Masih maraknya praktik calo yang melakukan perekrutan tidak sesuai prosedur, menyulitkan pemerintah desa dalam upaya perlindungan warganya yang menjadi buruh migran. Melihat situasi ini, Komunitas Bumi Gumelar menggelar Rembug Desa Peduli Buruh Migran (24/4/2016) yang diikuti oleh tiga desa basis buruh migran di Kecamatan Gumelar, Desa Cihonje, Gumelar, dan Paningkaban.
Kegiatan yang digelar di Balai Desa Gumelar tersebut, difasilitasi oleh Yudi Setyadi, Pendamping Komunitas dari Infest Yogyakarta dan Narsidah, Pegiat Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas. Menurut Yudi Setyadi, keberadaan UU Desa No.6 tahun 2014 merupakan peluang untuk mendorong peran desa dalam melindungi buruh migran.
“Selama ini desa tahunya hanya calon buruh migran mengurus ijin suami atau ijin orang tua. Lewat PT mana calon buruh migran diproses, kita kadang tahu kadang tidak. Desa selama ini hanya ngecap,” ungkap Dakun dari Pemerintah Desa Paningkaban, dalam kegiatan Rembug Desa Peduli Buruh Migran yang bertempat di Balai Desa Gumelar, Kamis (28/04).
Berbeda pengalaman dengan Pemerintah Desa Paningkaban, Pemerintah Desa Cihonje mengaku selama ini sudah mengupayakan proses yang cukup ketat dalam melayani warganya yang menjadi buruh migran.
“Di Desa Cihonje, jika tidak ada surat dari dinas tidak kita layani. Tapi selama ini masih banyak calon buruh migran yang memaksa, sudah ditolak nanti bisa datang orang yang berbeda tapi membawa berkas calon buruh migran yang sama,” tutur Riko dari Pemerintah Desa Cihonje.
Menurut Narsidah, pegiat buruh migran Seruni Banyumas, selama ini peran desa sering dilewati oleh para calo ketika melakukan perekrutan warga desa yang menjadi calon buruh migran. Hal seperti ini bisa diminamilisir jika desa paham dengan kewenangan dan peran yang dimiliki.
“Desa harus paham kewenangan dan landasan hukumnya dulu. Sehingga penerapannya kepada masyarakat atau warganya yang menjadi buruh migran juga punya landasan,” ungkap Narsidah.
Narsidah juga menambahkan, saat ini Kabupaten Banyumas sudah memiliki Perda Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perlindungan TKI. Dalam Perda ini diatur kewenangan dan peran pemerintah desa dalam perlindungan buruh migran.
“Ada tiga muatan lokal yang penting dalam Perda ini, yakni peran pemerintah desa, hak keluarga buruh migran, dan ibu rumah tangga yang memiliki anak berumur kurang dari enam bulan tidak boleh diberangkatkan bekerja di luar negeri,” tambah Narsidah.
Kegiatan yang digagas oleh Paguyuban Buruh Migran Kecamatan Gumelar (Bumi Gumelar), bekerjasama dengan Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan Gumelar dan Seruni Banyumas ini bertujuan untuk mensinergikan peran pemerintah desa dalam proses migrasi.
“Kegiatan diskusi atau rembug dengan pemerintah desa iakan menjadi program rutin Komunitas Bumi Gumelar, untuk sementara baru tiga desa yang kami koordinir, agar rembug desa peduli buruh migran ini lebih fokus. Rencana semua desa di Kecamatan Gumelar akan kami ikut sertakan, agar desa bisa berperan aktif dalam perlindungan terhadap calon buruh migran ataupun yang sudah menjadi buruh migran di luar negeri.” papar Rukun, salah satu pegiat Komunitas Bumi Gumelar.
Teguh Rokhani, Koordinator Komunitas Bumi Gumelar menyampaikan, dengan adanya kegiatan rembug desa ini diharapkan bisa membangun kerjasama antara pemerintah desa dengan komunitas buruh migran di Kecamatan Gumelar.
“Harapan kami ke depan bisa ada perbaikan pelayanan dari pemerintah desa ketika memproses warganya yang menjadi buruh migran. Kami dari komunitas juga sedang mengupayakan agar teman-teman buruh migran yang sudah berada di luar negeri, bisa menginformasikan alamat tempat tinggalnya di sana. Ini penting untuk diketahui oleh pemerintah desa dan keluarganya yang di rumah,” tandas Teguh.