Gonjang-ganjing sistem dalam jaringan (daring alias online) yang dibuat oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong semakin hari semakin membuat geram banyak Buruh Migran Indonesia (BMI). Sistem online membuat BMI dipaksa masuk lagi ke agen karena tidak diijinkan untuk pindah agen sebelum kontrak 2 tahun selesai.
Praktis kalau ada BMI yang baru bekerja 2 bulan lalu diinterminit (PHK), dia harus masuk lagi ke agen, padahal potongannya belum selesai. Mencari majikan baru lalu menikmati potongan gaji lagi. Di majikan yang baru, kalau BMI tersebut terkena masalah lalu diinterminit, dia akan tetap masuk lagi ke agen yang sama lalu mencari majikan baru lagi. Sebelum BMI selesai kontrak 2 tahun, BMI dilarang untuk pindah agen.
Alih-alih membangun sistem online yang menghubungkan KJRI Hong Kong dengan PPTKIS dan Agensi, serta beralasan membangun perlindungan tiga lapis, fakta menunjukkan KJRI Hong Kong masih melihat para BMI sebagai komoditas semata, bukan sebagai pekerja yang layak dilindungi hak-haknya.
Sistem online terbukti tidak memiliki subastansi perlindungan, BMI justru dijerumuskan dalam jerat hutang dan kepentingan agensi asing di Hong Kong. Sementara agen pekerja di Hong Kong, jelas hanya menjalankan mekanisme bisnis yang mengeruk keuntungan dari BMI tanpa memikirkan hak-hak dasar pekerja.
Sitem online yang diterapkan sejak Maret 2011 adalah sistem komputerisasi yang diciptakan KJRI untuk memonitor kerja sama resmi antara PPTKIS dan agen di Hong Kong. Sistem online pun didukung oleh Surat Edaran (SE) 2524 tertanggal 14 Oktober 2011.
Sistem ini oleh KJRI Hong Kong dibut untuk:
- Memudahkan KJRI Hong Kong memantau PPTKIS dan agensi yang melanggar ketentuan konsulat
- Menghindari agensi yang menggunakan sub agensi (resmi terdaftar ke pemerintah Hong Kong tapi tidak terdaftar di KJRI dan tidak menjadi anggota APPIH)
- Mengontrol agar BMI tidak pindah ke PPTKIS dan agensi lain dengan alasan agar lebih mudah melacak keberadaannya ketika keluarga mencari (jika pindah agen maka KJRI kesulitan melacak) dan meyakinkan bahwa tanggungjawab terhadap BMI tetap diemban oleh PPTKIS dan agensi yang memberangkatkannya
Sejak diterapkannya Sistem Online tersebut berarti BMI tidak boleh pindah dari PPTKIS dan Agensi yang memberangkatkannya minimal 2 tahun pertama. Mereka yang di-PHK dan berkasus ke Labour (otoritas ketenagakerjaan Pemerintah Hong Kong) pun juga tidak diijinkan pindah ke agensi baru tanpa surat ijin dari agensi/PPTKIS lamanya.
Sementara Surat Eedaran (SE) 2524 bertujuan menetapkan ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar agensi-agensi HK antara lain:
- Menggunakan dan/atau bekerjasama dengan sub agensi,
- Mengambil TKI dari satu agensi oleh agensi lain,
- Memindahkan TKI dari satu agensi ke agensi lain atau dari PPTKIS satu ke PPTKIS lainnya,
- Beroperasi tidak sesuai ketentuan,
- Melakukan overcharging dalam proses pembaruan kontrak atau pada proses penempatan/pemindahan TKI pada majikan baru.
Sekilas kebijakan ini seolah membela BMI, namun mari lihat fakta seperti yang dialami Ami, BMI asal Surabaya yang dibuat geram oleh sistem tersebut. Ami bekerja di rumah majikan satu tahun, Ami di-PHK lalu berniat mencari majikan baru dengan mencari agen yang baru. Namun apa daya, karena sistem online tidak memperbolehkan pindah agen sebelum selesai kontrak 2 tahun, terpaksa Ami kembali ke agen yang lama dan diharusnya membayar mahal untuk mencari majikan, padahal Ami merasa kalau pelayanan agen tersebut tidak baik.
Fakta di atas menunjukkan BMI terus dibenamkan pada jerat agensi, meski pelayanan agensi tersebut buruk. Masihkah KJRI Hong Kong akan terus mempertahankan sistem online dan SE ini?. Kita akan lihat bersama, bagaimana Perwakilan Republik Indonesia di Hong Kong terus memberpihak pada PPTKIS dan agensi di Hong Kong.
Apakah sikap KJRI Hong Kong yang membuat kebijakan sepihak akan terus berlanjut?, apakahakan terus lahir kebijakan baru dan sistem-sistem lain yang akan semakin menyengsarakan BMI?, semua sangat bergantung apakah KJRI dalam melihat BMI sebagai pekerja atau komoditas semata.
”SUARA BURUH MIGRAN” Suara buruh migran mampu menjungkir balikkan pemahaman dan kesadaran kaum intelektual, meski sedikit saja merubah watak penguasa dan pengusaha. Bersuaralah, Berkatalah, jika panggilan tuhan 5 kali dalam sehari dikumandangkan, maka corongkan suara-suara itu dimanapun dan kapanpun. Sub komandante Marcos berkata “senjata kita adalah kata-kata” ==============
itu baru ngurus orang… itupun kalau yang mau diurus… kebijakan yang dibuat KJRI itu dah bagus bgt, klu yang bilang gak bagus itu cuma mereka oknum TKI yang mau bikin runyem, bebas dan berbuat semaunya, pas ada masalah negara juga yang disalahin… hmmmmmmmm… diatur kok malah ngatur reeek…