Barang siapa tidak berani, dia tidak bakal menang; itulah semboyanku! Maju! Semua harus dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia! (RA. Kartini via Pramoedya Ananta Toer).
Ucapan RA. Kartini di atas patut untuk direnungkan. Sebagai emansipator pergerakan wanita Indonesia, RA. Kartini selalu menyerukan kepada seluruh wanita Indonesia untuk berani melawan segala bentuk ketidakadilan yang menimpa mereka. Titah pahlawan pejuang wanita itu, memang terwujud dari tindakan-tindakan para aktivis perempuan yang berjuang menuntut kesamaan hak di berbagai bidang kehidupan tanpa kenal lelah.
Tepat di hari sakral yang jatuh pada 8 Maret 2013, semua kaum perempuan berteriak menuntut ketidakadilan perlakuan di segala bidang kehidupan. Tuntutan yang disampaikan mungkin terdengar klasik dan itu-itu saja, namun lagu lama itu nyatanya masih jauh dari harapan. Sampai saat ini, masih banyak perempuan di berbagai belahan dunia yang harus menerima nasib sebagai kaum subordinat.
Peringatan hari perempuan yang agung itu, juga tak dilewatkan oleh kalangan Buruh Migran Indonesia (BMI) perempuan yang bekerja di luar negeri. Salah satu organisasi BMI yang menyelenggarakan peringatan tersebut adalah Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia Taiwan (ATKI Taiwan). Tak mau melewatkan kesempatan, seluruh anggota ATKI Taiwan melakukan aksi jalan kaki yang disertai demonstrasi di KBRI Taiwan.
Selama kegiatan tersebut, ATKI Taiwan yang mewakili seluruh BMI di Taiwan menuntut hak-hak mereka yang selama ini tidak diperhatikan oleh pemerintah. Beberapa hal yang menjadi pokok perhatian mereka diantaranya adalah:
Mencoba menggiring para BMI di Taiwan, terutama perempuan untuk tidak takut berorganisasi. Hal ini sangat membantu BMI itu sendiri, apabila mereka menemui kesulitan. Kesadaran berorganisasi buruh perempuan di Taiwan masih sangat rendah, karena sebagian besar dari mereka takut pada larangan majikan ataupun pemerintah Taiwan. Padahal, kebebasan dalam berkumpul, berserikat dan berorganisasi adalah hak setiap manusia.
Tolak Kerja Keras, Gaji Rendah
Perjuangan BMI perempuan dalam memperbaiki keadaan perekonomian keluarga di tanah air, harus selalu dipantau dan dilindungi. Seperti yang diketahui, menurut data dari pemerintah Taiwan, jumlah BMI kurang lebih 188.000 yang terbagi dalam sektor pekerjaan formal dan informal. Sampai saat ini, berbagai macam bentuk penindasan dan bentuk penghisapan uang BMI telah terjadi. Berbagai kebijakan atau undang-undang, yang diberikan untuk mengatur pengiriman dan penempatan terhadap buruh migran adalah penyebabnya. Peraturan-peraturan tersebut tidak pernah berorientasi kepada kesejahteraan dan keadilan.
Jumlah BMI di Taiwan menduduki peringkat pertama, yang terbagi dalam beberapa jenis pekerjaan seperti buruh pabrik, Pekerja Rumah Tangga (PRT), Anak Buah Kapal ( ABK ) dan lainnya.pekerja terbanyak adalah pekerja rumah tangga. Selama ini, PRT di Taiwan mengalami kesulitan dalam beberapa hal seperti kesusahan dalam memperjuangkan hak libur. Pada dasarnya, hak BMI informal dalam mendapatkan jatah libur kerja adalah satu kali dalam seminggu. Walaupun ada beberapa BMI yang masih menerima nasib dengan hanya diberi libur selama satu atau dua kali sebulan, nyatanya masih banyak BMI yang tak mendapat hak libur.
Permasalahan lain yang diperjuangkan adalah jam kerja yang panjang, tekanan-tekanan dari majikan dan agensi. Lebih parah lagi, BMI juga tidak dibolehkan membawa alat komunikasi semacam telepon genggam. Kami di sini adalah buruh migran yang punya hak sesuai undang-undang perburuhan, bukan budak kasar yang harus menerima perlakuan tidak manusiawi. Ini adalah bukti kelemahan pemerintah dalam melindungi buruh migran dan tidak ada kesejahteraan bagi BMI di Taiwan.
Pelanggaran kontrak kerja (job illegal), penahanan dokumen BMI seperti kontrak kerja, paspor, daftar gaji, ARC dan asuransi kesehatan menjadi tambahan daftar hitam atas perlakuan buruk yang diterima BMI. Kesemuanya adalah bentuk pelanggaran dan penindasan yang biasa dilakukan oleh agensi, PPTKIS. Parahnya, pemerintah tak acuh dan cenderung tidak memperdulikan pengaduan BMI. Maka tak heran bila majikan hingga pemerintah Taiwan juga memperlakukan BMI dengan buruk.
Krisis global yang di alami oleh negara-negara maju terutama Amerika Serikat, semakin menambah berat beban hidup kami. Harga-harga kebutuhan pokok baik di Taiwan maupun di Indonesia semakin melambung tinggi, sementara upah kami tidak mengalami kenaikan yang memadai. Melalui berbagai cara Pemerintah Taiwan justru terus mempertahankan upah kami tetap murah.
Hingga kini, gaji pokok BMI hanya sebesar Nt.15.840, dengan potongan selama 9 bulan dan di tambah potongan-potongan lainnya yang di bebankan kepada kami. Jumlah yang tidak seberapa jika di ukur dengan melambunganya kebutuhan pokok. Di sinilah, BMI terjerumus ke dalam jurang perbudakan hutang.
BMI Tak Gentar Tuntut Pengakuan dan Kesetaraan
Menjadi buruh migran bukan sebuah keinginan melainkan keterpaksaan. Namun pemerintah justru memanfaatkan keterpaksaan tersebut, dengan menindas melalui pungutan-pungutan berlipat ganda. Bahkan pemerintah, membiarkan BMI dalam lubang ketidaktahuan hingga tanpa sadar BMI sendiri tak tahu akan haknya. Jika kami miskin, pengangguran, dan berpendidikan rendah, bukankah itu kegagalan pemerintah sendiri, untuk melindungi rakyatnya?
Dalam peringatan Hari Perempuan Internasional kali ini, kami menyatakan kami menolak untuk dibodohi dan di rendahkan. Kami berpendidikan rendah akan tetapi tidak bodoh, kami selayaknya kaum perempuan akan tetapi tidak lemah. Kami hanya butuh kesabaran untuk bangkit melawan pemerasan dan penindasan. Jalannya adalah melalui organisasi kaum buruh migran, yang berjuang bersama masa.
Dari situasi di atas, kami BMI di Taiwan menuntut kepada utusan perwakilan Pemerintah Indonesia yang berada di Taiwan dan Pemerintah Taiwan untuk:
- Berikan kenaikan gaji bagi BMI di Taiwan dan segera realisasikan.
- Turunkan biaya penempatan, maksimal hanya satu bula gaji. Segera tetapkan dan sosialisasikan.
- Berikan hari libur tetap, satu kali dalam seminggu bagi BMI.
- Hapus Mandatori KTKLN secepatnya.
- Berlakukan kontrak mandiri bagi BMI.
- Servis-servis yang diperuntukkan bagi BMI harus bebas biaya, jangan diomersilkan.
Taipei, 8 Maret 2013
Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Taiwan.
mbak atin mau tanya ni, kelanjutan dan hasil dari demo waktu itu gimana y? apakah sekarang TKA sektor formal tidak ada upah minimum lagi? kalau ada upa minimum nya berapa ya? mohon info mbak, terimakasi sebelumnya