Ini cerita mengenai pengalaman saya, buruh migran Hong Kong yang mengambil cuti untuk pulang ke Indonesia lewat bandara Juanda Surabaya. Pada 1/11/2013 saya turun dari pesawat dan antri di bagian imigrasi, kondisinya lancar sampai pada saat antri bagasi. Namun ketika berjalan keluar ada petugas yang tanya, “Mbak, pulang kerja?” Saya jawab iya dan petugas tersebut meminta saya untuk masuk sebuah ruangan bertuliskan Pendataan TKI guna mengambil data saya.
Ruangan sepi, hanya ada dua petugas, satu petugas sedang mendata 2 orang BMI lain, dan satu petugas sedang sibuk ngobrol sembari mainan handphone dengan BMI yang satu pesawat dengan saya. Tak ingin menunggu lama, saya ambil kertas formulir dan lalu mengisinya. Petugas yang bermain handphone dengan BMI tadi berkata untuk membantu mengisikan formulir yang telah saya ambil.
Petugas memberikan pertanyaan seperti, dijemput siapa, dari mana, cuti berapa lama, dan PPTKIS/ PT apa. Pertanyaan terakhir dengan santai saya jawab bahwa saya berangkat dengan PT. Putra Duta Pembangunan (PDP). Petugas kemudian bertanya mengapa PT ketika saya diberangkatkan berbeda dengan PT ketika saya pulang cuti berbeda. Saya jawab tidak tahu karena memang setiap kontrak baru nama PT juga baru. Jadi bukan lagi PT yang pertama kali memberangkatkan kita. Saya berangkat dengan PT.PDP dan pulang dengan PT. Megah Utama Pusat (MUP), mungkin sebagai formalitas perpanjangan kontrak di KJRI.
Petugas kemudian mengembalikan paspor kontrak kerja, dan sepertinya ini bukan hal aneh, terlebih bagi petugas yang setiap hari berhadapan dengan BMI. Saya berjalan di pintu keluar dan ternyata ada petugas berseragam hitam memanggil saya. Langsung saya tanya pada petugas apakah saya disuruh tukar uang dollar, usai melihat papan harga kurs mata uang dari berbagai negara di dekatnya. Ia menjawab kalem memanggil saya dengan maksud akan mendaftar dan bertanya, dari mana, cuti, dan ujung-ujungnya bawa uang berapa.
Langsung saya jawab hanya membawa uang 100 dollar HK. Ia kemudian menyudahi pembicaraan dan mempersilakan saya untuk tanda tangan. Jika tak hati-hati, buruh migran yang masih awami bisa jadi tergoda bujuk rayu petugas penukaran uang untuk menukarkan uang di sana dengan kurs yang biasanya lebih rendah. Jelas ini merugikan BMI.
Usai tanda tangan saya langsung keluar bertemu dengan orang tua yang menjemput saya. Sesampai di parkiran, ada dua orang bapak-bapak berseragam coklat mengelilingi mobil dan meminta sumbangan seikhlasnya. Saya tidak tau petugas tersebut siapa, karena untuk uang parkir sendiri juga sudah bayar. Inilah cerita sesaat setelah mendarat di tanah air. Tetap saja rasanya beda saat mendarat di negeri sendiri dan negeri orang lain. Kalau boleh jujur, saya lebih merasa nyaman mendarat di bandara negara orang ketimbang bandara negara sendiri.
Fera kan sudah berhijab, mohon foto profilnya diganti yang pakai jilbab dong, biar nyaman dilihatnya
hehehehe, mau ganti lupa- terus om 🙂
makasih sudah diingatkan