelas Jurnalistik diikuti oleh 30 peserta dari perwakilan komunitas Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia, Senin (17/09/2018), bertempat di Hotel Anum, Chow Kit, Kuala Lumpur.
Menurut informasi Desi Lastati, pengurus Serantau Malaysia, pelatihan jurnalistik yang diikuti Serantau juga ajang silaturahmi antar komunitas, peserta yang hadir di antaranya berasal dari komunitas Info Warga Jember (IWJ), Prikitiew, Republik Ngapak, Paguyuban Wonosobo (Pawon) dan Aisyiah Muhammadiyah.
“Pelatihan yang diadakan Infest Yogyakarta menyadarkan tentang pentingnya pengelolaan informasi tentang pekerja migran. Karena masalah yang dihadapi oleh kalangan pekerja migran Indonesia, sering kali berawal dari persoalan yang sederhana, yakni minimnya informasi yang diterima oleh pekerja migran, mulai dari proses perekrutan, sampai pada penempatan di negara tujuan,” papar Desi dalam laporannya untuk buletin Serantau.
Dalam pelatihan yang difasilitasi oleh Irsyadul Ibad dan Yudi Setiadi, juga membahas tentang pentingnya melawan hoaks di era digital. Di mana saat ini penyebaran informasi dan berita beredar dengan sangat cepat. Tetapi banyak informasi dan berita yang sengaja dipelintir oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Kabar bohong atau hoaks banyak beredar di media sosial, hal ini diciptakan selain untuk meraih keuntungan pribadi juga untuk kepentingan politik. Sehingga sangat penting bagi PMI menciptakan informasi dan berita yang faktual dan independen. Karena banyak informasi-informasi hoaks dan tidak berimbang yang bisa menimbulkan kebencian dan mengancam persatuan bangsa.
Komunitas Organisasi Pekerja Migran Indonesia Lawan Hoaks dari Desa
Upaya lawan hoaks bukan hanya dilakukan oleh Komunitas Pekerja Migran di luar negeri seperti yang dilakukan oleh komunitas Serantau. Di kampung halaman mereka sendiri, upaya melawan hoaks juga dilakukan oleh Organisasi Komunitas Pekerja Migran Indonesia (KOPI) di enam desa di Kabupaten Ponorogo dan Blitar. Dua kabupaten ini merupakan daerah dengan angka migrasi tertinggi di Provinsi Jawa Timur.
Informasi yang diproduksi KOPI bukan hanya mengabarkan tentang sejumlah persoalan atau kasus-kasus yang menimpa pekerja migran di desanya. Namun juga mengangkat kisah inspiratif warga di desa khususnya pekerja migran purna yang berhasil. Semangat mereka berbagi informasi kian terlihat saat mereka mengikuti pelatihan jurnalistik yang diadakan Infest Yogyakarta.
Pelatihan Jurnalistik di Desa Bringinan bersama Komunitas Organisasi Pekerja Migran Indonesia (KOPI), di Balai Pelatihan Desa Bringinan, Kabupaten Ponorogo (4 September 2018).Seperti yang kini tengah dilakukan oleh KOPI Desa Nongkodono, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo. Pengurus KOPI Nongkodono tengah bersemangat menuliskan kisah warganya yang bekerja sebagai pekerja migran Indonesia (PMI). Kisahnya pun beragam, mulai dari menceritakan pengalaman mereka melakukan pendampingan kasus serta pembelajarannya.
Menurut Any Hidayati, Pendamping KOPI di Kabupaten Ponorogo, Pemerintah Desa Nongkodono (Pemdes) dan warga yang merupakan pekerja migran purna kini tengah bersemangat menulis tentang kisah PMI dan potensi desanya. Buletin merupakan sebagai media komunitas yang mereka pilih untuk mengabarkan kisah inspiratif maupun pengalaman pendampingan mereka.
“Nama buletin yang disepakati oleh pengurus KOPI Nongkodono adalah Nongkodono Berkisah. Saat ini mereka juga sudah menuliskan kisahnya baik untuk rubrik wirausaha, kasus, sosok, panduan, opini dan peristiwa,” papar Any Hidayati pada Rabu (4/10/2018).
Kisah Penanganan Kasus Hingga Potensi Desa
Suasana rapat redaksi KOPI di Kabupaten PonorogoAny juga mengungkapkan bagaimana respon dan dukungan Pemdes pada inisiatif pengurus KOPI yang umumnya memiliki pengalaman menjadi PMI. Apalagi buletin mereka bukan hanya akan mengangkat tentang kisah PMI serta pembelajaran pendampingan yang dilakukan PMI. Lebih dari itu mereka juga akan mengangkat tentang potensi desa mereka, serta kekuatan sosial-budaya mereka yang masih terus terpelihara.
Di salah satu tulisan karya KOPI juga mengangkat sosok-sosok inspiratif di desa mereka. Salah satu anggota KOPI Nongkodono bahkan bersemangat menuliskan tentang rubrik wirausaha yang ditekuni PMI purna di desanya.
Selain di KOPI Nongkodono, ada juga KOPI di Desa Bringinan yang juga tengah sibuk merancang media komunitas mereka sendiri. Menurut laporan Any Hidayati, Pendamping KOPI di Ponorogo, rencana penerbitan buletin KOPI juga mendukung program Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) di desanya. Buletin sebagai media informasi komunitas juga sangat penting untuk mempublikasikan kegiatan komunitas maupun potensi-potensi desa Bringinan.
Pemdes Bringinan juga merespon baik bahwa buletin komunitas memang sangat bermanfaat, sebagai media penyebaran informasi. Seperti yang diungkapkan oleh Kades Bringinan, bahwa banyak program desa maupun potensi yang ada di desa Bringinan yang bisa diangkat sebagai bahan penulisan rubrik buletin. Hal ini juga senada dengan program KIM yang ada di setiap desa.
Buletin yang dikelola KOPI Bringinan akan mengangkat tentang ekonomi desa, sosok, seni dan budaya, peristiwa dan serba-serbi kegiatan yang ada di desa mereka. Menurut salah satu pengurus KOPI, Langgeng, potensi di Desa Bringinan banyak sekali karena pekerja migran Indonesia (PMI) purna desa ini banyak yang sukses dengan usaha kreatif. Program yang unik seperti Bringinan bebas Satru (BBS), celengan desa dan masih banyak program yang dapat ditulis dalam rubrik buletin KOPI. Semoga dengan kita mempunyai buletin dapat membantu mengembangkan KOPI dan desa Bringinan.
Selain di Kabupaten Ponorogo, KOPI di Tiga Desa di Kabupaten Blitar juga tengah bersemangat menuliskan informasi mereka sendiri. Di Desa Gogodeso misalnya, beberapa anggota KOPI sudah menuliskan kegiatan mereka serta cerita inspiratif dari pengalaman pekerja migran di desanya. Begitu pun KOPI di dua desa lainnya yang sebelumnya telah mengikuti pelatihan jurnalistik dan merancang media komunitas mereka sendiri.
Yang dimaksud hoax adalah :
Berita/pernyataan yang tidak benar dan dipublikasikan / diviralkan.
Tapi reality hoax ada ;
– versi pemerintah
– versi oposisi
– versi simpatisan pemerintah
– versi simpatisan oposisi